Mohon tunggu...
Riska Yunita
Riska Yunita Mohon Tunggu... Bankir - Karyawan Swasta

Be your own kind of beautiful

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Wanita Terlalu Cerdas Sulit Dapat Pasangan, Benarkah?

18 Oktober 2020   08:03 Diperbarui: 18 Oktober 2020   22:53 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: journal.sociolla.com

Ketika wanita yang dianggap sudah cukup siap secara usia untuk menikah namun belum melakukannya, pasti pernah mendapati komentar-komentar "sok tahu" dari orang sekitar, bukan? 

Entah dikomentari karena terlalu picky, sibuk dengan karir, dianggap terlalu sulit di dekati, atau hal-hal lain yang bisa dijadikan kambing hitam atas latar belakang mengapa mereka belum juga menikah.

Di kesempatan kali ini, saya ingin membahas sudut pandang perihal komentar yang menyatakan alasan wanita belum menikah karena mereka terlalu sulit untuk didekati. Dalam konteks ini, perihal wanita-wanita yang katanya memiliki intelektualitas tinggi sehingga membuat pria merasa "rendah diri".

Wanita seperti apa sih yang dikategorikan berintelektual tinggi itu?

Mereka yang mengemban pendidikan setinggi mungkin, mereka yang berkarir dengan passion yang mumpuni, mereka yang berani secara vocal, atau mereka yang bertindak sebagai pemimpin di lingkungannya?

Wanita-wanita seperti ini biasanya memiliki cara pandang yang cukup tinggi tentang ambisi dan tujuan hidup mereka sendiri. Cara pandang yang akhirnya membentuk prinsip yang kuat perihal apa yang mereka ingin lakukan dan raih dalan hidupnya. Prinsip hidup yang secara tidak langsung membentuk karakter atau personality yang terlihat tangguh untuk katanya bisa didekati oleh para pria.

Lihat saja wanita-wanita yang meskipun masih kepala dua, namun sudah bisa menyelesaikan pendidikan magister atau bahkan program profesionalitas tinggi lainnya. 

Melihat gelar yang dimilikinya saja sudah cukup membuat beberapa pria merasa gentar untung mendekat. Mereka seolah merasa terintimidasi atas gelar sang wanita. 

Padahal untuk sang wanitanya sendiri, pendidikan yang mereka tempuh adalah rasa cinta mereka akan apa yang ingin mereka pelajari. Mereka cenderung memanfaatkan kesempatan yang ada untuk bisa terus belajar tentang hal yang ingin mereka kuasai. Bukan maksudnya ingin terlihat tinggi di mata laki-laki, ini tentang ambisi mereka akan hal yang ingin mereka pelajari dan kuasai.

Wanita yang bergelar tinggi, bukan berarti mereka memiliki kriteria yang harus juga tinggi secara pendidikan. Dalam hal ini, mereka hanya butuh pria yang mendukung cita-citanya dan memiliki pandangan terbuka soal wanita yang berpendidikan tinggi. 

Menurut mereka, pria yang mampu menghargai hal yang demikian sudah memiliki kualitas tinggi untuk bisa dijadikan pasangan yang kelak mendampingi mereka menggapai apa yang sedang dicita-citakan.

Pernah melihat wanita yang melakukan pekerjaan sesuai passion-nya? Sepeti mereka yang suka bicara dan akhinya menjadi manajer pemasaran dari sebuah perusahaan. 

Penulis-penulis muda yang dicintai dan diikuti ribuan bahkan lebih pengikut di media sosialnya. Banker yang cakap dengan dunia finansialnya. Atau masih banyak profesi lain yang dilakukan oleh mereka yang passion-nya juga sejalan dengan itu.

Bagaimana pandangan kalian terhadap wanita-wanita yang seperti itu? Hal pertama yang terlintas di kepala kita mungkin hal yang sama. Mereka wanita pintar. Wanita yang bisa berkarir dengan passion yang mereka miliki. 

Mereka yang dengan cakap dan profesional melakukan karir yang pastinya sudah menjadi impian yang mereka ingin lakukan. Karena tidak semua orang punya kesempatan untuk bisa bekerja sesuai dengan passion yang mereka miliki, sehingga wanita-wanita yang seperti ini terlihat lebih spesial.

Menjalani pekerjaan sesuai dengan apa yang kita cintai akan memberikan kesan bahwa kita sudah sangat cakap dengan pekerjaan kita ini. Itulah yang akhirnya membuat pria ragu mendekati wanita yang demikian. 

Mereka ragu apakah mereka bisa memasuki dunia Sang Wanita ketika Sang Wanita ini sendiri sudah memiliki dunia yang begitu dia cintai. Pria merasa tidak dibutuhkan untuk wanita-wanita yang seperti ini.

Dalam realita kehidupan, tidak mudah untuk memilih apa yang sebenarnya kita mau. Ketika kemampuan kita ada di A, belum tentu akhirnya kita bekerja dengan kemampuan A tersebut. 

Entah karena lingkungan sekitar yang tidak mendukung, kesempatan yang belum ada atau sisi keuangan yang tidak memberikan jalan. Wanita yang akhirnya berkarir seusai dengan kemampuan dan passion yang mereka memiliki pasti memiliki perjuangannya sendiri. 

Bukan artinya mereka tidak memerlukan orang lain sekalipun mereka sudah memiliki dunia yang mereka cintai. Mereka justru butuh cara pandang lain yang setidaknya membuat mereka tetap bisa menghargai bahwa tidak semua orang bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan dalam hidupnya. Mereka butuh pria yang tidak membuat mereka lupa diri dan selalu menghargai kehidupan orang lain disekitarnya.

Lalu ada lagi kelompok wanita yang berani bicara dan menyuarakan pandangan atau hal yang ingin diperjuangkan. Wanita-wanita yang berani secara vocal. Yang bicaranya selalu memiliki isi bukan sekedar pembicaraan omong kosong.

Mereka yang seperti ini membentuk filter tersendiri bagi pria yang ingin mendekat. Para pria akan berpikir wanita seperti ini akan selalu mendebat. Pria cenderung suka wanita penurut dibanding wanita yang suka beragumen. 

Padahal wanita-wanita ini hanya butuh pria yang bisa diajak bicara. Bukan pria yang merasa berkuasa atas pasangannya. Lebih mengarah kepada pria yang mampu diajak berdiskusi bukan untuk mendebatkannya dan membuatnya menjadi drama.

Wanita yang berani vocal tidak selalu mereka yang berpendidikan tinggi atau memiliki posisi tinggi. Mereka adalah para wanita yang memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi dan ingin memperjuangkan sekitarnya atas hal-hal yang tidak sesuai jalannya. Mereka yang berdebat untuk dirinya dan sekitarnya dengan berporos pada rasa kemanusiaannya.

Yang terakhir adalah wanita-wanita yang posisinya membuat pria merasa insecure. Mereka yang menjadi kepala bagian, pimpinan perusahaan, ketua direksi atau posisi pemimpin lainnya di dalam dunia kerja. 

Hanya dilihat dari posisinya saja sudah cukup membuat pria berpikir dua kali untuk mendekat. Seperti harus melampaui tembok yang sulit dipanjati. 

Memang tidak salah jika pria akan berpikir demikian kepada wanita pemimpin-pemimpin ini. Namun di balik jiwa kepemimpinannya, mereka juga wanita yang butuh dipimpin. 

Bahkan karena kesehariannya mereka yang harus mengayomi dan memimpin, mereka akan luluh pada pria yang mampu memberikan rasa demikian untuknya. 

Wanita-wanita ini justru memiliki hati yang lebih lembut jika ada pria yang mampu memberikan rasa perlindungan dan sikap pemimpin yang mereka butuhkan.

Dari semua kelompok wanita tersebut, pada intinya, wanita-wanita ini hanya sedang melakukan apa yang dicintainya. Belajar, berkarir, bersuara ke publik. Semua itu tentang hal-hal yang mereka sukai dan kuasai.

Tidak ada maksud untuk membentuk tembok yang seperti orang katakan. Sulit didekati. Bukan mereka yang membentuk tembok ini, tetapi orang lain yang melihatnya hanya dari luarnya saja.

Sebanyak apapun gelar pendidikannya, sebaik apapun karirnya, seberani dan selantang apa mereka berbicara, mereka semua adalah wanita. Tidak berbeda dari wanita-wanita lainnya. Sepandai apapun, mereka tetap butuh pasangan yang mendukung cita-citanya. 

Semandiri apapun, mereka tetap butuh tempat untuk bersandar. Secakap apapun, mereka butuh pasangan yang mengisi kurangnya. Karena mereka juga manusia, tidak ada yang sempurna.

Teruntuk para wanita, tidak perlu takut untuk menjadi pintar. Kalian adalah para calon ibu yang kelak melahirkan anak. Bukankah penelitian juga menyebutkan bahwa kecerdasan seorang anak menurun dari ibunya? 

Maka jangan pernah berhenti belajar hanya karena komentar orang yang membuat gusar. Hidup kita adalah tanggung jawab kita sendiri. Bukan berdasarkan komentar dan cibiran orang.

Ketika orang beranggapan bahwa terlalu pintar membuat kita sulit menemukan pasangan, ingatlah bahwa kita hanya belum menemukan pasangan yang sepadan. 

Sepadan bukan dalam hal jabatan atau tingkatan. Melainkan sepadan cara pandangnya tentang impian dan kehidupan di masa depan.

"Tidak perlu mengganti mahkotamu dengan topi hanya untuk membuatmu menjadi lebih ringan. Temukan dia yang mampu mengangkatmu berserta mahkota di kepalamu." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun