Mohon tunggu...
Riska Y. Imilda
Riska Y. Imilda Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

IG: riskayi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Berakhir

2 Juli 2018   07:59 Diperbarui: 2 Juli 2018   08:19 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Lalu, aku harus apa?'

"Kita tidak pernah menyelesaikan soal akhir. Sebenarnya, untuk apa kita harus mempertahankan dan herharap akan menemukan kata selesai dalam kisah. Sedangkan, kita hanya terdiam dan masa bodo mengenai kata 'akhirnya'. Kita harus putuskan," kataku kesal.

Selama ini, kami menutupi perbedaan bahkan menghilangkannya dalam ingatan. Kami berjalan sesuai rencana yang kami inginkan. Tak pernah memikirkan 'ending' dari sebuah perjalanan itu. Mengesampingkan masa depan dan seakan tak peduli menyoal poin tersebut.

"Sebenarnya kita sudah tahu akhirnya ceritanya Ra. Jika kita pertahankan, maka kamu harus siap dengan berbagi rintangan dan permasalahan kedepannya. Apabila, kamu ingin menyudahi semua ini. Kamu harus kuat untuk bisa menghilangkan rasa bahkan membuangnya jauh. Kita paham akhirnya, tapi kita pura-pura tidak tahu Ra." jawab dia. Matanya memandangku lirih.

Aku terdiam. Aku tahu akan seperti apa akhir pertemuan ini. Tetapi, nyatanya aku tak cukup berani membuat keputusan.

"Jadi?" tanyaku singkat.

Dia menepuk celana jeansnya yang terkena pasir, lalu mengubah posisi duduk. Kaki jenjang itu, ia selonjorkan. Matanya kosong dan kulihat ada titik-titik bening yang tersimpan penuh di pelupuknya. Keningnya dikerutkan. Tak lama itu, ia mengangkat tangan dan mengusap matanya. Aku baru tersadar. Dia menangis.

"Sebenarnya, aku tidak tahu harus berbuat apa Ra. Tapi, sepertinya kamu ingin aku yang mengatakan kata  'berakhir'. Jadi, sampaikan pada Mama mu, aku tidak bisa bertemu dengan beliau. Salam hormat dari aku yang berharap agar mama mu tetap sehat selalu,"

Dadaku sesak. Akhirnya kata-kata itu terlontar dari seseorang yang selalu berusaha untuk bertahan. Kepalaku panas, entah karena matahari atau ucapannya yang membuatku rasanya ingin berendam saat itu juga di pantai.

"Terima kasih Ra, atas bahagia dan dukanya. Aku akan belajar menjadi pria yang terlepas dari perasaan terikat padamu. Aku akan berusaha, aku harap kamu juga. Aku tahu, ini tidak mudah untuk dilewati. Tapi, aku paham kamu adalah perempuan tangguh yang punya banyak akal untuk menyelesaikannya. Semoga hal tersebut, berlaku padaku juga."

Dia mengakhirinya. Aku tak banyak berbicara. Aku hanya mengangguk dan bersikeras menahan semua emosi tangisanku. Semua hal yang dibayangkan selama ini, hari ini terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun