Mohon tunggu...
Choirul Huda
Choirul Huda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer sejak 2010

Pencinta wayang, Juventini, Blogger. @roelly87 (www.roelly87.com)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Nangkring Bareng KemenPU dan Sorotan "Proyek Abadi" Pantura

5 Mei 2014   08:50 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:52 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_306024" align="aligncenter" width="491" caption="#KompasianaNangkring bareng Kementerian PU (foto koleksi pribadi: www.kompasiana.com/roelly87) "][/caption]

Sudah hampir sepekan acara Kompasiana Nangkring bareng Kementerian Pekerjaan Umum (KemenPU) berlalu. Event yang diselenggarakan di ruang perpustakaan digital Gedung KemenPU, Kebayoran Baru, Jakarta Pusat, Selasa (29/4) ini dihadiri sekitar 50 Kompasianer.

Awalnya, setelah membaca postingan di akun Admin Kompasiana bertema "Mengenal Infrastruktur PU Lewat Perpustakaan Kementerian PU", saya sempat ragu untuk mengikuti acara tersebut. Bukan karena acaranya nyaris bertepatan dengan jam kerja atau lantaran lokasinya di Gedung KemenPU itu sendiri yang sudah tentu dihadiri pejabat teras mereka.

Hingga, saya berasumsi acaranya terlalu formal dan kurang cocok untuk saya yang terbiasa santai saat mengikuti beberapa event yang diadakan Kompasiana. Sebut saja, dua Kompasiana Nangkring sebelumnya yang pernah saya ikuti bertempat di kafe dengan kesan leluasa untuk kumpul dengan Kompasianer lainnya.

Apalagi, tema acaranya juga tergolong rumit karena bersinggungan langsung dengan birokrasi yang saya anggap kurang seksi untuk kalangan blogger. Berbeda dibanding dua Kompasiana Nangkring sebelumnya yang saya hadiri dengan tema yang sudah tak asing lagi. Yaitu, tentang narkoba dan peran wanita di acara Nangkring Kompasiana bareng Manulife dan pertambangan (Newmont).

Namun, setelah beberapa saat menyimak jalannya diskusi yang dimoderasi salah satu Admin Kompasiana, Iskandar Zulkarnaen bersama Sekjen KemenPU, Ir. Agoes Widjanarko dan Kapuskom KemenPU, Danis Sumadilaga membuat saya  penasaran. Terlebih, setelah mengecek goodie bag, selain "isinya" menarik, juga dipenuhi  berbagai buku yang berisi tentang riwayat KemenPu dari masa pra kemerdekaan hingga kini.

Maklum, sebagai blogger yang sudah tiga tahun bergabung di Kompasiana, jujur saja kalau goodie bag merupakan faktor "perangsang" dalam setiap mengikuti acara. Nah, kebetulan pada acara KemenPU itu terdapat katalog yang memuat puluhan foto proses pembangunan di Indonesia. Mulai dari jembatan penyebrangan, gedung pemerintahan, jalan raya, hingga yang berskala raksasa seperti bendungan.

Saya pribadi tertarik saat menyaksikan fakta tentang Jalan Tol Bali Mandara yang menghubungkan Nusa Dua dengan Benoa di Provinsi Bali. Sebab, selain Mandara termasuk salah satu barometer keberhasilan KemenPU yang menjadikannya sebagai jembatan terpanjang di Indonesia sekaligus Asia Tenggara. Sebab, proyek yang diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 23 September itu memiliki keistimewaan sebagai tol pertama yang dibangun di atas laut!

Hanya, saya sendiri belum sempat melewatinya karena saat berkunjung ke Pulau Dewata pada 7-15 September lalu, Mandara belum dibuka untuk umum. Jadi, dengan melihat rangkaian foto di beberapa katalog serta keterangan dari Agoes Widjanarko, sedikitnya menambah pengetahuan bagi saya. Pasalnya, Sekjen PU itu menyebut alasan pembangunan jalan tol di atas laut karena harga tanah di Bali sangat mahal.

*      *      *

Tiga jam lebih saya menyimak pembahasan dan diskusi dari beberapa pejabat teras KemenPU bersama puluhan Kompasianer. Yang paling menggelitik saat saya mendengar pertanyaan dari kawan Kompasianer Dian Kelana mengenai "Proyek Abadi" di Pantai Utara Jawa (Pantura). Bagi saya, soal Pantura merupakan masalah yang seksi. Kenapa? Karena berlangsung setiap tahun dan seolah tidak pernah berhenti.

Terutama saat menjelang Hari Raya Idul Fitri yang membuat Pantura selalu ramai diberitakan media mengenai perbaikan yang tidak ada kata selesainya. Selalu rusak lalu diperbaik, rusak diperbaiki, rusak diperbaiki hingga rutin. Hanya, setelah mendengar penuturan dari beberapa pejabat teras KemenPU yang menjadi narasumber, saya menjadi paham. Sebab, dalam mengerjakan jalan raya sepanjang 1.300 kilometer itu memang tidak mudah.

Awalnya, saya mengira dengan sekali perbaikan dapat langsung tuntas. Namun, masalahnya tidak seperti itu karena Pantura merupakan jalur vital setiap hari selalu dilewati ribuan kendaraan. Apalagi, jika menjelang Idul Fitri ketika banyak masyarakat melakukan mudik hingga jalan raya yang menghubungkan Merak di Banten hingga Banyuwangi (Jawa Timur) menjadi padat.

Itu diungkapkan Danis Sumadilaga yang mengakui bahwa kerusakan Pantura merupakan tantangan tersendiri bagi mereka (pihak KemenPU) untuk bisa diminimalisir. "Pantura itu setiap hari dilewati kendaraan besar-kecil dengan tonase yang berbeda. Kami sudah berupaya memperbaikinya dengan menutup sebagian ruas, tapi itu sudah membuat macet ratusan meter. Apalagi, setiap mau Lebaran, yang macet hingga puluhan kilometer," tutur Danis.

Kemudian, sosok yang menjabat sebagai Kepala Pusat Komunikasi Publik itu melanjutkan, "Jadi, solusinya untuk mengurai kemacetan hingga tidak membuat Pantura rusak berat apa? Ya, dengan membangun jalan tol dan jalur kereta api. Itu yang menurut kami bisa mengatasi masalah 'proyek abadi' di Pantura berdasarkan kajian yang telah kami lakukan."

*      *      *

Menjadi menarik diskusi yang terjadi di Gedung KemenPU pekan lalu. Saya sendiri berharap, setelah diskusi, pihak KemenPU mampu menyerap aspirasi dan usul yang diajukan beberapa Kompasianer mengenal pembangunan serta perpustakaan. Serta, tidak hanya sekadar pamer keberhasilan saja seperti,  "Ini lho, hasil kerja KemenPU selama ini". Melainkan, pihak KemenPu bisa merealisasikan keluhan yang terjadi selama ini. Salah satunya, ya mengenai Pantura.

Toh, jika selama ini mereka mampu membangun beberapa proyek megah seperti Jalan Akses Bandara Kualanamu, Tol Bali Mandara, Ruas Gentong, Waduk Jatigede, hingga Jembatan Kelok 9. Tentu, mereka juga seharusnya bisa menyelesaikan masalah kerusakan di Pantura yang kerap menyebabkan kemacetan luar biasa.

*      *      *

[caption id="attachment_306025" align="aligncenter" width="490" caption="Danis Sumadilaga, Agoes Widjanarko, dan Iskandar Zulkarnaen"]

13992221791544029681
13992221791544029681
[/caption]

*      *      *

[caption id="attachment_306027" align="aligncenter" width="490" caption="Katalog pembangunan di Indonesia sebelum pra Kemerdekaan"]

1399222203701968376
1399222203701968376
[/caption]

*      *      *

[caption id="attachment_306028" align="aligncenter" width="490" caption="Katalog pembangunan di Indonesia setelah Kemerdekaan"]

13992222211444710125
13992222211444710125
[/caption]

*      *      *

[caption id="attachment_306029" align="aligncenter" width="491" caption="Sekitar 50 Kompasianer di acara #NangkringKompasiana"]

13992222932097114115
13992222932097114115
[/caption]

*      *      *

Referensi:
- Twitter #NangkringKompasiana
- Catalogue of Rare Photographs (Sumber KemenPU)
- Majalah KIPRAH volume 60 th XIV Januari-Februari 2014 (Sumber KemenPU)
- Tabloid 10 Tahun Bangun Infrastruktur Negeri (Sumber KemenPU)
- Katalog Jelajah Infrastruktur Pekerjaan Umum 2013 (Sumber KemenPU)

*      *      *

Artikel #NangkringKompasiana sebelumnya:
- Kisah Inspiratif Dua Kompasianer di Acara Titik balik
- Nangkring Bareng Newmont: Menepis Stigma Negatif Pertambangan

*      *      *

- Jakarta, 5 Mei 2014

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun