Di dalam kamar mandi, jasad Yudhi terduduk bersimbah darah dengan kedua mata yang terbelalak dan lidah terjulur keluar, seperti mayat yang mati dengan tak tenang. Ada sayatan besar di lehernya, masih mengalirkan darah dengan derasnya, tak jua berhenti.
"Dia dibunuh...! Anakku Yudhi... siapa yang membunuhnya!? Siapa...?" teriak ibunya, seolah-olah menggetarkan rumah itu dengan dengkingannya yang menyayat hati. "Siapa yang akan merawat aku kalau bukan Yudhi...? Yudhi, anakku sayang. Kembalilah hidup, Nak. Kembalilah, putraku sayang...."
Namun, tak seperti yang diteriakkan ibunya pada para tetangga, faktanya adalah Yudhi bukanlah korban pembunuhan. Terbukti dari sebilah pisau tajam yang dia genggam erat di tangan kanannya. Dialah yang membunuh dirinya sendiri.
"Sosok hantu hitam pekat di hutan gelap" itu adalah perwujudan dari rasa bencinya pada sang ibu yang sakit-sakitan, serta keluh kesahnya yang selalu menyalahkan Tuhan akan takdir kehidupannya yang tidak sama dengan orang-orang lain yang dia kenal---orang-orang yang dianggapnya lebih berbahagia dibanding dirinya.
Rasa bencinya yang dahsyat telah menghilangkan nyawanya sendiri.
***
PENULISÂ : Rizkyel Kaendo
Catatan Kaki : Cerpen ini saya tulis pada pertengahan tahun 2023, tapi baru berhasil saya temukan lagi file soft copy-nya baru- baru ini. Semoga Anda "tergelitik" saat membacanya. Salam literasi!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI