Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar pada Jenderal "Naif"

9 Juli 2020   11:35 Diperbarui: 9 Juli 2020   21:14 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dulu aku sempat hendak posting kutipan Gus Dur yang legendaris, "Hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia: patung polisi, polisi tidur dan Jenderal Hoegeng". Untung nggak jadi. Karena baru-baru ini di Kepulauan Sula, Maluku Utara ada yang dipanggil polisi gara-gara mengutip quotes tersebut di fesbuk. Apes.

Di zaman Gus Dur, instansi kepolisian, terutama Satlantas, memang korup. Banyak razia motor ilegal di mana-mana. Kalau kita apes kena razia, uang dua puluh ribu melayang sebagai tanda damai.

Itu di zamannya Gus Dur lho. Kalau di zaman sekarang kayaknya sudah enggak. Polisinya banyak yang jujur. Iyo khan? Mending njawab iyo ae daripada dadi perkoro.

Asline yo nggak cuman di kepolisian, di instansi mana pun juga sama. Banyak yang nggak jujur. Ingin naik pangkat, bikin laporan palsu. Ingin dapat gaji besar, nulis laporan lemburan palsu. Dan sebagainya. Terlalu banyak godaan tapi sedikit iman.

Aslinya Gus Dur juga tidak bermaksud merendahkan instansi Polri. Dia cuman mengekspresikan kekagumannya pada pribadi Jenderal Hoegeng Iman Santoso yang super jujur. Saking jujurnya, dia dianggap naif oleh kalangan pejabat. Karena menentang arus besar korupsi yang sudah membudaya.

Orang jujur memang terkesan naif. Bayangkan saja kalau ada orang yang menjual henpon di counter jual beli henpon mengaku dengan jujur apa yang membuat henponnya rusak, "Henpon ini saya jual karena kemarin terendam air bersama jaket saya di cucian." Jujur banget.

Kejujuran Hoegeng mulai terkenal saat ditugaskan di Sumut, salah satu wilayah hitam di Indonesia saat itu. Dimana perjudian, penyelundupan, dan kejahatan yang lain merajalela.

Saat baru turun dari kapal yang membawanya dari Jakarta, Hoegeng disambut orang yang menamakan dirinya sebagai Panitia Penyambutan. Dia sudah menyiapkan penginapan dan barang-barang mewah gratis untuk Hoegeng. Tentu saja Hoegeng menolak.

Selama bertugas, banyak utusan dari para cukong yang memberi hadiah atau bingkisan. Tapi semua barang itu dilemparkan keluar jendela. Furniture mewah pemberian panitia bajingan itu pun juga  ditelantarkan begitu saja di depan rumah. Yang terlanjur masuk di dalam rumah dikeluarkan. Pokoknya bersih dari suap atau gratifikasi.

Kasus yang paling terkenal adalah saat Hoegeng menggagalkan upaya penyelundupan mobil mewah oleh komplotan Robby Tjahyadi. Yang ternyata si Robby ini dibekingi oleh banyak pejabat atau petinggi negeri saat itu. Para pejabat ini berlomba-lomba membelanya. Karena kalau Robby dipenjara, pejabatnya juga ikut. Tapi Hoegeng tidak gentar.

Robby Tjahyadi akhirnya dipenjara beserta para pejabat yang menerima upeti darinya. Dari hukumannya yang 10 tahun penjara (ada yang bilang 7,5 tahun), dia hanya menjalani 2,5 tahun saja. Robby memang penjahat pertamax. Setelah keluar penjara malah sukses jadi pengusaha tekstil dan jadi kroninya keluarga Cendana.

Yang paling heboh lagi dari kisah Hoegeng adalah saat menangani kasus Sum Kuning. Kasus perkosaan cewek semlohai berkulit kuning penjual telur yang bernama asli Sumarijem. Dia diperkosa 3 pemuda yang nggak jelas sampai sekarang, siapa mereka. Ayo ngaku ae rek, mumpung sik durung dibatek nyowomu. Nang neroko diperkosa karo komodo.

Ada beberapa versi cerita soal kasus Sum Kuning. Yang paling dipercaya dan populer di masyarakat adalah pemerkosa Sum Kuning itu anak orang top di Jogja. Satunya anak jenderal yang dibunuh oleh PKI dan satunya lagi anak seorang aristokrat. Tapi itu semua masih abu-abu. Walau itu berdasar pengakuan Budidono seorang makelar mobil yang ikut nyicipi tubuh Sum setelah Sum lapor polisi.

Karena menyangkut nama orang gede, masalah pun jadi runyam. Sum Kuning malah dikriminalisasi. Dia dituduh membuat laporan palsu. Juga dituduh anggota Gerwani. Dia dipaksa bugil oleh aparat untuk membuktikan bahwa di tubuh Sum tidak ada tato Gerwani. Dan sempat menginap di tahanan polisi. Siang malam dalam keadaan sakit diperiksa oleh aparat.

Karena kasus sudah mulai dipolitisasi, Soeharto pun turun tangan. Akhirnya kasusnya ditangani oleh Kopkamtip, badan yang harusnya cuman ngurusi kasus-kasus politik yang mengancam stabilitas negara. Hoegeng pun melongo, nggak bisa berbuat apa-apa, "Karepmu opo se To.."

Di zaman Orba, pelaku atau gerakan yang mengacau, menentang, mengritik penguasa pasti akan dicap komunis. Soeharto sendiri mempresentasikan dirinya sebagai Pancasila. Siapapun yang berani menentangnya dianggap anti pancasila = komunis. Makanya aktivis yang saat itu ditangkap pada misuh-misuh, "Aku gak anti Pancasila..aku anti raimu To!"

Hoegeng  yang mendukung kelompok Petisi 50 (sebuah petisi yang ditandatangani 50 orang tokoh nasional yang  menentang sikap atau gaya kepemimpinan Soeharto) pun kena getahnya. Acara musik "The Hawaiian Seniors" yang diprakarsainya di TVRI dicekal, nggak boleh siaran lagi. Bermusik pun dianggap sebagai aktivitas politik.

Hoegeng itu jenderal polisi yang multi talenta. Disamping pinter main musik, dia juga pinter ngelukis. Di masa pensiun, hari-harinya diisi dengan melukis. Pernah ada pesanan lukisan dari seorang pengusaha terkenal. Ketika lukisan jadi, si pengusaha minta inisial Hoegeng di lukisan dihapus. Rupanya dia takut kalau nanti Soeharto tahu kalau dia berkawan dengan Hoegeng. Tentu saja Hoegeng menolak. Bisnis pun gagal. Gak sido mbayar utang.

Setelah ngurusi kasus Sum Kuning, Hoegeng diberhentikan Soeharto dari jabatan Kapolri. Alasannya peremajaan. Padahal yang menggantikannya lebih tua. Hoegeng sendiri ditawari jadi Duta Besar di Belgia. Karena merasa nggak pinter diplomasi, Hoegeng menolak secara halus. Dan Hoegeng pun pensiun dini.

Karena terlalu jujur, saat pensiun Hoegeng nggak punya rumah plus kendaraan. Untungnya Kapolri penggantinya orang baik. Hoegeng pun dikasih rumah olehnya. Para Kapolda juga urunan membelikannya mobil. Lumayan. Itulah salah satu bukti bahwa di akhir cerita orang baik selalu menang. Walau sebelumnya babak belur gak karu-karuan.

Wis ah.

- Robbi Gandamana -

(Disarikan dari buku "Hoegeng: Oase di Tengah Keringnya Penegakan Hukum di Indonesia" oleh Aris Santoso, berbagai sumber dan interpretasi pribadi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun