Mohon tunggu...
Risya TopanBasuki
Risya TopanBasuki Mohon Tunggu... Administrasi - mahasiswa

Risya Topan Basuki, asal Kediri lahir pada tanggal 11 Januari 2000 dengan memiliki hobi sepak bola, futsal. dan bulutangkis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Posyandu pada Program Stunting di Desa Kalasan Kabupaten Kediri

8 Desember 2022   07:27 Diperbarui: 11 Desember 2022   19:10 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Peran Posyandu pada Program Stunting 

di Desa Kalasan Kabupaten Kediri 

Risya Topan Basuki

 1111900019  

Program Studi Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

 Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

E-mail: risya.tb@gmail.com

Abstrak

Perempuan adalah elemen masyarakat yang mempuanyai fungsi dan peran. Permasalahan yang terjadi pada perempuan sangat beragam terlebih dari lingkungan gender. Oleh karena itu untuk mengoptimalkan peran perempuan perlu didukung dengan pemberdayaan melalui kesempatan dan peluang yang sama dengan kaum laki-laki. Dengan adanya program stunting ini diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada perempuan untuk menjadi perempuan hebat yang mandiri. Desa Kalasan ini merupakan salah satu yang peduli akan isu stunting pada balita. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan kebijakan sekoper di desa Kalasan. Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan metode observasi dari penelitian terdahulu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberdayaan perempuan melelui program stunting ini sudah dijalankan kurang lebih 4 tahun dan sudah maksimal dalam berbagai macam kegiatannya dan selalu memberikan yang terbaik dalam pelaksanaannya walaupun masih banyak kekurangan yang terjadi yaitu masih ditemukannya beberapa kendala pada aspek sumberdaya manusia yang kurang memadahi, sumberdaya finansial yang kurang mencukupi dan kurangnya sosialisasi program oleh birokrasi..

Kata kunci : Implementasi Kebijakan, Pemberdayaan stunting pada balita.

 PENDAHULUAN

Status gizi Bayi Dibawah Lima Tahun (balita) berpengaruh yang sangat besar dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang. Status gizi berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia dini tergantung pada asupan zat gizi yang diterima. 

Semakin rendah asupan zat gizi yang diterima, semakin rendah pula status gizi dan kesehatan anak. Gangguan gizi pada masa bayi dan anak-anak terutama pada umur kurang dari 5 tahun dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan jasmani dan kecerdasan anak.

Pertumbuhan sel otak berlangsung sangat cepat dan akan berhenti atau mencapai taraf sempurna pada usia 4-5 tahun. Perkembangan otak yang cepat hanya dapat dicapai bila anak berstatus gizi baik. Balita merupakan salah satu kelompok yang rawan gizi. Pada masa ini pertumbuhan sangat cepat diantaranya pertumbuhan fisik dan perkembangan psikomotorik, mental dan social. 

Balita mempunyai risiko yang tinggi dan harus mendapatkan perhatian yang lebih. Semakin tinggi faktor risiko yang berlaku terhadap balita tersebut maka akan semakin besar kemungkinan balita menderita gangguan nutrisi. Nutrisi yang tidak adekuat merupakan salah satu penyebab gangguan gizi pada balita, dimana balita yang nutrisinya tidak cukup akan berdampak pada gangguan gizi seperti kependekan atau stunting. 

Gangguan gizi kependekan merupakan rendanya tinggi dibandingkan usianya yang mengindikasikan gangguan kronis dari hormon pertumbuhan. Menurut WHO (2008), jumlah penderita gizi balita stunting di dunia mencapai 21% dan keadaan gizi balita pendek menjadi penyebab 2,2 juta dari seluruh penyebab kematian balita di seluruh dunia. 

Keadaan gizi balita kurus pada balita juga dapat dijumpai di Negara berkembang, termasuk di Indonesia. Masalah gizi balita kurus ini menjadi tantangan semua pihak dan petugas pelayanan kesehatan. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 didapatkan balita dengan gizi pendek sebesar 37,2%.

 Dari prevalensi total tersebut, Indonesia mengalami kasus balita pendek yag serius. Hasil Riskesdas pada tahun 2013 menyebutkan bahwa prevalensi balita pendek di desa Kalasan Kabupaten Kediri. Pada masa inilah kebutuhan bagi bayi sangat perlu diutamakan agar nantinya saat menginjak masa remaja semua mendapatkan kecukupan gizi yang sempurna dan seperti pada anak pada umumnya yang memiliki kemampuan otak yang sama dan tidak ada diskriminasi terhadap sesama walaupun setiap manusia memiliki kekurangan.

Dalam hal ini program stunting masih perlu dilaksanakan secara berkelanjutan agar tidak ada lagi balita yang kekurangan gizi sehingga tidak memiliki gizi yang cukup untuk masa pertumbuhannya nanti, karena penyebab stunting sendiri yakni dalam permasalahan asupan gizi pada anak, hormon pertumbuhan, serta terjadinya penyakit berulang adalah faktor penentu yang dominan. 

Adapun dampak yang ditimbulkan oleh stunting ini bisa dirasakan jangka pendek maupun jangka panjang. Pada jangka pendek, daya tahan tubuh anak akan berkurang dan mudah terserang penyakit, sedangkan pada jangka panjang akan menyebabkan berkurangnya perkembangan kognitif dan motorik pada anak. Keadaan ini jika dibiarkan terus menerus, akan mempengaruhi kualitas SDM bangsa Indonesia di masa depan. Sehingga dengan keadaan ini pemerintah Indonesia wajib melakukan investasi gizi pada masyarakatnya. 

Pemerintah sendiri telah mengeluarkan kebijakan  untuk mengatasi stunting di Indonesia adalah dengan menetapkan 5 (lima) Pilar Pencegahan Stunting komitmen dan visi kepemimpinan, kampanye nasional dan komunikasi perubahan perilaku, konvergensi, koordinasi, dan konsolidasi program pusat, daerah dan desa, ketahanan pangan dan gizi, serta pemantauan dan evaluasi (tribunnews.com. Ditetapkan juga 8 (delapan) aksi konvergensi yang harus dijalankan pemerintah yaitu Analisis Situasi, Rencana Kegiatan, Rembuk Stunting, Pembuatan Peraturan Bupati/Walikota, Pembinaan Pembangunan Kader Manusia, Sistem Manajemen Data Stunting, Pengukuran dan Publikasi Data Stunting, dan Review Kinerja Tahunan. Pilar dan aksi konvergensi ini wajib dilakukan semua aktor yang terlibat dalam penanganan stunting di Indonesia. Khusus untuk 8 (delapan) aksi konvergensi dilakukan oleh pemerintah kabupaten / kota di Indonesia yang masuk kedalam kategori lokus stunting.

Di desa Kalasan sendiri sudah dapat dikatakan membaik dalam hal pencegahan stunting pada balita ini, karena adanya pengawasan ketat dan prosedur yang dianjurkan oleh para petugas kesehatan melalui posyandu juga telah dilakukan secara intens dalam 1 bulan 2 kali dalam penyelenggaraan posyandu yang dilakukan di depan balai desa. Hal ini sangat berpengaruh besar dalam upaya perbaikan gizi pada balita yang dapat dikatakan masih rentan terhadap berbagai macam penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh dan program seperti posyandu yang memberikan suntik imunisasi dan juga stunting ini diharapkan dapat banyak membantu dalam pencegahan kondisi buruk tersebut. Dan pada masa pandemi Covid-19 telah merubah tatanan perilaku masyarakat, hal ini diperlukan agar pandemi tidak meluas. 

Sehingga pembatasan dilakukan di segala sektor, termasuk di bidang kesehatan. Hal ini membuat kegiatan penanganan stunting sedikit terhambat. Pada masa ini juga pemerintah juga menggalakkan nilai-nilai gotong royong di masyarakat, agar bersama dapat saling membantu bertahan dalam keadaan pandemi Covid-19 ini. Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu solusi untuk dapat bersama-sama bertahan dalam pandemi Covid-19 termasuk dalam penanganan stunting.

 Dalam hal ini dapat dikatakan para masyarakat sangat berpartisipasi sekali setiap ada kegiatan posyandu, dari 10 orang ibu yang memiliki anak balita semuanya datang dan mengikuti kegiatan tersebut sampai selesai tidak terkecuali pengarahan agar tidak terjadi kasus stunting pada balita. Pada kejadian tersebut kegiatan ini semakin dianggap positif dan sangat membantu bagi ibu pemilik balita agar anaknya tidak terkena penyakit stunting ataupun kekurangan gizi pada balita, sehingga nantinya pada saat sudah beranjak menuju usia anak-anak hingga dewasa dapat berkumpul dengan teman yang mereka inginkan tanpa dikecualikan dan dikucilkan.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penilitian ini adalah penelitian kualitatif dimana nantinya penelitian ini menggunakan metode observasi dan juga wawancara untuk mendapatkan data dan informasi dan setelah mendapatkan subyek yang stunting, peneliti menelusuri ada atau tidaknya faktor-faktor yang diduga mempengaruhi kejadian stunting yang diderita oleh subyek secara retrospektif melalui proses wawancara dengan menggunakan beberapa pertanyaan dalam lembar kuesioner. 

Penentuan kelompok kontrol dilakukan dengan cara memilih subyek yang memiliki karakteristik yang sama dengan kelompok kasus namun subyek tidak mengalami stunting pada saat penelitian dilakukan. Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan gizi ibu, tingkat konsumsi gizi balita, dan ketahanan pangan keluarga.

Variabel tingkat pengetahuab gizi ibu terdiri dari pengetahuan mengenai gizi seimbang, penyebab dan dampak stunting, serta ketahanan pangan. Variabel dependen adalah kejadian stunting. Sehingga nantinya akan mendapatkan data secara spesifik dan juga objektif dari masyarakat di Desa Pare terkait dengan adanya pencegahan Stunting pada balita.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kehamilan merupakan suatu fase yang ditunggu-tunggu kehadirannya oleh banyak pasangan suami istri karena melalui fase ini mereka akan mempunyai seorang buah hati pelengkap kehidupan rumah tangga mereka dimana kehamilan merupakan suatu rangkaian peristiwa yang baru terjadi bila ovum dibuahi dan pembuahan tersebut berkembang sampai menjadi fetus yang aterm. Saat hamil seorang wanita akan banyak mengalami perubahan pada kondisi fisik tubuhnya, perubahan tersebut mungkin relative pada tiap-tiap wanita. 

Saat hamil merupakan saat-saat paling membahagiakan bagi seorang calon ibu dan juga merupakan saat-saat perjuangan karena ia harus membawa beban berat selama sembilan bulan kemana pun ia pergi yaitu calon buah hatinya. Proses terjadinya kehamilan sendiri terjadi saat sel sperma laki-laki bertemu dengan sel telur matang dari wanita bertemu (kemudian terjadi proses pembuahan). 

Pertemuan itu terjadi setelah melakukan hubungan suami dengan istri dan akan bisa berhasil jika di lakukan oleh perempuan dewasa pada masa suburnya. Edukasi Centing Serasi telah menunjukkan manfaat yang positif terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap dari kader mengenai penerapan gizi. Seimbang pada masa pandemic Covid-19.

 Edukasi gizi dan kesehatan reproduksi dapat meningkatkan kecermatan ibu dalam implementasi praktik gizi seimbang, pola asuh serta peningkatan kesehatan reproduksi melalui pemilihan metode kontrasepsi yang tepat terutama dalam periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) (Markulis dan Strang, 2015). Berbagai model intervensi untuk mencegah terjadinya stunting pada balita sudah banyak dilakukan. Namun prevalensi stunting belum menurun secara signifikan. 

Hal ini dapat disebabkan umumnya model yang digunakan baru menargetkan pada perubahan pengetahuan dan sikap. Salah satu model yang digunakan adalah Emotional Demonstration (Emo Demo), yaitu metode edukasi masyarakat melalui pendekatan baru yang mengacu pada teori Behavior Centered Design (BCD) (Amareta dan Ardianto, 2017). Edukasi yang telah dilakukan pada kegiatan pengabdian kepada maysrakat dalam bentuk pesan berseri juga dapat dilakukan secara efektif dengan adanya komitmen dari kader posyandu untuk melaksanakan seluruh kegiatan dan memenuhi tata tertib yang ditetapkan selama proses edukasi berjalan.

Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana dapat diasumsikan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Pendidikan yang rendah tidak menjamin seorang ibu tidak mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai gizi keluarganya. Adanya rasa ingin tahu yang tinggi dapat mempengaruhi ibu dalam mendapatkan informasi mengenai makanan yang tepat untuk anak. 

Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, akan tetapi dapat diperoleh melalui pendidikan non-formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu. 

Pengetahuan tentang gizi pada orang tua dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu diantaranya adalah umur diamana semakin tua umur sesorang maka proses perkembangan mentalnya menjadi baik, intelegensi atau kemampuan untuk belajar dan berpikir abstrak guna, menyesuaikan diri dalam situasi baru, kemudian lingkungan dimana seseorang dapat mempelajari hal-hal baik juga buruk tergantung pada sifat kelompoknya, budaya yang memegang peran penting dalam pengetahuan, pendidikan merupakan hal yang mendasar untuk mengembangkan pengetahuan, dan pengalaman yang merupakan guru terbaik dalam mengasah pengetahuan.

Oleh karena itu diperlukan sebuah metode edukasi dapat dilakukan melalui berbagai cara baik diberikan oleh kader mapun peer group. Metode edukasi melalui peer group juga banyak dilakukan karena memberikan pengaruh signifikan dalam meningkatkan pengetahuan, sikap, perilaku yang dapat meningkatkan status kesehatan pada berbagai kelompok di masyarakat (Komalasari, Permatasari, Supriyatna, 2020; Permatasari, 2017). Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan tuntutan kondisi pandemi Covid-19 yang membutuhkan edukasi menggunakan berbagai aplikasi digital yang memudahkan penyampaian pesan kepada kelompok sasaran. 

Beberapa contoh aplikasi yang telah dikembangkan dalam memberikan edukasi gizi dan kesehatan adalah aplikasi 'SIMENCAR' yang digunakan untuk memberikan edukasi mengenai kesehatan reproduksi yaitu diberikan pada remaja putri pada masa prapubertas sebagai persiapan periode menarche (Risidiana, Purwati, Permatasari, 2020). 

Edukasi gizi sebagai upaya pencegahan stunting pada balita merupakan salah satu tujuan dari pembangunan kesehatan yang berkelanjutan dan tertuang dalam Sustainable Development Goals (SDG's) (WHO, 2018). Upaya pencegahan stunting secara efektif dapat dilakukan pada periode 1000 Hari Pertama Kehidupan, terutama pada saat kehamilan (Mistry, Hosain, Arora, 2019; Dhaded, et al, 2020). 

Berdasarkan data yang telah diperoleh dari wawancara yang dilakukan oleh peneliti program stunting di Desa Kalasan ini sudah semakin membaik dalam hal pencegahannya dan hampir tidak ada bayi yang terkena kekurangan gizi sehingga semua keluarga merasa baik dan senang dengan adanya posyandu dan juga program stunting yang sudah berjalan beberapa tahun ini. Posyanndu ini dikatakan sangat membantu sekali bagi masyarakat terutama bagi ibu yang memiliki bayi atau balita. 

Dalam hal ini kesehatan bagi semua kalangan masyarakat khususnya bagi balita dan ibu menyusui merupakan sesuatu yang sangat penting bagi para medis, karena bayi masih sangat rentan terkena berbagai macam penyakit yang bisa kapan saja membuat mereka terserang virus. Sehingga dalam kegiatan posyandu ini diharapkan dapat membantu balita dan ibu menyusui agar mengerti cara dan penanganan yang terbaik agar balita dapat terhindar dari berbagai penyakit tersebut.

KESIMPULAN

Dalam upaya pencegahan stunting pada balita ini sudah selayaknya diberitahukan pada setiap ibu dan keluarga agar balita mereka terhindar dari penyakit yang menyebabkan bayinya terkena kekuarangan gizi. 

Disini peran posyandu sudah dapat dikatakan baik agar memberikan segala pengetahuan dan bantuan dalam imunisasi serta kegiatan lainnya seperti mendatangi beberapa keluarga yang memiliki bayi dengan memberikan pengetahuan serta mengajarkan cara yang dapat mencegah terjadinya penyakit stunting pada bayi. 

Stunting pada balita di Desa Kalasan ini sendiri dapat dikatakan hampir tidak ada, namun peran posyandu juga tidak berhenti disini agar mencegah akan terjadinya hal tersebut sehingga terwujud masyarakat sehat dan keluarga bahagia. Edukasi 'Centing Serasi' (Cegah Stunting melalui Pesan Gizi Seimbang secara Berseri) terbukti dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap kader Posyansdu di wilayah Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. 

Oleh karena itu rekomendasi yang dapat diberikan dari hasil kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat ini adalah: 1. Melakukan edukasi Cemting Serasi secara luas, dilakukan terhadap kader lainnya di wilayah yang menjadi lokus stunting; 2. Melakukan tindak lanjut kegiatan ini dengan meneruskan edukasi kepada sasaran utama yaitu ibu hamil, ibu balita, dan elemen keluarga atau pihak terdekat lainnya yang berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan balita.

DAFTAR PUSTAKA

Dinas provinsi Jawa Timur2016. Profil Kesehatan Jawa Timur.

Surabaya:  Dinkes  Provinsi  JawaTimur.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.Riset Kesehatan Dasar 2018. Jakarta: Badan  Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,Departemen Kesehatan, Republik Indonesia;2018.

Permatasari TAE, Sartika RAD, Achadi EL,Purwono U, Irawati A, Ocviyanti D, et al.Does breastfeeding intention among pregnant mothers associated with early initiation of breastfeeding?. Jurnal Kesehatan Repro-duksi. 2016; 7(3):169-184.

Wahyuni, S. S., Supriatna, P., & Andriani, D. (2021). Pemberdayaan Perempuan Melalui Program Sekolah Perempuan Capai. 3(2), 1--13.

Robby, U. B., & Tarwini, W. (2019). INOVASI PELAYANAN PERIZINAN MELALUI ONLINE SINGLE SUBMISSION (OSS) Studi Pada Izin Usaha di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi. Administratio: Jurnal Ilmiah Administrasi Publik Dan Pembangunan, 10(2), 51--57. https://doi.org/10.23960/administratio.v10i2.98

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun