Mohon tunggu...
roby priambodo
roby priambodo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta

olahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teori Pertentangan Kelas Karl Marx dalam Era Revolusi Industri 4.0 Terhadap Tenaga Kerja di Indonesia

7 Mei 2024   10:57 Diperbarui: 7 Mei 2024   11:23 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi hingga internet memberikan wajah baru dalam dunia perindustrian. Akan tetapi, hal ini berakibat pada akan banyak pekerjaan yang tidak lagi sejalan dengan tren revolusi industri 4.0 dan muncul tren pekerjaan baru yang sejalan dengan kemajuan yang ditawarkan, termasuk dalam hal ini otomatitasi. Keadaan tersebut akan berdampak pada tidak dibutuhkannya lagi peran manusia sebagai pekerja manual.

Berdasarkan penelitian di Frey dan Osborne, terdapat sekitar 700 jenis pekerjaan dan paling tidak terdapat beberapa jenis pekerjaan yang terancam untuk diotomatisasi, seperti: telemarketer, penguji judul, abstraktor,pencari berkas, penjait, teknisi matematika, petugas asuransi, teknisi jam, agen kargo, pengiriman, petugas pajak, dan operator mesin pengolahan (Alam, et.all, 2019. 

Otomatisasi tersebut memberikan arti bahwa secara tidak langsung akan terjadi pergeseran kemampuan atau skill bagi para pekerja untuk dapat bertahan di era revolusi industri 4.0. Berkaca pada Indonesia, sejatinya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) memang telah turut serta dalam strategi Pemerintah dalam menghadadapi revolusi industri 4.0 yakni dengan cara menanamkan kurikulum baru dengan materi yang selaras dengan revolusi digital 4.0. 

Terhadap hal tersebut, tentu merupakan hal yang patut diapresiasi. Akan tetapi, strategi tersebut dipersiapkan hanya untuk calon sumber daya manusia (SDM) di masa mendatang. Sementara itu, terhadap masyarakat Indonesia yang saat ini mengabdikan diri sebagai tenaga kerja dapat menimbulkan suatu tantangan dan permasalahan tersendiri. Indonesia dengan sumber daya manusia (SDM) berlimpah tidaklah sejalan dengan kualitas yang ada pada masing-masing Sumber Daya Manusianya. Kualitas sumber daya manusia (SDM) yang ada di Indonesia masih sangat terbatas dan konvensional. 

Dalam menghadapi revolusi industri 4.0 tentu dibutuhkan peningkatan kemampuan, akan tetapi peningkatan kemampuan tersebut dipengaruhi oleh berbagai aspek, antara lain aspek pendidikan dan perekonomian yang dalam hal ini kemiskinan. Rendahnya tingkat pendidikan dan tingginya tingkat kemiskinan di Indonesia menyebabkan banyaknya kendala termasuk dalam kaitannya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Terhadap hal ini, sumber daya manusia (SDM) yang tidak mengupgrade kemampuan mungkin masih dibutuhkan, namun dalam kemungkinankemungkinan yang akan terjadi seperti jumlah terbatas, upah yang kurang memadai, hingga kekhawatiran tergerus peradaban sewaktu-waktu. 

Permasalahan ketenagakerjaan lain yang timbul di era revolusi industri 4.0 juga terdapat pada kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Sebagaimana telah disinggung bahwa terhadap era revolusi industri 4.0 Pemerintah Indonesia tentu memiliki strategi dan kebijakan. Akan tetapi, dalam penerapannya masih terdapat tumpang tindih kebijakan yang dapat mengganggu jalannya revolusi industri 4.0 dalam kaitannya dengan ketenagakerjaan (Pablo, 2018). 


Relevansi Teori Pertentangan Kelas Karl Max Terhadap Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia di Era Revolusi Industri 4.0. Pemikiran Karl Marx relevan dengan kondisi Ketenagakerjaan di Indonesia di era revolusi insutri 4.0. Walaupun sebenarnya industri di Indonesia masih banyak yang bermain di tatanan revolusi industri 2.0 dan 3.0, tetapi revolusi industri 4.0 sudah banyak berlaku di di industri-industri besar di Indonesia, yang seharusnya banyak menyerap tenaga kerja (Abdillah et al., 2021). Hal tersebut terjadi karena banyak perusahaan besar yang mengikuti perkembangan zaman menggantikan peran manusia sebagai pekerja degan mesin-mesin canggih untuk produksi. 

Dampaknya, pengangguran semakin bertambah.nSelain itu, pabrik-pabrik yang masih menggunakan tenaga manusia pun juga terjadi ketimpangan. Realitanya, di negara berkembang, upah buruh masih terbilang minim. Jam kerja buruh cenderung menguntungkan para pemilik modal dibandingkan dengan para buruh yang bekerja. Hak-hak buruh terkadang masih tidak terpenuhi, sehingga beberapa kali buruh melakukan perlawanan dengan melakukan demo di depan Gedung pemerintahan untuk menuntut hak mereka.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistika Februari 2022, jumlah Angkatan kerja di Indonesia meningkat sebanyak 4,20 persen jika dibanding dengan Februari 2021. Pada Februari 2022 jumlah Angkatan kerja sebanyak 144,01 juta orang. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga naik sebesar 0,98 persen poin. Jika melihat jumlah Angkatan kerja di Indonesia yang semakin naik, pemerintah membutuhkan strategi khusus dan kesiapan untuk mengatasi dampak revolusi indutri 4.0. Pemerintah juga perlu mempersiapkan aspek sosial ekonomi, karena revolusi industri 4.0 cenderung sedikit menyerap tenaga kerja. Sedangkan, di Indonesia sebagai negara yang berkembang dan memiliki banyak Angkatan kerja, membutuhkan industry yang mempu mendorong terciptanya lapangan pekerjaan baru. Jadi semestinya pemerintah perlu
mempertimbangkan arah kebijakan untuk merespon adanya revolusi industri 4.0.
Artifical Intelligence (AI) dan robot menggantikan peran tenaga kerja di industri
(Abdillah et al., 2021). 

Pekerjaan yang sederhana dan mendasar memiliki risiko tinggi untuk digantikan dengan mesin. Tidak hanya pekerjaan yang mendasar yang digantikan oleh mesin, pekerjaan yang bersifat administratif juga akan digantikan oleh mesin atau kecerdasan buatan. Terdapat tren, bahwa pekerjaan tingkat menengah semakin berkurang yang menimbulkan polarisasi pekerjaan. Pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan ketrampilan yang kreatif serta melalui proses pengambilan keputusan yang kompleks merupakan jenis pekerjaan yang sulit tergantikan oleh mesin dan kecerdasan buatan. Permintaan pekerja atas pekerjaan tersebut akan meningkat di masa yang akan mendatang. 

Pada awal bulan April 2018, Pemerintah Indonesia merilis kebijakan strategis nasional khususnya dalam rangka menghadapi revolusi industri 4.0 yakni focus utama terdiri dari industri makanan dan minuman, tekstil, otomotif, elektronik, dan kimia. Arah yang dituju pemerintah sudah jelas mengenai industry-industri tersebut. Pemerintah Indonesia juga merilis Peraturan Presiden (Perpres) No.2 Tahun 2018 Tentang Kebijakan Industri Nasional Tahun 2015-2019. Perpres tersebut menimbang untuk melaksanakan Ketentuan Pasal 12 ayat (5) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentag Perindustrian dan Pasal 3 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 yang membahas mengenai Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun 2015-2035. Revolusi Industri 4.0 dasar utamanya adalah internet dan juga Teknologi Informasi (TI) yang memicu perubahan yang cukup signifikan bagi masyarakat dalam hal ini pola
kerja, pola piker, ,dan kehidupan warga di berbagai negara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun