Belum sempat Mia menaruh tas yang dijinjingnya, terdengar suara teriakan dari rumah sebelah. Rumah yang ditinggalkan pemiliknya sebulan lalu.
"Tolong, tolong, tolong...!!!"
Mendengar suara itu, Mia lantas bergegas menuju asal suara. Mia melihat rumah itu dengan pintu yang terbuka. Ketika hendak masuk, Mia dikejutkan dengan seonggok tubuh manusia yang tergeletak di ruang tamu dengan darah segar yang mengalir. Terlihat jelas dari posisi Mia yang terpaku tepat di tengah pintu. Refleks dia menjerit sejadi-jadinya.
"Aaaaaaaa...!!!"
Darah segar masih mengalir dari lehernya, sehingga lantai putih itu menjadi merah bersimbah darah. Mengalir di sela-sela ruang dan menggenang di sudut tembok. Ada sebuah pisau dapur mengkilap tepat di samping mayat. Barangkali pisau itu yang digunakan untuk menghabisi nyawanya.
Mia sangat takut dengan kejadian ini. Apalagi orangtuanya baru saja dia ke antar ke bandara. Mereka hendak pergi ke luar kota. Dia panik, lantas dengan tergopoh, Mia ke rumah Pak RT. Melaporkan peristiwa aneh itu, berharap secepatnya kasus ini cepat selesai.
"Pak tolong, ada mayat di rumah nomer tiga belas."
Bibir Mia yang masih bergetar, dengan napas yang tidak teratur. Perjalanan cukup jauh ke rumah PR pun tak terasa bagi Mia.
"Benarkah?" Pak RT tak kalah terkejut.
"Iya Pak, benar."
"Ayo kalau begitu kita bergegas ke tempat kejadian."