Andai mudah jalan yang diimpikannya, dia tak akan mau kemana-mana lagi. Cukuplah di sini, bersama keluarga Surya yang hangat dan ceria. Namun jalan hidup masih panjang. Demi emak dan ayah akan diusahakannya menempuh rintangan terberat sekalipun. Semoga cita-citanya menjadi seorang guru ngaji akan tercapai. Dia tak mungkin merepotkan Pak Arif dan Istrinya terus. Ada keinginan mandiri dan bekerja sambil kuliah, namun semua harus dibicarakan dulu bersama agar Pak Arif dan Istri tidak salah sangka dengan keinginan hatinya.
Pagi-pagi sekali Sisi sudah mengemas barang-barang yang akan dibawanya ke kota. Termasuk barang-barang pemberian ibunya Surya. Yang awalnya datang hanya dengan sebuah tas, sekarang pulang dengan banyak bekal dan oleh-oleh.Â
"Nak, ibu akan tunggu kamu siap kuliah ya, ibu yakin kamu jodohnya Surya. Jaga diri baik-baik. Ibu pasti kesepian di sini gak ada yang marah-marah lagi sama ibu kalau ibu lambat makan."Â
Sisi berat hati meninggalkan ibu cantik itu, wajah tuanya semakin pucat. Terkadang Sisi bertanya Ibu sebenarnya sakit apa, namun ibu bilang tidak apa-apa.
"Sisi mohon doa restu ya bu, semoga Sisi bisa lulus dengan nilai yang baik dan lancar juga kuliahnya, aamiin."
"Aamiin, doa ibu yang terbaik selalu untuk kamu nak, kamu jangan lupain anak ibu ya."
"Ih Ibu bilang apa, terbalik tuh Bu, Bang Surya palingan yang lupain Sisi nanti." Matanya menjeling ke arah pemuda tampan itu. Yang dijeling malah menatap makin tajam seolah tak terima dikatakan begitu.
"Ibu cubit dia nanti kalau dia jahat sama kamu. Hehe."
"Sisi pasti merindukan kalian semua." Tak terasa air matanya jatuh begitu saja dan Ibu juga memeluk Sisi seolah tak rela melepaskan.
***
"Ini kue dan minumannya di makan, kalau tidur semua barang-barang tarok bawah saja, jangan tidur terlalu nyenyak, pokoknya habiskan sarapannya baru tidur lagi. Hati-hati banyak jambret." Beberapa menit lagi Busnya akan berangkat. Kesempatan itu tak disia-siakan Surya.