Mohon tunggu...
Robert Antonius
Robert Antonius Mohon Tunggu... Fotografer dan Videografer lepas

hobinya kerja, kerjanya jalan-jalan, menikmati Indonesia bagian dari desa saya.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Indera Waspada Menggiring Desau Angin Utara_Kitab Selendang Naga Langit (9)

25 Maret 2025   23:36 Diperbarui: 26 Maret 2025   01:27 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
latihan teknik pisau dua Perguruan Silat Perisai Diri (foto dok. pribadi)

Putri Raja itu bertubuh ramping, dengan tinggi sedang, dengan postur seperti ini membuat gerakannya amat cekatan, jauh dari kegemulaian seorang putri. Cara bertuturnya pun santun dengan tutur berbicara yang tertata. Satu tindak penyamaran yang tidak biasa untuk seorang putri raja. Wastra yang dikenakan juga sama persis dengan perwara, perempuan satu-satunya yang menjadi pengawalnya. Meski Nampak tidak ada bedanya, Utami tetap dapat melihat satu penanda bahwa salah satu sosok itu Dyah Dewi, Raja Dyah Wijaya. Ki Demang telah memberitahukan dengan baik sebuah aksara khusus pada gagang pisau yang menjadi penanda.

Gemuruh angin laut mendesah, beberapa burung camar terbang berburu mangsa. Cuaca laut Tuban saat itu sedang memasuki musim ikan. Nampak lamat-lamat beberapa nelayan sibuk menebar jaring, sambil bersenandung yang menjadi semacam mantra doa harapan agar hasil tangkapan berlimpah.

“Semoga Paman Rangga sudi menemuiku”. Dyah Dewi membuka percakapan. “Cukup melelahkan juga untuk merayunya agar dapat kembali ke Majapahit dan kembali bersatu dengan Ayahanda Dyah Wijaya”.

“Adipati Tuban dikenal berpendirian keras”, ucap Dyah Dewi, “meski demikian, ia seorang prajurit yang kesetiaannya pada Dyah Wijaya tidak perlu diragukan. Dyah Dewi menatap lurus ke arah pantai yang sebentar lagi segera sandar.

“Agak membingungkan jadinya, sosok seperti Adipati Tuban mudah terhasut omongan”, Utami menimpali perbincangan.

“Kamu tahu, Paman Ranggalawe lah yang mengajariku berkuda dan bertarung. Mengenalkanku bermacam senjata untuk bertempur terutama tombak dan memanah”. Dalam perkelahian tangan kosong pun, Ia menyerangku dengan sungguh-sungguh. Seolah-olah aku memang musuhnya. Sama persis bagaimana ia mengajari para prajurit-prajuritnya. Tidak ada perbedaan perlakuan meski aku adalah putri raja ”.

Utami menyimak cerita Dyah Dewi sambil tetap menyapu pandangannya pada garis pantai. Tinggal beberapa tombak lagi mendekat ke garis pantai. Laut sedang surut dan jung kecil itu tidak dapat lebih dekat ke pantai lagi. Nampak jelas di depan ada 3 ekor kuda tertambat menunggu penunggangnya. Utami memberi isyarat ke Dyah Dewi dan pengawalnya itu untuk bersiap turun dari jung untuk berjalan kaki, ketika tiba2 Dyah Dewi berseru;

“Ayo, kita balapan! Siapa duluan naik ke kuda itu, aku beri hadiah makan sekenyangnya di kedai Jaran Keling”.

Dan usai berkata seperti itu, Dyah Dewi mengempos kakinya, tubuhnya melayang terbang, memamerkan kembali ilmu meringankan tubuhnya. Utami dan juga pengawal itu juga tidak mau tertinggal. Tubuh mereka segera melayang terbang, mengerahkan ilmu meringankan tubuh masing-masing. Saling berkejaran, susul menyusul. Utami hanya butuh 2 kali pijakan sampai akhirnya tiba di punggung kuda tunggangan, disusul oleh Dyah Dewi dan pengawalnya menjadi yang terakhir duduk di punggung kuda.

“Tandya, Dyah Dewi, terlalu mengalah padaku. Aku terlalu girang tadi hingga memeras separuh tenaga untuk menyusul Dyah Dewi”, ucap Utami agak sedikit jengah karena terlalu berani dan sedikit lancang mendahului putri raja itu adu ilmu ringan tubuh.

“Aisssh,.. jadi benar yang sering di kata Ayahanda soal murid-murid padepokan ragasemangsang. Mereka membekali para murid dengan olah keprajuritan yang mumpuni di wilwatikta ini. Aku lihat sendiri barusan yang kamu tunjukkan tadi, betul kah itu ‘kuntul nglayang? satu dari sekian ilmu kuno dan langka di tanah jawa’ Tanya Dyah Dewi ke Utami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun