Mohon tunggu...
Rio Notoaryowibowo
Rio Notoaryowibowo Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Suka Baca Buku dan Jalan2x kemana aja

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Jelajah Singapura dengan MRT

9 Juli 2016   12:41 Diperbarui: 9 Juli 2016   12:59 775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
suntecsingapore.com

Singapura memang sangat kecil dibanding dengan luas negeri kita. Luasnya hanya 710,2 kilometer persegi. Lebih kecil dari luas Jakarta yang 740,28 kilometer persegi. Biar pun kecil, negara tersebut telah menjadi macan Asia Tenggara.

Ini pertama kali saya pergi ke Singapura, setelah saya berkeluarga. Penerbangan Jakarta – Singapura dapat ditempuh hanya 1 Jam 20 menit. Ketika kaki melangkah dari pesawat menuju bandara, saya merasa takjub dengan bangunan bandara Changi. Mulai dari kebersihan toilet, keamanan sampai papan informasi dengan 4 bahasa, Inggris, Melayu, Arab dan Mandarin.

Bandara Changi bukan hanya sebagai tempat berangkat atau kedatangan wisatawan, melainkan tempat transit dari berbagai penerbangan negara lain.

Setelah selesai dari imigrasi, saya dan keluarga bergegas menuju pintu keluar bandara Changi. Di luar bandara, tidak mudah temui lalu lalang orang seperti di Bandara Indonesia. Semua tertata rapi, kita sebagai wisatawan akan merasa aman ketika keluar dari bandara Changi. Ingin menuju tempat penginapan atau wisata, kita akan ditawarkan berbagai transportasi umum seperti kereta, bus atau taxi.

Akhirnya saya menuju ke pangkalan taksi, karena saya bepergian dengan 5 orang. Saya pun tidak dapat izin untuk menggunakan sembarangan taksi meskipun banyak taksi yang kosong. Di sini petugas akan memandu kita untuk naik kendaraan besar bukan sedan, karena melihat banyak orang dan barang yang dibawa.

Wow, sedikit kaget juga sih. Melihat petugas yang cekatan dalam memandu taksi untuk yang saya. Di lobi bandara Changi, saya tidak melihat supir atau kendaraan taksi menunggu penumpang. Ini karena kebijakan bandara yang melarang taksi menunggu lama di lobi bandara. Ah, seandainya bandara Indonesia seperti itu akan indah sekali namanya tertib.

Selama di perjalanan menuju hotel, saya berpikir Indonesia tuh bisa seperti ini. Tetapi kenapa yah kita ketinggalan dengan negara sekecil ini, sumber daya alam dan manusia pun ada. Ah, sudahlah saya ingin nikmati negeri ini.

Tiba di hotel, saya pun langsung lepaskan rasa lelah di atas kasur yang begitu sangat lembut. Tidak mau lama di atas kasur, saya pun langsung mencari peta Singapura untuk menuju tempat wisata. Biar pun teknologi sudah canggih untuk peta, saya masih mengandalkan peta dari kertas. Dari sini, saya bisa mengerti tempat yang ingin dituju.

Karena harga taksi mahal, saya beralih menggunakan transportasi MRT, meskipun transportasi umum bus tersedia dan waktu kedatangan bus pun tidak lama sekitar 2 menit. Saya menggunakan MRT karena waktu tempuh yang sangat cepat dan ingin merasakan kereta bawah tanah.

Kebetulan jarak antara stasiun MRT dan hotel, tidak begitu jauh. Kami jalan menuju stasiun, begitu tiba di stasiun. Saya tercegang melihat kehidupan bawah tanah yang tidak begitu ramai lalu lalang dan masyrakat yang sangat menjaga kebersihan stasiun  dengan tidak makan atau merokok.

Tiket Elektronik

Tiket MRT di Singapore ada 3 jenis yaitu EZ- link, Tourist Pass dan Tiket Standar untuk sekali jalan. Saya pun memilih EZ-link, karena melihat waktu yang sangat lama di Singapura. Harga tiket EZ-Link 12 SGD, Tourist Pass 30 SGD untuk 3 hari dan dapat diuangkan kembali saat balik dari Singapura.

Tiket elektronik MRT dapat digunakan sangat mudah, cukup menempelkan atau tapping pada tempat yang sudah disediakan. Setelah tiket ditempelkan maka saldo pada tiket akan otomatis berkurang dan pintu akan terbuka. Tiket seperti ini, sudah pernah saya lakukan di Jakarta ketika bepergian kerja menggunakan KRL atau Transjakarta.

Dengan memegang kartu elektronik, kita bebas naik Bus, LRT dan MRT. Selain dipakai untuk transportasi umum, kartu ini dapat digunakan sebagai alat pembayaran di mini market atau restoran cepat saji. Yah, semacam e-money di Indonesia lah.

Berbeda pintu masuk antara Commuter Line Jabotabek dengan MRT Singapura, untuk calon penumpang MRT yang membawa kereta bayi, koper besar atau kursi roda dapat melalui pintu masuk yang lebih besar. Kalau di Commuter Line Jabotabek belum ada seperti itu dan sangat menyulitkan sekali bagi calon penumpang menuju kereta.

Papan informasi di stasiun MRT atau LRT dalam bentuk LED dan Plasma Display, sehingga penumpang dapat mudah paham. Di papan ini, kita bisa tahu kapan kereta kita akan tiba. Untuk menjalankan kereta menggunakan robot atau tidak menggunakan jasa manusia, semua terhubung dengan kantor pusat MRT atau LRT.

Di Singapura, kamu tidak perlu takut untuk kesasar atau bingung menuju destinasi. Sebab, pihak Pemerintah Singapura telah membangun seluruh tempat wisata tersambung dengan rute MRT atau LRT. Ada pun peta MRT atau LRT  yang terpasang sangat mudah dipahami. Untuk menuju ke lokasi stasiun MRT, biasanya banyak petunjuk arah dengan logo berikut, kita tinggal teliti saja membaca petunjuk arah yang ada di jalan

Jadi saya keliling Singapura selama 3 hari dengan MRT hanya bermodalkan peta dan referensi tempat wisata di web. Jaringan MRT atau LRT di Singapura sangat membantu wisatawan yang bermodal pas-pasan untuk keliling Singapura.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun