Mohon tunggu...
Riskawati
Riskawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Hobi baca novel

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sahabatku Ruang Hijrahku

5 Desember 2023   20:15 Diperbarui: 5 Desember 2023   21:03 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Zahra atau biasa disapa Ara adalah mahasiswi baru di sebuah Universitas di Yogyakarta. Ia merupakan anak tunggal. Ayah dan ibunya pemilik perusahaan produk kecantikan. Meskipun Ara berasal dari keluarga yang berkecukupan, ia tetap mematuhi perintah orang tuanya. Ara terkenal sebagai anak yang pintar. Sejak duduk di bangku sekolah, ia selalu mendapatkan nilai tertinggi. Hobinya membaca dan suka traveling . Namun, 2 bulan terakhir ia sudah tidak pernah bepergian jauh seperti halnya healing, karena saat itu kekasihnya meninggal dunia akibat kecelakaan. Saat itu juga ia merasa terpuruk dan tak ada lagi yang bisa mengajaknya bepergian. Teman-teman masa SMA-nya juga sedang menempuh pendidikan di kampus yang berbeda bahkan ada yang keluar negeri. Saat ini, ia mencoba bangkit dari kesepiannya dengan mencari baru teman di kampus.

"Ma, Ara pamit ya ke kampus, dah." sambil berjalan menuju mobil.

"Hati-hati ya, nak." ucap ibunya.

Pukul 08.00 Ara tiba di kampus dan segera memasuki kelas. Sembari menunggu dosen mata kuliah pertama, Ara menyempatkan membaca buku. Tak lama kemudian, dosen pun datang dan pembelajaran dimulai. Pembelajaran berlangsung selama kurang lebih 2 jam. Jadwal mata kuliah jam kedua masuk pukul 14.00, Ara mengisi waktu kosongnya di perpustakaan kampus. Saat itu, Ara melihat sebuah buku dan tertarik untuk dia baca. Sewaktu menjulurkan tangan saat ingin mengambil buku itu, tiba-tiba wanita bergamis dan bercadar hitam di sampingnya juga hendak mengambil buku tersebut sehingga tangan mereka saling tabrak.

"Maaf ya kak, saya gak sengaja." ucap wanita itu.

"Iya kak, gak apa-apa kok." kata Ara.


"Kakak aja yang baca." kata wanita itu sembari mengambil dan memberikan buku itu pada Ara.

"Udah, kakak aja. Gak apa-apa." Ara tersenyum.

"Okey. Terima kasih ya." kata wanita itu membalas senyuman Ara.

"Oo iya, boleh kenalan gak kak? Hehe." sambung wanita itu.

"Boleh banget kak." Ara tersenyum gembira.

Setelah beberapa menit mereka berkenalan, akhirnya mereka saling save nomor telepon. Sedari itu, Ara merasa sudah tidak kesepian lagi. Ia sudah punya teman di kampus. Walaupun mereka beda jurusan, namun itu tidak jadi penghalang bagi mereka bisa berteman. Ara dan teman barunya keluar dari perpustakaan bersamaan karena jam mata kuliah kedua segera masuk. Mereka berpisah di depan perpustakaan.

"Sampai jumpa lagi ya, Ra." sahut teman baru Ara.

"Okey. Dah.. Aku duluan ya." kata Ara sambil melambaikan tangannya.

Pembelajaran mata kuliah kedua Ara sudah selesai. Ia pun segera ke parkiran menunggu pak Ojan, supir rumahnya yang setiap saat mengantar dan menjemput Ara kemanapun dan dimanapun, termasuk saat ke kampus. Tak lama kemudian, pak Ojan datang dan Ara pun masuk ke mobil. Sepanjang perjalanan pulang, Ara merasa sangat bahagia karena sudah memiliki teman. Tak henti-hentinya ia tersenyum di dalam mobil.

"Hari ini, Non Ara terlihat sangat bahagia, tumben non." kata pak ojan tersenyum heran.

"Iya pak Ojan, Ara sangat bahagia hari ini. Pak ojan tahu nggak, Ara udah punya teman di kampus." kata Ara yang begitu sumringah sambil memukul pundak pak Ojan.

"Aww... sakit Non." ucap pak Ojan sedikit kesakitan.

"Aduh.. maaf pak Ojan, habisnya Ara seneng pake banget, pak." kata Ara dan memukul pak Ojan yang kedua kalinya.

"Syukurlah, Non Ara tidak kesepian lagi dan sudah punya teman jalan-jalan lagi deh. Pak Ojan ikut senang dengarnya." kata pak Ojan sambil memegang pundaknya yang masih sakit.

"Makasih ya, pak Ojan." ucap Ara bahagia.

Sesampainya di rumah, Ara segera turun dari Mobil dan menghampiri ibunya yang sedang duduk di sofa ruang tengah. Seketika, Ara memperlihatkan sebuah foto di handphone-nya. Terlihat dua sosok gadis, dan yang satunya memakai cadar. Gadis-gadis itu adalah Ara dan teman barunya.

"Ini siapa Ra?" tanya Ibu Ara.

"Ini teman baru Ara, Ma." jawab Ara terlihat sangat bahagia.

"Wahh, namanya siapa, nak?" kata ibu Ara.

"Namanya  Suci, Ma" jawab Ara.

"Gimana, Mama senang gak, Ara punya teman baru?" tanya Ara pada ibunya.

"Senang dong sayang. Apapun yang membuat mu bahagia, mama akan selalu dukung kamu selama itu hal yang baik. Mama lihat, Suci ini anak yang baik. Jadi, berteman baiklah dengannya ya, nak." kata ibu Ara.

"Makasih ya, Ma. Ara bangga punya mama dan papa yang selalu support Ara", mata Ara berkaca-kaca lalu memeluk ibunya.

"Iya sayang." ucap ibunya sambil mengelus Ara.

***

Ara menatap langit-langit kamarnya. Ia masih tak menyangka dengan apa yang ditemui dan didapatkan hari ini. "Tuhan, mengapa aku sebahagia ini bertemu dengan Suci? Semasa SMA, aku juga punya teman bahkan lebih dari satu. Tapi, mengapa kebahagaian sebuah pertemanan baru aku rasakan saat bersama Suci? Padahal, baru beberapa jam kenal dengannya", bisik Ara dalam hati.

"Hmm.. Suci lagi apa ya, sekarang? Aku chat aja deh." Ara tersenyum mengetik.

"Hai, Suci. Ini aku, Ara"

(5 menit kemudian belum ada balasan dari Suci)

"Kok Suci belum balas chat aku sih, apa dia lagi sibuk ya?" ucap Ara dan meletakkan handphon-nya di meja.

Tak lama kemudian, Ara mendengar notifikasi pesan.

"Assalamu'alaikum, Ra. Maaf ya, tadi aku masih baca qur'an jadi gak pegang hp." balas Suci.

            Ara seketika terdiam setelah membaca pesan Suci. Ia merasa sangat berbeda dengan Suci. Ara yang tak pernah baca qur'an bahkan mengucapkan salam pun sangat jarang ia katakan sekalipun kepada keluarganya. Ia merasa tertampar dengan sifatnya Suci yang begitu luar biasa.

"Iya, Ci. Gak papa." balas Ara.

"Ada apa Ra, ada yang bisa aku bantu?" tanya Suci.

"Besok kamu ada waktu kosong, gak? Aku mau kita kenalan lebih dalam lagi, hehe." kata Ara.

"Boleh, Ra. Kebetulan besok aku gak ke kampus. Kita mau ketemu di mana dan jam berapa?" tanya Suci.

"Di rumah aku aja, gimana? Mama dan papa aku besok libur kerja, jadi aku mau kenalin kamu ke mereka." kata Ara.

"Oh, yaudah. Nanti, alamat kamu kirim ke aku ya." kata Suci.

"Oke, Ci. Sampai jumpa besok", ucap Ara.

"Oke, Ra. Assalamu'alaikum"balas Suci.

***

Krrriing... krrriing... (alarm berbunyi menandakan pukul 8 pagi)

Ara membuka gorden jendela dan menuju balkon kamarnya. Menghirup udara pagi membuatnya terasa sejuk. Ia tak sabar ingin bertemu teman barunya. Lalu, ia membasuh muka dan menggosok gigi. Kemudian pergi menemui ayah dan ibunya yang sedang sarapan.

"Pagi, nak." sapa ayah pada Ara.

"Pagi, pa." Ara menyapa balik.

"Ma, pa. Ara mau kenalin teman baru Ara ke mama dan papa, boleh nggak?" tanya Ara.

"Teman baru? Kamu udah punya teman, Ra?", tanya ayah.

"Iya, pa. Ara udah punya teman sekarang. Ara harap, mama dan papa suka sama teman Ara. Semalam Ara mengajaknya datang ke rumah hari ini. Mama dan papa gak keberatan kan?" kata Ara.

"Gak papa dong sayang, papa dan mama justru senang bisa lihat anak kesayangan kita bisa tersenyum lagi" kata ayah meyakinkan Ara.

"Maksih ya ma, pa", Ara tersenyum bahagia.

***

(suara ketukan pintu)

"Assalamu'alaikum..." Suci memberi salam.

"Wa'alaikumsalam..." jawab bi Ina sambil membuka pintu.

"Temannya Non Ara ya, neng?", tanya bi Ina tersenyum.

"Iya, bu. Benar", Suci tersenyum.

"Oh,, silakan masuk neng", ajak bi Ina.

Ara pun menghampiri Suci yang sedang jalan bersama bi Ina menuju ruang tamu. Tanpa berlama-lama, Ara langsung menggandeng tangan Suci ke meja makan dan mengajaknya sarapan.

"Assalamu'alaikum om, tante", Suci menyalami tangan ayah dan ibu Ara.

Ara yang melihat sikap Suci begitu terharu, dan semakin merasa bahwa Suci adalah teman yang pas untuknya. Suci pun dipersilakan duduk. Tak lupa dituangkan susu dan ditawarkan roti dengan selai cokelat. Sembari sarapan, mereka bercengkerama. Suci terlihat seperti bagian dari keluarga Ara. Mereka kelihatan begitu akrab saat bercerita. Setelah sarapan, Ara dan Suci bersiap-siap ke mall. Tiba-tiba, Ara dihubungi teman kajiannya untuk kajian di hari itu juga, dikarenakan pemateri tidak bisa mengisi kajian esok hari --jadwal asli kajian--. Suci merasa bersalah karena harus membatalkan jalan-jalan bersama Ara. Suci pun  meminta maaf dan berpamitan ingin segera pulang. Baru beberapa langkah Suci keluar rumah, tiba-tiba Ara memanggilnya.

"Suci, aku boleh ikut kajian gak?" tanya Ara.

"Boleh banget, Ra. Dengan senang hati." jawab Suci tersenyum.

***

Ara dan Suci duduk bersampingan yang sedang mendengarkan materi kajian. Seketika Ara meneteskan air mata. Ia merasa dan sadar bahwa selama hidupnya hanya melakukan maksiat. Semasa pacaran, hampir setiap hari ia bertemu dengan kekasihnya. Tidak pernah membaca qur'an, bahkan salat pun sangat jarang. Semasa SMA, ia hanya menikmati kesenangan dunia bersama teman-temannya  dan melalaikan akhiratnya. Ara langsung memeluk Suci dengan erat. Menangis sejadi-jadinya dalam dekapan Suci. Tak lama kemudian, kajian pun usai. Peserta-peserta kajian lainnya termasuk pemateri sudah meninggalkan ruangan, hanya tersisa Ara dan Suci. Suci mencoba menenangkan Ara. Kemudian, Ara menceritakan hal apa yang membuatnya menangis.

"Aku sangat bersyukur bisa bertemu kamu, Ci. Aku nggak tau, bagaimana kehidupanku kedepannya jika tak ada kamu yang jadi teman ku saat ini. Sekarang aku paham, mengapa aku begitu bahagia sejak pertama kali aku bertemu dan mengenalimu. Allah ingin aku berubah melalui kamu. Kamulah jembatan hidayah yang Allah beri yang akan aku lewati menuju hijrah." ucap Ara dengan air matanya yang tak henti-hentinya mengalir.

"Ci, kamu gak keberatan kan berteman dengan aku? Aku adalah Ara yang punya masa lalu begitu kelam. Salat aku saja bolong-bolong bahkan seharian aku gak salat. Aku tidak pernah baca qur'an bahkan gak bisa membacanya. Aku yang saat keluar rumah tidak menutup aurat bahkan dengan sengaja aku mengumbarnya, dan hal-hal kecilpun seperti yang kamu lakukan --mengucap salam-- sangat jarang aku ucapkan. Mama dan papa ku orang yang sangat baik. Mereka sangat peduli dengan hidupku. Semua fasilitas yang aku inginkan terpenuhi. Bahkan berpacaran pun mereka tak melarang itu. Aku tumbuh hanya mendapat didikan di sekolah saja, Ci. Papa dan mama aku hanya sibuk dengan kerjaannya. Mereka jarang punya waktu untukku. Mereka tak pernah mengajarkan perihal agama padaku. Ditambah lagi, saat SMA aku berada di lingkungan yang isinya hanya dunia semata." sambung Ara dan tangisannya semakin menjadi-jadi.

"Aku ingin hijrah, Ci. Aku mau berubah. Aku gak mau seperti Ara yang dulu, yang gak pernah melaksanakan perintah Allah yang hanya sibuk dengan kenikmatan dunia ini. Suci, apakah Allah mendengar ku? Apakah Allah mau menerima taubatku?" Ara memeluk Suci sangat erat.

Suci begitu terharu dengan apa yang barusan Ara sampaikan. Hingga ia pun tak bisa membendung air matanya.

"Ara... Allah itu Maha Baik, Maha pengampun. Insya Allah, Allah mendengarkan niat mu dan memudahkan mu hijrah di jalan-Nya. Aku sangat senang mendengar ini. Kamu begitu mengejutkan hati aku. Aku tak menyangka akan terjadi seperti ini. Percayalah Ara, ini adalah salah satu moment terindah yang aku rasakan. Aku berteman dengan mu baru sehari, tapi aku yakin kamu akan menjadi teman dan sahabat ku selamanya hingga Jannah-Nya. Aamiin..." Suci mencoba menenangkan Ara.

Ara begitu tersentuh dan merasa lebih tenang setelah mendengar ucapan Suci. Ia pun berharap bisa berubah menjadi lebih baik ke depannya. Kemudian Suci membawa Ara ke sebuah butik. Ia memakaikan gamis dan kerudung syar'i. Ara begitu takjub melihat penampilan barunya. Ia merasa nyaman dan terjaga. Namun, ia merasa masih ada yang kurang.

"Ci, aku ingin seperti mu." ucap Ara sambil memberikan cadar pada Suci.

"Aku ingin, kamu memakaikan cadar ini di wajah ku." sambung Ara.

"Masya Allah... Subhanallah." Suci terharu dan meneteskan air mata.

Suci kehabisan kata-kata melihat keindahan Ara. Hanya kata pujian pada Allah yang bisa ia lantunkan sebagai bentuk syukurnya kepada Sang Pencipta yang Maha Pemurah.

"Ci. Jadilah ruang hijrahku. Tolong bantu aku memantaskan diri di hadapan Allah" ucap Ara.

"Ara dan Suci, Sahabat karena Allah until Jannah --Surga--" sambung Ara dengan senyuman bahagia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun