"Prioritasku udah ganti. Itu aja sebenarnya. Diriku sendiri sebenarnya nggak banyak berubah,"terangnya. Setelahnya terdengar seruputan dan kunyahan, seolah-olah kami hanya membicarakan hal ringan yang tidak perlu terlalu di seriusi. "Kamu sendiri juga berubah setelah nikah. Jadi lebih toleran. Padahal dulu kamu tipe yang kaku banget. Jadi, kita nggak beda jauh kan?"
Aku tertawa pelan. "Aku berubah bukan karena perempuan. Aku cuma sibuk bahagia untuk bisa mempermasalahkan semua itu. Istriku selama ini nggak bikin kecewa. Semuanya terjadi begitu saja."
"Bukan karena do'a istrimu?"
"Maksudnya?"
"Jangan lupa, kita ini cuma hamba Allah SWT, Tino. Kita nggak lepas dari kendalinya. Kalau istrimu berdo'a demi hubungan kalian mungkin aja Allah SWT melembutkan hatimu untuk kebahagiaan kalian."
Aku terkekeh pelan. "Nggak tau, lah. Aku nggak sereligius kamu, Dan."
"Belajar makanya. Udah jadi imam loh sekarang."
Aku terkekeh lagi kemudian melanjutkan makanku. Usulnya boleh juga untuk dipertimbangkan.
###
Ningrum sedang mendengarkan musik pakai ipod di ruang tamu ketika aku pulang ke rumah. Sepiring kroket singkong terhidang di meja tamu. "Assalamualaikum,"ucapku kaku karena belum terbiasa.
Ningrum tersedak kroket singkong yang sedang ia kunyah, membuat wajahku panas. Kekagetannya membuatku merasa tidak pantas mengucapkan salam. "Aneh, ya?"tanyaku.