Aku punya sahabat dekat bernama Novia. Kami bertemu untuk pertama kalinya saat duduk di bangku kelas X.3 SMA Negeri 5 Jember. Hari-hari awal di sekolah baru terasa menyenangkan karena kehadirannya. Novia bukan hanya teman dekat, tapi juga teman cerita, diskusi, dan tawa.
Ketika naik ke kelas XI, kami harus berpisah kelas. Aku memilih jurusan IPA, sementara Novia masuk ke IPS. Meski berbeda kelas, hubungan kami tetap erat. Kami masih sering bertukar cerita, belajar bersama di perpustakaan, dan sesekali pulang bareng naik motor masing-masing.
Aku punya motor Revo hitam yang selalu setia menemaniku dari rumah ke sekolah dan sebaliknya. Sementara Novia, dengan motor Beat merahnya, kerap kali melintas di depanku sambil tersenyum dan melambaikan tangan. Motor kami seolah menjadi saksi perjalanan persahabatan kami.
Waktu berlalu. Setelah lulus SMA, kesibukan kuliah dan pekerjaan membuat komunikasi kami perlahan meredup. Pesan-pesan hanya dibalas singkat, dan kadang malah tak terbaca. Begitu saja, kami terpisah selama lebih dari satu dekade.
Hingga suatu hari, aku melihat nama Novia muncul di notifikasi Instagram-ku. Ternyata kami sama-sama aktif di platform itu, dan tanpa sengaja kembali saling berkomunikasi. Rasa hangat itu muncul kembali, seperti tak ada jarak waktu yang memisahkan.
Kami mulai saling menyapa lewat DM, bercanda seperti dulu, bahkan berdiskusi soal hal-hal ringan seperti film dan makanan. Dunia maya menjadi jembatan baru dalam membangun ulang kedekatan yang dulu sempat pudar.
Suatu ketika, aku mengunggah foto motor Revo hitamku. Sudah 15 tahun motor itu menemaniku, sejak tahun 2010. Motor itu bukan sekedar kendaraan, tapi teman perjalanan, saksi bisu perjuangan, dan kenangan yang melekat kuat dalam hidupku.
Tak lama setelah itu, komentar dari Novia muncul di unggahan tersebut. "Wah, Revo hitammu masih ada! Beat merahku juga masih sehat loh, dari 2009!" Aku terkejut. Seorang wanita bisa setia pada motor yang sama selama lebih dari satu dekade, itu luar biasa. Seketika, ingatan masa SMA kembali mengalir deras.
Aku masih ingat betul, Beat merahnya dulu selalu terparkir di dekat gerbang sekolah, kadang di bawah pohon jambu. Motor itu identik dengan Novia, seperti diriku dengan Revo hitam. Dua kendaraan yang dulu hanya alat transportasi, kini menjadi simbol kebersamaan kami.
Dalam diam, aku tersenyum. Mungkin bukan hanya motor yang setia. Persahabatan pun bisa tetap hidup, meski dipisahkan waktu dan jarak. Dan mungkin, di antara Revo hitam dan Beat merah, ada cerita yang belum selesai.