Mohon tunggu...
ririn ambar
ririn ambar Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Assalamualaikim wr wb perkenalkan nama saya Ibu Ririn Ambarwati saya berprofesi sbg pendidik di salah satu sekolah Menengah Umum di Kudus.hobby saya menulis artikel, lebih utamanya adalah artikel dg tema history dan edukasi.Kepada Kompasiana.com saya memohon ijin untuk dapat membuat dan mengirim tulisan artikel saya sebagai salah satu media atau platform untuk mengembangkan hobby saya.sebelum dan sesudahnya saya mengucapkan banyak terimakasih.mohon saran dan koreksinya apabila ada kesalahan didalam penulisan saya nanti.terimakasih wassalamualaikim wr wb

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Permasalahan dan Solusi Dalam Pembelajaran Sejarah

4 Januari 2023   16:00 Diperbarui: 4 Januari 2023   16:12 2301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Praktik PPL AKSI 1 Model Pembelajaran PJBL solusi meningkatkan literasi siswa untuk berpikir kritis di Era 4.0/dokpri

Selain masalah kurikulum yang terus berubah, masalah yang tidak kalah pentingnya adalah buku pelajaran/buku pelajaran nonfiksi dan sejarah. Menurut Lerissa (dalam Alfia, 2007), masalah buku ajar ini sudah ada sejak diberlakukannya sistem pendidikan nasional di Indonesia pada tahun 1946. Buku ajar sejarah adalah esai Sejarah Indonesia karya Sanusi Pane (4 jilid). 1943-1944 atas permintaan Jepang, yang kemudian dicetak ulang pada tahun 1946 dan 1950. Pada tahun 1957, Anwar Sanusi menulis buku sejarah Indonesia untuk sekolah menengah (3 jilid). Setelah itu, muncul berbagai buku teks Laniya yang ditulis oleh berbagai pihak, terutama para guru, termasuk buku karya Subantardjo.

Pada tahun 1970 para ahli sejarah yang tergabung dalam Masyarakat Sejarah Indonesia (MSI) mengadakan "Seminar Sejarah II" di Yogyakarta dan memutuskan untuk menulis buku sejarah untuk keperluan universitas, yang dapat dijadikan sebagai sumber buku pelajaran bagi generasi muda. dan di sekolah menengah. 

Buku yang terdiri dari 6 bagian ini tak luput dari masalah dan menimbulkan kontradiksi Tidak semua penulis menggunakan metodologi yang sama dengan pemimpin redaksi Prof. Sartono Kartodirdjo (pendekatan struktural); setiap penulis membawa serta tradisi ilmiah (struktural atau cerita/narasi) yang terkait dengannya. Pada saat itu, perbedaan antara pendekatan struktural dan pendekatan naratif sama sekali tidak dapat diatasi secara metodologis. Masing-masing memiliki domainnya sendiri. 

Konflik yang terus berlanjut ini membuat Sarton mengasihani dirinya sendiri, dan penulis lain mengikutinya. Saat diluncurkan kembali sebagai Pemimpin Redaksi (1983-1984) buku ini hanya menyandang nama Prof. Dr. Nugroho Notosusanto dan Prof. Dr. Marwati Djoned Poesponegoro (Alfian, 2007:5). Pada tahun 1993, RZ Lerissa dan Anhar Gonggong dan kawan-kawan melakukan revisi, namun karena suatu hal buku tersebut dilaporkan tidak diterbitkan (Purwanto dan Adamo, 2005:105).

Hampir semua buku Open Access, baik yang diterbitkan oleh swasta maupun yang diterbitkan oleh pemerintah, sebenarnya tidak layak dijadikan referensi. Hampir semua penulis benar-benar membaca dokumen kurikulum dan tidak memahami kurikulum jiwa dengan baik. Mayoritas penulis buku juga tidak memahami sejarah sebagai ilmu, sebagai historiografi, dan jauh dari tulisan kontemporer (Purwanto, 2006: 268)

Masalah profesionalitas guru sejarah juga masih dipertanyakan, hingga saat ini para guru, asurans sekolah memiliki persepsi yang berkembang bahwa dalam pembelajaran sejarah tidak begitu penting memperhatikan hal-hal keprofesian, sehingga tidak jarang para tugas mengajar menjadi sejarah diberikan kepada guru yang bukan profesinya. Akibatnya guru menyangkal cerita dengan mengulang ceramah tentang isi buku tersebut (Anggara, 2007:102) Pada saat yang sama, terlalu banyak sekolah yang meminggirkan guru sejarah, dan mata pelajaran sejarah hanya sebagai pelengkap. Bahkan banyak ditemukan kasus dimana guru sejarah secara khusus diminta untuk menaikkan nilai siswa agar yang terlibat naik kelas. Selain itu, sebagian besar guru juga tidak mengikuti penelitian dan penemuan terbaru dalam sejarah Indonesia.Selama ini pembelajaran sejarah di sekolah belum optimal. Kelas sejarah tampaknya sangat mudah dan sederhana. Banyak guru tanpa pendidikan sejarah terpaksa mengajar sejarah di sekolah (Hariyono, 1995:143).

SOLUSI MASALAH BELAJAR SEJARAH

Salah satu metode pembelajaran sejarah yang dapat mengubah siswa dan guru aktif menjadi pelatih adalah konstruktivisme, inkuiri, dan pembelajaran kooperatif. Konstruktivisme berarti orang membangun pengetahuan secara bertahap, yang hasilnya ditingkatkan dengan konteks yang terbatas (Anggara, 2007:104).

Sejarah pembelajaran konstruktivis mengacu pada pembelajaran yang berhubungan dengan masalah sehari-hari siswa. Metode survei juga cocok untuk pembelajaran sejarah. Pengetahuan dan keterampilan yang diharapkan bukanlah hasil menghafal fakta, melainkan hasil penemuan pribadi. Penggunaan model pembelajaran kooperatif menempatkan guru sebagai fasilitator.

Kurikulum sejarah adalah konsep atau pengaturan yang merencanakan sejarah pendidikan untuk sekelompok anak muda tertentu yang belajar di tingkat pendidikan tertentu. Tujuan lembaga pendidikan pada jenjang pendidikan tertentu menentukan konsep pendidikan sejarah yang harus dikembangkan bagi peserta didik lembaga pendidikan tersebut. Oleh karena itu, kurikulum pembelajaran sejarah dijabarkan dari segi tujuan, materi/mata pelajaran, metode pembelajaran siswa dan penilai hasil belajar serta sebagai rencana tertulis dan pelaksanaannya. Kemudian evaluasi kurikulum untuk mengetahui berhasil atau tidaknya kurikulum dalam mencapai tujuan (Hasan dalam Nursam, dkk. (eds.), 2008:421).

Untuk mengajarkan sejarah dengan baik dan menarik, guru memiliki keleluasaan dalam mengolah dan mengorganisasikan materi yang ada. Tentu saja, tidak mungkin menyelesaikan mata pelajaran kurikulum dalam waktu yang ditentukan. Oleh karena itu, guru memiliki berbagai bahan ajar yang memungkinkan pembelajaran di luar kelas. Kurikulum yang baik untuk kelas tertentu adalah sesuai, terencana dengan baik, fokus, merangsang pemikiran dan sistematis. Tujuan kurikulum adalah memberikan kesempatan bagi pengembangan mata pelajaran dan siswanya melalui perencanaan yang bijaksana (Hariyono, 1995:172; Kochar, 2008:68).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun