Dalam artikel yang saya tulis ini akan dibahas secara mendetail tentang sejarah kepramukaan di Indonesia serta manfaatnya bagi siswa.
Gerakan pendidikan kepramukaan di Indonesia sudah ada sejak zaman pemerintahan kolonial Hindia-Belanda. Pada tahun 1912, dimulailah kegiatan latihan oileh sekelompok kegiatan kepanduan di Batavia (nama Kota Jakarta pada masa itu) yang kemudian menjadi cabang dari Nederlands Padvinder Organisatie (NPO). Dua tahun kemudian atau tepatnya pada tahun 1914, cabang organisasi tersebut disahkan berdiri sendiri dengan nama Nederlands Indische Padvinders Vereeniging (NIPV) atau jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang artinya adalah Persatuan Pandu-Pandu Hindia Belanda.
Ketika itu sebagian besar keanggotaan NIPV berasal dari golongan pandu-pandu keturunan Belanda. Kemudian pada tahun 1916 bedirilah sebuah organisasi kepanduan yang seluruh anggotanya adalah dari kalangan pandu-pandu bumiputera. Pada masa itu Mangkunegaran VII yang merupakan seorang pemimpin Keraton Solo membentuk Javaansche Padvinders Organisatie atau organisasi kepanduan Jawa. Setelah itu mulailah muncul berbagai macam organisasi kepanduan mulai dari berbasis agama, kesukuan, dan masih banyak lagi. Diantaranya adalah Padvinders Muhammadiyah atau yang saat ini kita kenal dengan nama Hizbul Wathan, Nationale Padvinderij, Syarikat Islam Afdeling Pandu, Kepanduan Bangsa Indonesia, Padvinders Organisatie, Pandu Indonesia, Padvinders Organisatie Pasundan, Pandu Kesultanan, El-Hilal, Pandu Ansor, Â Â Â Â Â Â Tri Darma yang merupakan organisasi kepanduan berbasis agama Kristen, Kepanduan Asas Katolik Indonesia, dan Kepanduan Masehi Indonesia.
Perkembangan organisasi kepanduan di Hindia-Belanda ternyata berkembang sangat baik. Hal inilah yang ternyata membuat bapak kepanduan dunia yakni lord Baden Powell, dan istrinya Lady Baden Powell beserta anak-anaknya tertarik dan mengunjungi organisasi kepanduan di beberapa kota di Hindia Belanda seperti Batavia, Semarang, dan Surabaya pada awal Desember tahun 1934. Para Pandu Hindia Belanda juga pernah mengikuti kegiatan Jambore Kepanduan Dunia.
Jika pada kegiatan Jambore pada tahun sebelumnya yakni tahun 1933 di Hungaria kegiatanya hanya sebatas kunjungan delegasi kecil untuk melihat kegiatan akbar tersebut, namun pada event Jambore pada tahun 1937 di Hindia-Belanda diikuti juga oleh kontingen kepanduan Hindia Belanda yang terdiri dari organisasi kepanduan keturunan Belanda, organisasi kepanduan yang beranggotakan masyarakat pribumi khususnya dari Batavia dan Bandung, kemudian Pandu Mangkunegaran, dan sejumlah organisasi kepanduan dari keturunan Tionghoa dan Arab. Sedangkan di dalam negeri, kegiatan Jambore dan perkemahan diselenggarakan di beberapa tempat salah satunya di Yogyakarta yang ketika itu berlangsung event all Indonesian Jambore atau perkemahan Oemoem yang berlangsung dari tanggal 19 sampai 23 Juli tahun 1941.
Pada tanggal 27 sampai 29 Desember tahun 1945 diselenggarakan kongres kesatuan kepanduan Indonesia yang bertempat di Surakarta. Hasil dari kegiatan kongres tersebut adalah pandu rakyat Indonesia sebagai satu satunya organisasi kepanduan di Indonesia. Akan tetapi, ketika terjadinya agresi militer Belanda pada tahun 1948, Pandu Rakyat dilarang berdiri di daerah-daerah yang sudah kembali dikuasai oleh Belanda. Hal ini ternyata memicu munculnya organisasi-organisasi lainya seperti Kepanduan Putra Indonesia (KPI), Pandu Puteri Indonesia (PPI), dan Kepanduan Indonesia Muda (KIM).
Perkembangan selanjutnya, organisasi kepanduan Indonesia terpecah menjadi 100 organisasi yang tergabung di dalam Persatuan Kepanduan Indonesia (Perkindo). Akan tetapi, jumlah organisasi kepanduan di Indonesia ternyata tidak sebanding dengan jumlah anggotanya. Selain itu, ternyata masih ada rasa golongan yang tinggi, sehingga hal itu membuat Perkindo semakin melemah. Untuk mencegah hal tersebut, Presiden Soekarno dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX mulai menggagas penyatuan atau peleburan berbagai organisasi kepanduan tersebut ke dalam satu wadah organisasi kepanduan.
Hal tersebut diungkapkan oleh Presiden Soekarno ketika berkunjung ke Perkemahan Besar Persatuan Kepanduan Putri Indonesia yang diselenggarakan di Desa Semanggi, Ciputat, Tangerang yang diselenggarakan pada awal Oktober 1959. Presiden juga mulai mengumpulkan beberapa tokoh dan pemimpin gerakan kepanduan di Indonesia. Seluruh organisasi kepanduan yang ada di Indonesia di lebur menjadi suatu wadah organisasi dengan nama Pramuka. Presiden mulai membentuk panitia yang didalamnya terdiri dari beberapa anggota seperti Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Prijono, Azis Saleh, Achmadi, dan Muljadi Djojo Martono.
Gerakan kepramukaan tersebut diawali dengan serangkaian kegiatan peristiwa yang saling berkaitan satu sama lain. Oleh karena itu pada tanggal 9 Maret 1961 diresmikanlah nama Pramuka dan mulai menjadi Hari Tunas Gerakan Pramuka. Kemudian pada tanggal 20 Mei 1961 diterbitkanlah keputusan presiden nomor 238 Tahun 1961 tentang Gerakan kepramukaan. Momen itu akhirnya dikenal Hari Permulaan Tahun Kerja. Kemudian pada tanggal 20 Juli 1961, para wakil organisasi kepanduan yang ada di Indonesia mengeluarkan sebuah pernyataan di Istora untuk menggabungkan diri ke dalam organisasi Gerakan Pramuka. Maka dari itu, peristiwa tersebut dikenang sebagai Hari Ikrar Gerakan Pramuka.
Kemudian pada tanggal 14 Agustus 1961, secara resmi Gerakan Kepramukaan diperkenalkan ke seluruh masyarakat luas dalam kegiatan upacara yang dilaksanakan di halaman istana negara. Acara peresmian tersebut ditandai dengan penyerahan panji gerakan pramuka dari Presiden Soekarno kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang pada masa itu sedang menjabat sebagai ketua pertama Kwartir Nasional Gerakan Pramuka. Peristiwa itulah yang dikemudian hari ditetapkan sebagai Hari Pramuka yang dirayakan setiap tanggal 14 Agustus setiap tahunya.
Itulah sedikit cerita sejarah tentang gerakan kepanduan di Indonesia. Selanjutnya dalam artikel ini akan dibahas secara singkat tentang manfaat dari kegiatan kepramukaan bagi siswa.