Mohon tunggu...
Riska Y. Imilda
Riska Y. Imilda Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

IG: riskayi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kembali Diam

22 Oktober 2017   20:26 Diperbarui: 23 Oktober 2017   19:56 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: www.aconsciousrethink.com

Saat ini, aku masih duduk seorang diri dengan memandang beberapa tulisan yang cukup menyentuh hatiku. Aku ingin menangis hari ini, seperti biasa tanpa penyebab. Terkadang aku sebal dan menyesal setelah usai membaca beberapa buku yang menyayat hati. Tiba-tiba ada perasaan yang memancingku untuk menangis dan mulai berimajinasi. Aku sedih.

Tetapi sebenarnya bukan itu yang aku akan ceritakan, cerita ini akan mengisahkan 'Aku' yang selalu seperti ini. Membisu. Kaku. Dan berpura-pura. Kapan ini akan usai? Benarkah akan ada kata terakhir? Aku percaya sebuah yang ada di akhir. Tetapi saat ini aku lelah harus berpura-pura. Kau tahu? Setelah aku menulis ini tetap saja tidak ada perubahan yang datang. Kau tahu sekarang dadaku semakin sesak dan ingin menangis. Sesak sekali.

Jika kalian pernah membaca ceritaku yang "Tunggu  di Pojok", inilah kelanjutannya. Kau tahu cerita itu khayalan, hanya beberapa scene saja yang nyata. Kenapa sesuatu yamg berbeda itu selalu menarik untuk dilakukan. Kau tahu aku hanya bisa menulis kisah cinta saat aku sedih dan terpuruk. Terkadang aku mengharapkan sesuatu yang romantis itu menjadi nyata, seperti yang lainnya. Tidak diam seperti ini. Selalu.

Terkadang juga aku ingin sekali tidak merasakan hal itu. Agar aku tidak menyesal akhirnya, sebenarnya ini mengasikkan tapi lelah kawan! Aku harap kalian jangan sepertiku. Jangan! Aku bilang.

 Tapi...

Aku suka saat langit mendung lalu aku pergi ke sebuah ruangan yang besar itu. Menurutku itu dapat dikatakan bangunan yang ajaib. Lewatkan soal bangunan, aku ingin katakan bahwa di sore yang tak terlihat senja ini dan hanya ada suara hujan serta langit gelap. Aku duduk bersamanya di ruangam sebesar ini. Melihatnya, lewat gerak-gerik hitam itu, mencuri pandang untuk menatap sang legam itu. Aku duduk berdua dengannya.

Jangan anggap aku duduk bersebelahan, maksudku dia di ujung sana dan aku diam-diam menyurvei tempat duduk yang setidaknya dapat memandang sepatu itu. Ini sudah cukup.Hujan semakin deras sebenarnya aku ingin kembali tapi hati masih terpaut. Tak apakah aku berlama?

Sekarang dia hilang, mataku mulai liar. Dan hatiku berkata jangan pergi dulu, aku masih disini. Tidakkah kasihan padaku? Jika kau membiarkan aku sendiri mencari kau. Sedangkan kau asik dengan kata-katamu.

Kau bukan pertama, ingat! Ada beberapa dari mereka yang aku jadikan objek hatiku dalam tulisan. Bukankah kau beruntung memilik sang keterpautan hati. Cukup! Ini bukan drama....

Tapi untuk kali ini, ayolah wujudkan cerita hatiku..

Bukan Cuma di angan dan tulisan saja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun