Dari ketiga UU dan peraturan tersebut tidak ada ayat atau butir yang secara eksplisit melarang narapidana eks koruptor atau penyandang status tersangka korupsi untuk mencalonkan diri sebagai gubernur-wakli gubernur, bupati-wakil bupati atau walikota-wakil walikota.
Yang ada hanya:Â
- tidak sedang dicabut hak pilihnya,
- tidak pernah melakukan perbuatan tercela,
- bukan mantan terpidana narkoba atau mantan terpidana kejahatan seksual terhadap anak,
- tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; - tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh,
- kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur
mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
Dan anehnya tidak ada peraturan yang menegaskan bahwa korupsi adalah perbuatan tercela yang bersifat permanen dan juga tidak ada peraturan yang menyatakan bahwa narapidana eks koruptor secara otomatis kehilangan hak pilih secara permanen.
***
Akibatnya adalah, dikutip dari BBC Indonesia,Â
- pada Pilkada 2015 ada 4 kepala daerah yang dilantik dengan kasus terangka, antara lain: Wali Kota Gunungsitoli (Sumatra Utara) Lakhomizaro Zebua, Bupati Sabu Raijua (Nusa Tenggara Timur) Marthen Dira Tome, Bupati Ngada (Nusa Tenggara Timur) Marianus Sae, dan Bupati Maros (Sulawesi Selatan) Hatta Rahman.
- Pada Pilkada 2017 ada 4 kepala daerah dengan status tersangka atau terpidana, antara lain: Bupati Buton: Samsu Umar Abdul Samiun, Gubernur Gorontalo: Rusli Habibie, Bupati Mesuji, Lampung, Khamami dan Bupati Jepara Ahmad Marzuki.
- Pada Pilkada 2018 ada 9 dari 15 kepala daerah yang dijadikan tersangka oleh KPK mencalonkan dirinya kembali. Mereka adalah calon Bupati Jombang Nyono Suharli, calon Gubernur NTT Marianus Sae, calon Bupati Subang Imas Aryumningsih, Gubernur Sulawesi Tenggara Asrun, calon Gubernur Maluku Utara Ahmad Hidayat Mus, calon Wali Kota Malang Mochamad Anton, calon Wali Kota Malang Yaqud Ananda Gudban, calon Gubernur Lampung Mustafa, dan calon Bupati Tulungagung Syahri Mulyo,
- Dan 2 diantara ke-9 calon tersebut berhasil mengumpulkan suara terbanyak, diantaranya: Ahmad Hidayat Mus (Gubernur Maluku Utara) dan Syahri Mulyo (Bupati Tulungagung).
Jika demikian halnya, siapa lagi yang kita salahkan? Apakah para koruptor atau partai politik yang mengusungnya atau masyarakat yang memilihnya?
(RS)
Sumber: CNN Indonesia.com, BBC Indonesia.com, detik.com, Viva.co.id, Tirto.id,Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI