Mohon tunggu...
Riska Yunita
Riska Yunita Mohon Tunggu... Bankir - Karyawan Swasta

Be your own kind of beautiful

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Selamat Hari Kasih Sayang, Pangeran

15 Februari 2020   14:04 Diperbarui: 15 Februari 2020   14:07 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kurasakan banyak tangan menjaga badanku agar tetap tegap berdiri menghadap ranjang. Aku mendekap wajahku dengan telapak tangan yang sudah keriput karena dinginnya air hujan. Rasanya terlalu sakit untuk bisa ku tahan.

"Rega kenapa? Kenapa dia tidur di sana? Kenapa rega tidak melihat Naya?" tangis diamku mulai berubah menjadi drama.

"Ga...buka matamu Ga. Aku di sini. Sayang, aku di sini. Kamu kenapa sayang?"

Pandanganku mulai mengarah liar ke sekeliling ranjang. Bertanya dengan barbar perihal apa yang sedang terjadi di depan mataku saat itu. Tak ada yang mampu menjelaskan. Semua masih terpukul dengan pemandangan menakutkan di atas ranjang. 

Dan esok paginya, aku terbangun dengan sakit yang sulit untuk diungkapkan. Kepalaku terasa berat. Seperti habis menghantam benda keras namun tak berdarah. Hanya terasa memar di seluruh bagian. Sakit dan berat.

Mataku sulit untuk dibuka. Terlalu sulit melihat cahaya yang menembus langsung ke bola mata.

"Naya, ayo kita siap-siap."

Sayup-sayup terdengar suara Ibu mengerahkanku untuk segera beranjak dari tempat tidur. Tempat tidur yang berada dalam ruangan bercat putih dengan pemandangan yang sudah tak asing lagi bagiku. Ruangan dengan aroma yang membuatku semakin rindu.

Tanah liat itu sudah menumpuk menjadi sebuah gundukan seukuran manusia yang berbaring. Bunga-bunga sudah berjatuhan dengan indah di atas tanah coklat dengan papan nama yang membuatku sadar  akan pemandangan apa yang sesungguhnya terjadi di depan mataku.

Dia yang kemarin duduk di hadapanku dengan sajian makan malam mewah itu sudah tertidur pulas di balik gundukan tanah liat di depanku.

Secepat itu aku harus kehilangan pria sederhana yang menutup hari terakhirnya dengan aksi bagaikan pangeran di luar sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun