Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Negara Darurat

30 April 2019   09:52 Diperbarui: 30 April 2019   15:21 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ingat : "Membunuh satu orang (tanpa alasan yang benar) sama dengan membunuh umat manusia seluruhnya." Sialnya, negeri ini dibangun tanpa memperdulikan hal itu. Makanya rahmatNya belum menjadi barokah. Hujan yang harusnya berkah malah jadi petaka : banjir dan tanah longsor dimana-mana.

Belum lagi penambangan batu bara dilakukan di atas lahan rakyat dan atau di areal persawahan. Bekas galian tambang dibiarkan menganga tanpa reklamasi.  Alamnya rusak dan warga sekitarnya nangis Bombay. Karena sudah banyak korban (anak kecil) yang tewas tenggelam di lubang galian tersebut.

Negara ini berlandaskan Pancasila yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tapi karena terlalu sibuk mengejar kemakmuran akhirnya lupa keadilan.

Buat apa makmur kalau tidak adil. Lebih baik dapat sedikit-sedikit tapi semua ikut merasakan, daripada hanya orang tertentu yang merasakan. Jangan salah paham, aku bukan komunis, tapi pasti ada cara yang lebih baik. Aku gak eruh sing ya'opo. Keadilan adalah prioritas utama. Adil dulu, baru makmur. Kalau keadilan sudah beres, pasti kemakmuran akan datang.

Aku tidak sedang menjelek-jelekan Jokowi. Jokowi atau siapapun presidennya adalah korban. Korban dari sistem demokrasi yang dianut negara ini. Demokrasinya nggak salah, tapi pelakunya (oknum politikus) yang bajingan. Dan rakyat negeri ini hidup dari kesalahan-kesalahan politikusnya.

Zaman sekarang hampir nggak ada politik perjuangan, kebanyakan politik perdagangan. Jangan percaya kalau ada politikus yang bilang "ini demi Islam", "ini jihad". Taek.

Kepemimpinan di Indonesia ini cuman soal rebutan lahan. Untuk melanggengkan kekuasaannya penguasa harus berselingkuh dengan pengusaha. Ketika pengusaha bikin ulah, penguasa pun menutup-menutupi. Politik balas budi. Contoh yang gamblang adalah kasus lumpur Lapindo.

Di dunia perpolitikan di Indonesia terdapat raja-raja yang berkuasa. PDI dan sekutunya raja (ratu)nya Megawati, PAN dan sekutunya rajanya Amien Rais, Demokrat dan sekutunya rajanya SBY. Dan seterusnya.

Yo Alhamdulillah aku kemarin nggak jadi nyoblos. Disamping karena ada urusan, juga nggak nafsu ikutan nyoblos. Kalau pun aku jadi nyoblos, itu bukan urusan Pemilu tapi karena sungkan sama para petugas atau panitia yang sudah repot-repot menyiapkan tempat pencoblosan, sampai ada yang mati segala. Kerjo sak matine dibayar limangatusewu.

Pemilu itu bukan soal hidup mati. Bukan soal Islam atau tidak Islam. Ikutan nyoblos itu bagus, tapi memilih Golput juga nggak masalah. Seandainya semua orang Indonesia ini Golput, bangsa Indonesia ini tetap ada. Negara tanpa masyarakat, nggak akan jadi negara. Tapi masyarakat tanpa negara, tetap akan jadi masyarakat.

Sekarang ini Islam jadi alat jualan partai politik. Yang nggak mendukung partainya ditakut-takuti neraka. Padahal rival dari politikus tadi juga sama-sama orang Islam. Prabowo banyak menggaet Partai Islam agar dapat simpati dari umat islam. Jokowi pun mengimbanginya dengan menggaet seorang Ulama. Ulamanya kok ya mau. Emane rek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun