Mohon tunggu...
Risky Wulandari
Risky Wulandari Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Unhas angkatan 2011 juga sebagai Reporter PK.identitas Unhas .. Mahasiswa yang (semoga) senantiasa haus dengan kajian tentang media, jurnalisme dan komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Semangat Berbagi Sang Rektor

24 Mei 2013   23:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:04 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

[caption id="" align="aligncenter" width="250" caption="Rektor Universitas Hasanuddin"][/caption] Senja di ufuk barat makin tak terlihat. Pertanda malam kan tiba. Disaat beberapa karyawannya sudah beranjak pulang, ia masih disibukkan dengan beberapa lembar kertas yang menghiasi meja kerjanya. Sebab adzan magrib mulai berkumandang, segera ia bergegas mengambil air wudhu dan bermunajat. Hingga merehatkan diri dari tumpukan pekerjaan yang menanti seraya menyaksikan rekannya yang menjadi pembicara dalam talkshow di salah satu televisi swasta di Makassar, Senin (25/2).

Saat ditemui diruangannya, Idrus A Patturusi nampak sangat lelah. Matanya terlihat sayu, tak terpancar semangat dari kedua matanya. Dengan sedikit mengulun senyum, Dosen Teladan tingkat 1 Universitas Hasanuddin tahun 1996 ini mulai bercerita saat kakinya menginjak tanah Aceh pasca tsunami pada 1994 silam. Sangat singkat juga padat jawaban yang ia katakan. Hingga sesaat setelah Koordinator Siaga Bencana ini, mengamati sembari bercerita satu demi satu potret kehancuran Aceh yang ia abadikan. Barulah dengan gamblang lelaki kelahiran Makassar 31 Agustus 1950 ini menceritakan sebagian kisah hidupnya.

Negeri serambi mekkah adalah satu dari sekian banyak lokasi bencana yang ia singgahi. Perjalanan hidupnya sedari masih kuliah memang diwarnai dengan pengalaman menjadi relawan dilokasi bencana maupun konflik. Meski baginya ini adalah medan terberat yang harus ia tempuh dengan puluhan ribu mayat yang bertebaran dimana-mana, juga ratusan korban hantaman tsunami.

Selama hampir 24 jam, satu demi satu pekerjaan yang ia tangani. Mulai dari evakuasi korban, pelayanan pasien, sampai pada proses operasi. Seperti amputasi, menjahit bagian tubuh korban yang luka dan tetanus.

Tak hanya itu, pasien dengan gangguan kejiwaan pun tak luput dari perhatiannya. Ia tetap semangat membantu para korban dengan kondisi apapun. Hatinya miris dengan kondisi Aceh yang luluh lantak. Meski tak terkait dengan keahliannya berkutat dengan alat-alat bedah tetapi ia tidak menutup mata dengan tugas lainnya yang menanti. Seperti memperbaiki fasilitas kesehatan, menghidupkan kembali berbagai rumah sakit dilokasi bencana bahkan mengumpulkan bantuan korban bencana.

Berkat sejuta pengalamannya berjibaku dengan urusan kerelawanan juga keilmuan yang ia dapatkan, penerima Satya Lencana Kebaktian Sosial Presiden RI pada 2005 ini juga mengkoordinir relawan dari berbagai pelosok negeri. Mulai dari Australia, Cina, Singapura, Jerman hingga Amerika. Hal itu ia lakukan saat berada di Aceh. Selain itu, lokasi bencana alam lainnya yang pernah ia datangi adalah Makassar, Sumatera Utara, Nias, Yogyakarta, Bengkulu, Papua, Maluku, Flores, Jepang hingga bencana gempa di Bam-Iran.

Cerita Idrus lainnya datang dari pengalaman saat lelaki yang dikenal ramah ini menjadi relawan di Pakistan. Penerima Satya Lencana Karya Satya 20 tahun (2002) ini menangani para korban konflik yang berjatuhan dengan kondisi tubuh yang hancur, juga mendirikan rumah sakit. Ia menjadi pemimpin para relawan sipil yang berangkat ke Pakistan. Selama dua bulan ia berada disana. Selain itu, lokasi konflik lainnya yang pernah ia datangi seperti, di Timor-Timor, Ambon, Maluku, Ternate, Poso hingga di Afganistan.

Memilih untuk menjadi relawan bukanlah perkara yang mudah. Perjalanan berliku dialami sesasat sebelum anak pertama dari sembilan bersaudara ini berangkat disetiap lokasi bencana maupun konflik. Potret kehancuran dilayar kaca, menyisahkan ketakutan akan beratnya kondisi yang terjadi. Seperti yang dirasakan istri dan anak-anak rektor Unhas ini. Bayang-bayang kekhawatiran terhadap kondisi Idrus saat dilokasi bencana maupun konflik. Bahkan, tidak jarang meninggalkan konflik-konflik kecil dilingkungan keluarganya. Namun, ini tidak menyurutkan keinginannya yang begitu besar. Demi untuk membantu sesamanya yang membutuhkan. Ia berusaha semaksimal mungkin tuk membangun rasa pengertian dengan keluarganya.

Menggeluti profesi sebagai relawan, sudah dipilih sejak ayah tiga orang anak ini menduduki tingkat kedua kuliah. Bahkan hingga ia menduduki jabatan sebagai wakil dekan dan dekan fakultas kedokteran hingga menjadi rektor di Unhas. Pria yang gemar bermain golf ini, tetap menjaga koordinasi dengan para pembantu dekan. “Saya selalu berusaha mengatur supaya ada pembagian tugas yang jelas”, tegasnya.

Perjalanan pertama menjadi relawan bermula saat peristiwa kelaparan di Jeneponto pada 1971. Bersama rekan sejawat dan seniornya di Senat Fakultas Kedokteran Unhas, ia melakukan tugas relawan di lokasi yang menelan banyak korban akibat keracunan setelah memakan akar rumpit. Meski awalnya dia masih menjadi anak bawang dikalangan seniornya, mulai dari mengambil mobil, makanan dsb.

Sejak menginjakkan kaki di bangku sekolah, anak dari pasangan Andi Hamzah Patturusi dan Siti Hasnah Patturusi ini bercita cita ingin menjadi ahli bedah tulang. Menggeluti dunia kerelawanan dilokasi bencana alam merupakan hobinya yang sejalan dengan profesinya saat ini. Ia gemar berada didaerah yang rawan, penuh tantangan. Ada kepuasan tersendiri yang ia rasakan saat dapat menyelamatkan pasien dengan kondisi sakit parah. Meski nyawa adalah kehendak dari yang maha kuasa, namun setidaknya profesinya ini dapat menimbulkan kepuasan tersendiri baginya. Saat melihat pasiennya dengan organ tubuh yang membaik.

Terlebih jika bekal profesinya sebagai ahli bedah itu disalurkan dilokasi lokasi bencana. Selain karena hobi, ia merasa sangat bersyukur jika dapat membantu korban bencana alam yang sangat membutuhkan pertolongan. Kondisi korban lebih memprihatinkan, tdk hanya dalam psikis tetapi juga pskologis.

Menjalani hari-hari menjadi seorang relawan  menyisahkan kebahagiaan dalam dirinya. Baik saat ia berada di lokasi, seperti saat ia harus mengantri bersama 52 relawan lainnya di India demi sebuah kamar mandi yang hanya berjumlah satu buah ataupun tidur diatas fellbed yang menimbulkan bunyi krek krek krek dalam setiap gerakan.

Baginya kebahagiaan seperti itu, tdk dapat ia rangkaian melalui kata kata yang mengalun dari bibirnya, terlebih mengukurnya dengan hitungan materil yang ia dapatkan saat melakukan operasi dirumah sakit. Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Orthopaedi Indonesia ini merasa nyaman dapat melakukan kerja yang mulia itu.

Prinsip itu yang ia tanamkan kepada ketiga anaknya yang juga berprofesi sebagai dokter dan kepada anak didiknya dikampus, bahwa jangan pernah menghitung-hitung materil yang didapatkan. Terlebih langsung berharap kondisi perekonomian serta merta meningkat. baginya ada hal lain yang mesti dijaga dan menjadi dinding kokoh dalam diri seorang dokter, yakni niat  tulus untuk menolong.

Hingga saat ini, ia disibukkan menjadi pembicara di tiap pertemuan yang membahas tentang menejemen bencana alam, seperti yang baru-baru ini saat ia menjadi pembicara di Jepang perihal masalah kesehatan masyarakat pasca tsunami di Jepang. Selain itu, kecintaannya pada profesinya dibidang bedah ia menggarap program studi Disaster Managemen tingkat S1 dan S2. Ini merupakan prodi universitas pertama di Indonesia.

Seyogyanya berprofesi sebagai seorang dokter merupakan jalan yang ia pilih untuk membantu melepaskan dalam diri pasiennya. Berkat pengalamannya bergelut dibidang rescue, mengajarkan ia pada arti penting sebuah keikhlasan. Bagiannya Tuhan pasti tidak akan menutup mata, terhadap apapun yang dikodratkan kepadanya jika ia dapat melakukan dengan rasa keikhlasan. ”Itu adalah hal yang luar biasa”, tutur lelaki asal Kabupaten Pinrang ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun