Sekarang bola ada di tangan HTI sendiri untuk menjelaskan kepada publik simbol manakah yang digunakannya ketika melakukan pendaftaran Ormas.
Bila ternyata bukan simbol yang selama ini dituduhkan kepada Banser, maka langkah hukum selanjutnya adalah penerapan ketentuan dugaan pidana kepada salah satu Komisaris Republik ini.
Bukan hanya Banser atau GP Anshor saja yang nasibnya berada di ujung jari HTI. Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam), Kepolisian Republik Indonesia serta Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) juga memiliki nasib yang sama.
Karena kesemua lembaga tersebut dapat dikategorikan menebar kebohongan (Hoaks) bila ternyata HTI tidak mendaftarkan dirinya sebagai Ormas dengan Ar-rayah secara murni.
Hal ini sebagaimana ketentuan Pasal 14 ayat 2 UU nomor 1 tahun 1946 tentang Ketentuan Hukum Pidana. Yang berbunyi sebagai berikut:Â
"Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun."
Peristiwa pembakaran ini juga merupakan ujian baru untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) apakah bisa berbuat adil terhadap pelaku penebar kebohongan. Bila Presiden Jokowi dapat bertindak adil maka tentunya ini adalah bukti bahwa beliau adalah calon Presiden yang pantas untuk periode 2019-2024. Namun bila tidak tentu "2019 Ganti Presiden" lah jawabannya.