Mohon tunggu...
Robbi Khadafi
Robbi Khadafi Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang Ketik

Kecil disuka muda terkenal tua kaya raya mati masuk surga

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Melawan Golput di Pilpres 2019

12 Februari 2019   01:16 Diperbarui: 12 Februari 2019   11:51 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Belakangan ini saya resah menyambut Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 yang akan dilaksanakan pada 17 April mendatang. Kedua pasangan calon (paslon) yang bertarung dalam pesta demokrasi 5 tahunan ini, Joko Widodo atau Jokowi - KH Ma'ruf Amin dengan nomor urut 1 dan Prabowo Subianto - Sandiaga Uno dengan nomor urut 2, saya nilai belum mampu menawarkan dan meyakinkan saya untuk menggunakan hak pilih saya pada April mendatang.

Belakangan ini juga di berbagai media marak pemberitaan mengenai golongan putih (golput) atau tidak menggunakan hak pilihnya di Pilpres 2019. Gerakan untuk Golput pun mulai di bicarakan oleh warganet. 

Terutama terkait sikap Presiden Jokowi yang ingin membebaskan tanpa syarat kepada narapidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir. Belum lagi terkait debat capres-cawapres Pilpres 2019 yang dinilai banyak kalangan mengecewakan.

Kedua paslon dinilai gagal menyampaikan visi misinya menjadi calon orang nomor satu di Indonesia. Padahal kedua paslon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah memberikan kisi-kisi pertanyaan yang akan ditanyakan dalam debat perdana tersebut. Yang lebih parah menurut saya, kedua paslon selama masa kampanye tidak menyampaikan visi-misinya dengan baik kepada masyarakat. Mereka lebih sering debat kusir terkait isu-isu terkini dengan menyebarkan berita hoax.

Di media sosial juga muncul adanya paslon ketiga atau capres fiktif Pilpres 2019, yakni Nurhadi - Aldo (Dildo). Terakhir di media sosial terkait bebasnya mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (BTP). Di mana para pendukungnya yang dikenal dengan Ahokers juga mewacanakan Golput di Pilpres 2019. Ahokers kecewa dengan Jokowi memilih cawapresnya KH Ma'ruf Amin, dimana ia menjadi saksi yang memberatkan Ahok ketika di persidangan kasus penistaan agama pada 2016 silam.

Masalah Golput pun selalu muncul setiap pelaksanaan pesta demokrasi di Indonesia maupun di luar negeri. Baik itu dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) maupun Pemilu/Pilpres. Golput di Indonesia cukup besar. Sebagai contoh data Golput pada Pilpres 2014 mencapai 29,8 persen atau 56.732.857 suara. Angka Golput Pilpres 2014 lebih parah dibanding Pilpres 2009 yang hanya mencapai 27,7 persen.

Saya pun semakin bimbang, apakah pada April mendatang menggunakan hak pilih saya atau tidak. Namun saya berusaha mencari informasi untuk meyakinkan diri saya untuk tidak Golput di Pilpres 2019. Hal ini sampai saya diskusikan dengan teman-teman saya di grup WhatsApp (WA). Sampai akhirnya saya dikirimi oleh teman saya di grup WA sebuah artikel yang merubah dan meyakinkan saya bahwa pada Pilpres 2019 tidak Golput.

Dalam artikel yang termuat dalam situs uin-suska.ac.id yang di share oleh teman saya di grup WA itu, terdapat tiga faktor yang membuat seseorang menjadi Golput. Pertama, di dalam undang-undang negara kita ditegaskan bahwa keikutsertaan untuk ikut memilih hanyalah hak bagi warga negara, bukan sebagai kewajiban (Undang-Undang No.10/2008, pasal 19 ayat 1).

Kedua, karena sosok yang terpilih tidak pernah membawa perubahan yang signifikan, bahkan terkesan memperkaya diri sendiri, sehingga memunculkan sifat apatis pada sebagian masyarakat. Ketiga, faktor paham keagamaan. Menurut paham keagamaannya, sistim pemilu ataupun sistem demokrasi bukanlah cara Islami dalam memilih pemimpin. Pemilu menurut mereka adalah sistem thaghut (berhala) yang berasal dari Barat, dan haram untuk ditiru.

Dari faktor yang nomor tiga yakni faktor paham agama di atas yang meyakinkan saya untuk tidak Golput dan Golput di Pilpres 2019 harus dilawan. Pasalnya dalam Islam agama yang saya percayai, memilih pemimpin itu merupakan suatu kewajiban. Bukan suatu hak. Hal itu tercantum dalam Al Quran dan hadist-hadist.

Dalam Al Quran Surat An-Nisa ayat 58, Allah Swt berfirman: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baiknya pemberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun