Mohon tunggu...
Risman Senjaya
Risman Senjaya Mohon Tunggu... Lainnya - Writer Wannabe

Writer wannabe. Hobi fotografi dan musik. Peminat novel Tere Liye dan Ika Natassa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tiket Terakhir ke Surga

26 Oktober 2020   06:00 Diperbarui: 26 Oktober 2020   07:02 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Untuk kesekian kalinya aku terbangun oleh suara itu. Suara yang selalu mengelus lembut kerasnya dinding hatiku. Menggelitik kerinduan akan sepotong episode masa lalu. Tak seperti biasanya, kali ini terasa lebih meremas-remas hati. Tak bisa kuabaikan.

Kusibakkan bed cover dan melerai pelukan wanita disebelahku. Aku duduk ditepian ranjang, mengumpulkan nyawa sejenak. Sial! Kepala ini masih terasa berat. Penanda waktu menunjukkan lewat sedikit dari pukul empat pagi. Kuseret langkahku gontai menuju balkon apartemen. Aku duduk di kursi kecil menyapu pandang ke selatan dari ketinggian lantai delapan ini. Sejenak kupandangi botol Sababay Wine Lambrusco sisa semalam. Kubiarkan udara subuh hari mulai mengisi paru-paru. Entah mengapa terasa segar sekali. Mungkin karena belum bercampur dengan nafas para munafik.

Suara itu kini lebih jelas terdengar. Suara bariton Syaikh Al Mathrud melantunkan surat An-Naba'. Setengah berbisik kuikuti bacaan ayat suci itu. Sudah banyak bagian yang terlupa, tapi aku berusaha mengingat kembali. Lanjut surat An-Nazi'at, 'Abasa, At-Takwir, Al-Infithar, Al-Muthaffifin, dan Al-Insyiqaq. Seperti mesin waktu, suara itu membawa kenangan masa lalu. Masa dimana duniaku begitu damai walau tanpa diliputi berbagai kesenangan. Masa dimana aku dikelilingi oleh karib sahabat yang bersahaja. Ah, sungguh masa yang ingin kuulang, lirihku.

Sisa kebaikan dalam diriku terus merajuk untuk mendatangi suara itu. Namun bala tentara iblis menghadang nurani. Pertempuran tak seimbang pun tak terelakkan. Namun entah mengapa, disaat terdesak, sisa kebaikan dalam diriku seperti mendapatkan kekuatan baru. Kekuatan yang entah datangnya dari mana. Ah, aku harus datangi suara itu.  

Segera aku masuk dan membersihkan diri. Kukenakan kemeja Raoul putih dan celana chino krem sisa semalam. Sejenak kupandangi wajah jelita yang sedang terlelap. Siapakah dia? Kau tentu bertanya-tanya bukan? Sebut saja ia friend with benefit-ku. Semalam kami habiskan waktu untuk sesuatu yang biasa kami sebut wine wine solution. Ritual yang biasa kami lakukan untuk sejenak melepas beban masalah. Sekedar pelarian ditemani wine asal Bali yang jadi favorit kami. Ritual akan berhenti saat kami berdua sudah tipsy, setengah mabuk. 

Kuhentikan lamunan tentang wanita dihadapanku. Kusambar kunci mobil dan gawaiku lalu bergegas keluar. Lorong dan lobby apartemen begitu sepi. Aku bisa mendengar langkah kakiku sendiri menggema. Sesampainya di parkiran, suasana juga lengang. Kupacu Toyota Yaris merahku membelah lengangnya lalu lintas jalan M.H. Thamrin--Tangerang.

Iqomat sudah berkumandang saat kuparkir mobilku dipelataran masjid asal suara itu. Bergegas kuambil air wudhu dan bergabung dengan shaf sholat. Sang imam yang masih muda, membaca surat Ar Rahman di rakaat pertama dan surat Al Mulk di rakaat kedua dengan syahdu. Selesai sholat, sang imam duduk berbalik menghadap jamaah. Satu persatu jamaah ia tatap. Saat menatapku, ia terkejut lalu segera mendatangi dan duduk dihadapanku.

"Assalamu'alaikum. Ini Ridho Kurniawan kan?" ujar sang imam seraya menyodorkan tangannya.

"Wa'alaiku salam, i... iya betul pak ustadz, saya Ridho Kurniawan. Kok pak ustadz kenal saya?" tanyaku heran sambil menyambut uluran tangan pria berjanggut lebat itu.

"Ya jelas kenal, kita kan dulu pernah sekelas waktu SMA. Coba ingat-ingat lagi," balas sang imam dengan senyum mengembang. Masa SMA telah berlalu satu dasawarsa, tentu bukan hal mudah mengingatnya kembali. Aku tatap dalam-dalam, mencoba mengingat-ingat siapakah gerangan orang dihadapanku ini. Wajahnya mengingatkanku pada seseorang, tapi aku ragu.

"Ini Leonard Wijaya bukan?" Kusebut sebuah nama tersohor masa berseragam putih abu-abu dahulu. Bukan karena prestasinya, tapi karena ulah bengalnya. Terlalu panjang catatan keonaran yang dibuatnya bila harus disebutkan. Satu yang paling menghebohkan adalah saat ia ditahan pihak berwajib karena mengedarkan ganja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun