Mohon tunggu...
Rio Dwi Cahyono
Rio Dwi Cahyono Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Sedang berproses menjadi lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Semangkuk Rindu

17 Januari 2021   19:07 Diperbarui: 17 Januari 2021   19:15 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Untuk Nara tercinta,

Bersama surat ini, kukirimkan kepadamu semangkuk rindu yang pernah kau sodorkan padaku dahulu, sebelum malam menghitam, sebelum batu mengeras, sebelum awan memutih, sebelum langit membiru, sebelum terlahirnya filosofi cinta, dan sebelum-sebelumnya.

Apakah mangkuk dengan penuh rindu itu sudah sampai pada genggamanmu duhai Nara-ku? Apakah masih kau dapatkan lembutnya rindu yang bagaikan coklat yang lumer dalam mulut? Tahukah kau Nara? Semangkuk rindu ini masih baru, dengan sedikit bumbu cinta yang indah, kucampurkan kedalamnya.

Kukirimkan semangkuk rindu ini padamu dan hanya untukmu Nara. Aku tak ingin lagi mengirimkan surat cinta yang penuh kata manis tak berarti itu. Hanya bualan saja. Namun, dengan semangkuk rindu ini, kubuktikan bahwa aku memang merindukanmu Nara. Walaupun kita jauh, aku akan tetap mencintaimu, dan menyayangimu.

Nara, pasti kau penuh tanya, bagaimana caraku bisa mengambil rindu dalam jiwa yang rapuh ini dan mengirimkannya padamu dalam amplop yang rapat dengan lem termahal dan terlengket di kota ini agar rindu ini, tak tercecer di jalan.

Senja itu, aku masih termangu diujung dermaga. Menatap begitu indahnya perak jingga yang membias dengan birunya laut. Debur ombak menabrak karang yang tengah asyik bersyahdu. Melupakan sejenak penat yang mereka hadapi. Senja masih bertahan saat aku mulai merasakan lembabnya udara. 

Memang tak masuk akal, di pinggir pantai dengan hawa yang sejuk, aku merasakan lembab. Kemudian kurasakan dingin menjalar dalam tubuh ini. Tubuh ini akan rapuh tanpamu disisiku. Hingga kupikir, mungkin aku tak akan lama lagi di sini. Tanpa komando, akupun pulang mengambil pisau tak bertuan yang pernah kutemukan di jalanan kala usai mengantarkanmu pulang. Sesudah kumendapatkannya, kini, senja ini akan menjadi saksi, saat hati ini akan kubelah menjadi beberapa bagian dan menuangkan rindu ini kesebuah mangkuk kecil bergambar Hello Kitty, tokoh kartun favoritmu.

Samar-samar, kudengar derap kaki menaiki bukit yang kupijak kini. Aku acuh dan mengabaikannya. Hingga tiba aku akan menyayat hati ini, seseorang bersuara dari belakangku.

"Mau apa kau anak muda? Mau bunuh diri? Jangan di sini. Ini bukit indah yang tak pantas kau kotori dengan darahmu itu," ujarnya.

Aku diam. Tak bersuara dan tak membantah apa yang lelaki itu katakan. Dengan kesiapan, kugoreskan pisau ini pada hatiku, darah mengucur, bukan, itu bukan darah, melainkan sebuah rasa yang amat menyiksa yang telah lama berdiam dalam hatiku. Warnanya ungu dengan sedikit putih di pinggirnya. Orang-orang yang ada di belakangku terhenyak kaget, tak terkecuali lelaki itu.

Aku segera menarik paksa hati ini dari dalam tubuh yang rapuh. Kupotong hati ini menjadi empat bagian sama besar. Terlihat jelas, cairan berwarna hijau berbias merah muda itu dengan bentuk love berbingkai putih. Sungguh indah rasa rindu itu. Sulit tuk kubayangkan bagaimana bentuknya. Salah seorang dari mereka, segera mendekatiku. Ternyata ia ingin berfoto bersama hatiku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun