Namun balas dendam Liliana belum berakhir. Kerusakan yang telah dia timbulkan sangat besar, dan keluarga, meskipun terguncang, tidak bisa lagi mengabaikan tindakannya. Setelah kekacauan itu, Liliana akhirnya dihadapkan oleh keluarga besar.
Kenandra menatap Ariana dengan penuh ketegasan, sambil menarik napas dalam.
"Aku yakin kamu juga tahu apa yang harus kita lakukan, Ariana. Ini tidak hanya tentang kita berdua, tapi tentang seluruh keluarga."
Ariana hanya mengangguk pelan, menatapnya dengan tatapan penuh kekhawatiran.
"Aku tahu, Kak Ken. Tapi apakah kita benar-benar bisa menghadapinya? Liliana sudah melangkah terlalu jauh."
"Dia sudah merusak semuanya," jawab Kenandra dengan suara yang lebih rendah.
"Dan kita harus bertanggung jawab, tidak hanya untuk diri kita, tetapi juga untuk keluarga."
Ariana menggenggam tangan Kenandra dengan lembut.
"Kita harus bicara dengan keluarga besar. Hanya mereka yang bisa memberikan keputusan yang tepat."
Kenandra mengangguk setuju, meski perasaan cemas menghantui dirinya. Dalam hatinya, dia merasa bahwa Liliana tak akan menerima keputusan ini dengan lapang dada.
Malam itu, setelah pertemuan dengan keluarga besar dimulai, suasana di ruang pertemuan terasa sangat serius. Semua mata tertuju pada Kenandra dan Ariana yang berdiri di depan mereka. Kenandra merasakan ketegangan di udara, dan Ariana, meskipun berusaha tenang, bisa merasakan detak jantungnya yang semakin cepat.
"Kami datang dengan satu tujuan, yaitu untuk meminta pertimbangan dan keputusan atas tindakan Liliana yang telah menimbulkan kerusakan besar di keluarga kita," kata Kenandra dengan suara yang tegas, namun penuh rasa hormat.
Mereka saling bertukar pandang sebelum akhirnya seorang Kakek, yang paling tua di antara mereka, membuka mulut.
"Kami sudah mendengar cukup banyak tentang apa yang terjadi. Namun, bukan hanya tentang kesalahan Liliana. Kami ingin memahami motivasi kalian berdua. Apa yang kalian harapkan dari keputusan ini?"
Ariana menatap Kenandra sebelum berbicara dengan lembut,
"Kami tidak ingin keluarga ini terpecah hanya karena masalah pribadi. Tapi, kami juga tidak bisa membiarkan perilaku Liliana yang merusak nama baik keluarga dan mengganggu kedamaian kami. Kami ingin agar ada hukuman yang setimpal, tapi dengan cara yang adil."
Kakek yang paling tua itu mengangguk pelan, seolah memikirkan setiap kata yang telah diucapkan.
"Kami menghargai pandangan kalian, dan kami mengerti kesulitan yang kalian hadapi. Namun, hukuman bukan hanya tentang menghukum, tapi juga untuk mendidik. Kami akan memberikan keputusan yang adil, dan kami percaya kalian berdua telah melakukan yang terbaik dalam situasi ini."
Kenandra merasa sedikit lega mendengar kata-kata itu, meskipun ketegangan masih terasa. Ariana yang berada di sampingnya juga menarik napas lega.
"Apa yang kalian usulkan?" tanya salah seorang lainnya.
Kenandra menatap Ariana sejenak sebelum akhirnya mengungkapkan usulannya.
"Kami percaya bahwa hukuman yang tepat untuk Liliana adalah untuk memaksanya menghadapi konsekuensi dari tindakannya. Kami ingin dia belajar dari kesalahannya, dan tidak ada yang lebih baik selain memberinya kesempatan untuk memperbaiki dirinya di depan seluruh keluarga. Dia harus tahu bahwa perbuatannya tidak dapat dibiarkan begitu saja."
Kakek yang paling tua itu mengangguk lagi seolah menunjukkan persetujuannya. "Kami setuju dengan pendapat itu. Liliana harus diberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya, namun dia juga harus tahu bahwa keluarga ini tidak bisa mentolerir perbuatan yang merugikan nama baik kami. Hukuman ini akan mencerminkan tanggung jawabnya."
Mereka kemudian berdiskusi lebih lanjut tentang jenis hukuman yang akan diberikan kepada Liliana. Keputusan dibuat dengan hati-hati, dengan mempertimbangkan agar hukuman tersebut tidak hanya memberikan efek jera, tetapi juga memberikan pelajaran yang berharga bagi Liliana.
Pada akhirnya, keputusan itu pun tercapai. Liliana akan diberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya, dengan syarat dia harus meminta maaf secara terbuka kepada seluruh keluarga dan menerima konsekuensi atas perbuatannya. Selain itu, Liliana juga akan dibebani dengan tugas tertentu yang akan membantu dia memahami nilai-nilai keluarga dan pentingnya menjaga keharmonisan di antara anggota keluarga.
Kenandra dan Ariana saling berpandangan, merasa lega karena keputusan itu diambil dengan adil dan melalui proses yang matang. Mereka tahu bahwa langkah ini adalah langkah yang tepat, meskipun mereka menyadari bahwa perjalanan mereka belum berakhir.
Ketika pertemuan selesai dan mereka keluar dari ruang pertemuan, Ariana menatap Kenandra dengan tatapan penuh rasa terima kasih.
"Terima kasih, Kak Ken. Aku tahu ini bukan keputusan mudah."
Kenandra tersenyum lembut, merasakan beban di hatinya sedikit berkurang.
"Aku tahu, Ariana. Tapi kita sudah melakukan yang terbaik untuk keluarga ini. Sekarang, yang penting adalah kita tetap bersama, melalui apapun di masa depan."
Ariana mengangguk setuju, merasa lebih tenang setelah melalui malam yang penuh ketegangan. Mereka tahu bahwa meskipun hukuman untuk Liliana sudah diputuskan, perjalanan mereka sebagai keluarga masih panjang. Namun, dengan saling mendukung satu sama lain, mereka yakin bisa melewati semua rintangan yang ada.
***
Ariana gazed at the quiet night sky, feeling a gradual sense of relief filling the spaces of her once fragile heart. Though the lingering pain was hard to erase, there was a lightness that followed as everything finally came to light and passed. Liliana, her twin, once a reflection of her soul, now felt distant. Yet, beneath it all, there remained a faint hope for a better future, a chance to mend what was broken, even if the scars would never truly fade.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI