Banyak gambar dan video yang dibagikan ternyata tidak relevan atau sudah lama beredar, tetapi tetap digunakan untuk mengobarkan emosi.
Misalnya, cuplikan rudal jatuh di Tel Aviv disandingkan dengan narasi-narasi penuh bumbu heroisme yang tidak diverifikasi.
Di sisi lain, propaganda pro-Israel juga menyebar melalui akun-akun anonim yang menyebut Iran sebagai negara teroris atau sponsor kekerasan.
Fenomena ini membuat masyarakat perlu lebih kritis dalam mengonsumsi informasi, terutama dalam konteks konflik yang melibatkan sejarah panjang, kepentingan global, dan narasi yang saling bertolak belakang.
Perang Belum Usai Sentimen Semakin Membara
Meski Israel dan Iran belum secara resmi menyatakan perang total, eskalasi atau peningkatan ketegangan ini menunjukkan bahwa keduanya tidak akan mundur dalam waktu dekat.
Masing-masing pihak merasa memiliki legitimasi moral dan politik untuk melakukan pembalasan.
Di tengah ketegangan itu, media sosial Indonesia terus menjadi cermin dari kegelisahan publik global.
Netizen tidak lagi hanya menjadi konsumen berita, tapi produsen opini yang bisa mempengaruhi narasi besar dunia.
Pertanyaannya, apakah suara-suara ini bisa membentuk solidaritas yang bermakna atau justru memperdalam polarisasi?
Penutup
Hingga tulisan ini dibuat, perang antara Israel dan Iran masih terus bergulir. Rudal mungkin akan berhenti terbang suatu hari, tetapi luka, dendam, dan opini publik akan bertahan lebih lama.
Di Indonesia, medan media sosial telah menjelma menjadi ruang batin publik yang menampung harapan, kemarahan, dan solidaritas.