Mohon tunggu...
Rizky Lombu
Rizky Lombu Mohon Tunggu... Editor - Ilmu Pemerintahan Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Ciptakanlah rasa damai dalam hati, agar kita membahagiakan diri kita sendiri dan hidup dalam perdamaian dengan semua orang

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Opini tentang Kasus Korupsi Bawang Putih Tahun 2019 dalam Pelanggaran Kode Etik

1 Agustus 2021   07:03 Diperbarui: 1 Agustus 2021   07:18 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia tidak asing lagi dengan masalah korupsi yang terus merajalela tiada henti tanpa adanya ke sadaran diri masing-masing pemeran tokoh utama pemerintah. Korupsi bagaikan makanan lezat yang harus disantap disaat ada kesempatan yang bisa dikuasai. 

Banyak hukum dan peraturan yang telah dibuat dan dibentuk berdasarkan persetujuan Presiden, namun masih ada saja oknum yang bertindak sebagai pemeran utama untuk melakukan kasus korupsi. Bagai tidak ada rasa perasaan yang iba untuk kerugian Negara dan hanya untuk menguntungkan dirinya sendiri dan orang disekelilingnya yang telah mengetahui perbuataannya. Bahkan di masa-masa sulit seperti ini (covid-19) masih ada saja aktor pemerintah yang melakukan kasus korupsi salah satunya menteri sosial. 

Dimana yang seharusnya memeluk masyarakat yang terdampak ekonomi yang menurun, malahan ingin memanfaatkan kesempatan tersebut dengan cara mengambil alih kegunaan masyarakat dengan kegunaan pribadinya dan orang terdekat. Pelanggaran-pelanggaran seperti ini sudah biasa dilakukan karena hukum yang tidak terlalu ketat dan hukum yang bisa dibeli. 

Bayangkan saja, tempat kamar tidur sel yang terjerat kasus korupsi, memiliki tempat VIP tersendiri, mudahnya menjalin komunikasi dengan keluarga, tak terganggu dengan suasana para narapidana yang lainnya, layaknya tinggal dihotel dengan nuansa holiday. Siapa yang tidak mau seperti itu? Uang bahkan datang sendiri untuknya.

Kembali pada pembahasannya, kasus impor bawang putih yang menjadi pelanggaran kode etik ini melibatkan berbagai banyak pihak. Bukan hanya dari pihak pemerintah melainkan dari pihak swasta juga ikut andil dalam kasus korupsi ini. 

Kasus ini, berawal dari perusahan yang bergerak di bidang pertanian (Cahaya Sakti Agro) dan diduga menerima tawaran bekerjasama dengan I Nyoman Dhamantara (Anggota Komisi VI DPR RI) untuk mengurus Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan. Dari hasil kesepakatan tersebut pun didapat hasl fee sebesar 3,6 Miliar dari Mirawati Basri serta Komitmen fee sebesar Rp. 1.700 hingga Rp. 1.800 dari setiap kilogram bawang putih yang di impor. 

Kasus ini melibatkan 6 orang tersangka dari hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan dari pemeriksaan pihak Kemendag terlibat dalam kasus ini sebagai penerbit SPI. Berdasarkan UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), Kemendag sebagai bagian dari ASN seharusnya mengikuti kode etik yang berlaku.

Kesimpulan yang didapat, seharusnya Kemendag sebagai penerbit SPI hanya bertugas dalam merumuskan apa yang memang dibutuhkan bagi masyarakat, bukan berdasarkan kepentingan individu atau kelompok.

Semakin maraknya kasus korupsi yang melibatkan banyak Aparatur Sipil Negara, maka yang perlu diperhatiakan masalah ini ialah adanya penegasan kode etik yang mengatur setiap perilaku ASN dalam menjalani tugas dan fungsi kenegaraannya dalam melayani publik. 

Adapun hukum-hukum yang sudah diatur untuk para ASN dalam membuat kesalahan berat pada Pasal 87 Ayat (4) UU ASN tapi kurang efektif jika dilihat. Oleh karenanya, perlunya kajian dari pemerintah pusat dalam merevisi setiap hukum untuk para ASN dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam negara. 

Seperti pencabutan hak-hak politik dan adanya larangan untuk tidak menjabat lagi disemua aspek instansi pemerintahan. Pada umumnya, seorang ASN harus menyaring setiap pengaruh dari pihak luar yang menyalahi kode etik pada ASN tersebut.

Etika birokrasi sangatlah dipentingkan dalam menjadikan pemeran pemerintah melaksanakan tugas dan fungsinya tanpa ada praktik korupsi di dalamnya. Inilah yang menyebabkan masyarakat tidak menilai baik masyarakat malahan menilai buruk ciri birokrasi yang tidak baik. 

Terkadang masyarakat juga terlihat trauma jika mengurus segala bentuk administrasi di instansi pemerintahan karena sebagian mereka tidak menerapkan kode etik yang telah dipaparkan kepada mereka para birokrat. Etika birokrasi ini sangat berkaitan dengan aspek-aspek perilaku yang baik seperti akuntabel, responsif, transparan, bebas KKN, netral, tidak diskriminatif, sopan, dll.

 Sikap dan perilaku yang dianggap baik menurut pandangan etis yang dikemukakan Alder (1984) : Kebenaran, Kebaikan, Keindahan, Kebebasan, Persamaan dan Keadilan. Landasan nilai aset etis ini dijadikan sebagai pedoman bagi manusia untuk melakukan pertimbangan dan tindakan sehingga sikap dan perilaku yang dianggap baik dan dipertanggungjawabkan secara etis. 

Pemikiran tentang pentingnya etika pelayanan publik dalam pemerintahan, sejalan dengan rumusan tipe ideal birokrasi Max Weber. Birokrasi ala Weber menitikberatkan pada aspek rasionalitas, impersonal dan efisiensi dalam meningkatkan kinerja birokrasi pemerintahan (Weber,1964,h.333).

Referensi: 1

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun