Ningrum tertawa kecil setelah berhasil meredakan batuknya. "Waalaikum salam, imamku,"ucapnya dengan nada manis, membuat hatiku menghangat.
Dengan langkah perlahan aku berjalan mendekati Ningrum lalu memeluknya erat. "Aku sayang kamu,"ucapku dengan perasaan membuncah.
"Aku tahu,"ucapnya lembut.
Sebuah jawaban singkat yang membuat air mataku jatuh luruh, meruntuhkan sisa-sisa tembok pemisah di antara kami. Untuk pertama kali dalam hidupku, aku memperlihatkan kelemahanku pada seseorang selain orang tuaku. Rasanya aku menemukan kedamaian baru dalam diri istriku. Jika di suruh mengandaikan, mungkin aku akan mengibaratkannya seperti bisa bertemu air saat kehausan. Aku butuh dan dia ada. Tidak kurang, tidak lebih.
###
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI