Malam itu, angin berhembus pelan membawa aroma bawang goreng yang menggoda dari sebuah warung kecil di sudut Jalan Pendidikan 1, Cijantung. Warung Sego Goreng Suroboyo itu tampak sederhana, tapi ramai. Lampu kuning temaram menggantung, menyinari meja-meja plastik yang dipenuhi anak-anak muda dan beberapa orang tua yang larut dalam obrolan hangat.
Di salah satu sudut, duduklah Rama, lelaki tiga puluhan dengan hoodie biru dongker dan raut wajah yang lelah setelah seharian bekerja. Di depannya mengepul sepiring sego goreng abang yang baru diangkat dari wajan, ditambah segelas wedang cor dan es teh. Namun yang lebih menarik perhatian adalah boneka kecil Doraemon yang ia letakkan di samping piring.
"Masih inget Doraemon?" tanya Rama kepada Ardi, sahabat lamanya yang baru saja datang dan menarik kursi di sebelahnya. Ardi terkekeh, "Waduh, siapa sih anak 90-an yang enggak inget? Setiap minggu pagi, nungguin dia keluarin alat aneh dari kantong ajaib!"
Mereka pun larut dalam nostalgia. Ingatan akan Nobita yang ceroboh, Shizuka yang manis, Giant yang suka nyanyi fals, dan Suneo si pamer tak luput dari pembicaraan. Rasa rindu akan masa kecil yang bebas dari beban hidup terasa kental dalam obrolan mereka. Dan sego goreng abang itu, entah kenapa, rasanya seperti makanan masa lalu, sederhana tapi menghangatkan.
Seorang anak kecil mendekat ke meja mereka, menatap boneka Doraemon itu dengan mata berbinar. Rama tersenyum dan memberikannya kepada si bocah. "Kamu suka Doraemon?" tanyanya. Anak itu mengangguk cepat. "Aku suka banget! Aku pengen punya pintu ke mana saja!"
Ardi menatap Rama dengan mata yang sama berbinar, seperti dulu saat mereka masih SD dan meniru gaya lari Nobita pulang ke rumah. Mereka tertawa kecil. Di tengah hiruk-pikuk kota dan usia yang terus bertambah, tawa mereka malam itu terasa seperti pulang ke rumah lama yang nyaris terlupakan.
Sambil menyeruput wedang cor yang hangat, Rama berkata, "Kadang, yang kita butuhin bukan pintu ke mana saja, tapi tempat seperti ini. Tempat yang bisa bawa kita balik ke masa kecil walau cuma sebentar."
Malam terus bergulir, pengunjung datang dan pergi, tapi Warung Sego Goreng Suroboyo tetap hidup dengan tawa, cerita, dan aroma nostalgia. Di sana, Doraemon tak lagi sekedar kartun, tapi jembatan menuju kenangan bahagia yang tak pernah benar-benar hilang.
Dan malam itu, di tengah sego goreng dan obrolan ringan, dua sahabat kembali menjadi anak-anak, meski hanya untuk beberapa jam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI