Tak hanya itu, Muhammadiyah juga mengajak petani tembakau untuk perlahan mengalihkan mata pencaharian mereka ke komoditas pertanian yang lebih sehat dan menguntungkan, melalui dukungan riset dan pemberdayaan ekonomi.
Rokok, sebagai zat adiktif yang umum dijumpai dalam kehidupan masyarakat Indonesia, telah lama menjadi isu silang antara kepentingan ekonomi, kesehatan, dan nilai-nilai keislaman. Di tengah meningkatnya kesadaran akan bahaya rokok, Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah mengeluarkan fatwa tegas: merokok adalah haram.
Fatwa ini tertuang dalam Putusan No. 6/SM/MTT/III/2010, yang didasarkan pada kajian komprehensif dari aspek kesehatan, sosial, ekonomi, hingga metodologi keislaman. Muhammadiyah menggunakan pendekatan maqid al-syar'ah tujuan syariat Islam yang menekankan perlindungan jiwa, akal, keturunan, dan harta sebagai pijakan utama.
Dari Makruh Menjadi Haram
Sebelumnya, Muhammadiyah menyatakan bahwa merokok hukumnya makruh (tidak dianjurkan). Namun, hasil Muktamar Tarjih ke-26 di Garut pada 2010 mengubah pandangan ini secara resmi menjadi haram, terutama bagi:
- Anak-anak dan remaja
- Ibu hamil
- Perokok di tempat umum
Perubahan ini merespons temuan-temuan ilmiah terbaru tentang bahaya rokok, tidak hanya bagi perokok aktif tetapi juga bagi perokok pasif.
Perspektif Kesehatan: Ancaman Nyata
Berdasarkan data World Health Organization (WHO), lebih dari 8 juta kematian setiap tahun disebabkan oleh konsumsi tembakau---1,3 juta di antaranya adalah perokok pasif. Dampak negatif rokok terhadap kesehatan mulai dari gangguan jantung, kanker paru-paru, hingga komplikasi kehamilan menjadikan rokok sebagai silent killer yang sulit dikendalikan jika tidak didukung regulasi dan kesadaran kolektif.
Di Indonesia, survei GATS 2021 mencatat lebih dari 59% masyarakat masih terpapar asap rokok di rumah, dan lebih dari 74% di tempat makan. Ini menunjukkan betapa masifnya ancaman rokok terhadap kesehatan publik.
Respons Sosial dan Ekonomi
Muhammadiyah menyadari bahwa fatwa ini tidak serta-merta dapat diterapkan tanpa kendala. Banyak masyarakat, termasuk petani tembakau dan pelaku industri, terdampak oleh kebijakan pengharaman. Oleh karena itu, Muhammadiyah mendorong proses transisi ekonomi melalui penyuluhan, pendampingan petani, dan alternatif tanaman pengganti.