Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Rumah Jadi Sekolah Bisnis Anak, Bersama Pegadaian MengEmaskan Indonesia

15 Oktober 2025   11:09 Diperbarui: 15 Oktober 2025   11:09 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
banyak cara berinvestasi yang cerdas, dan mudah

Kedua; Menabung Cerdas: Dulu anak-anak sudah kita kenalkan dengan tabungan seperti celengan ayam. Lalu mulai membuka rekening dengan an orang tuanya (qq nama orang tua). Jika awalnya hanya mengisi celengan dengan sisa-sisa uang, saat memiliki tabungan ia mulai menaikkan tingkat kebutuhan dan pemahamannya dengan menyimpan uang secara khusus dari alokasi jajannya dengan tujuan yang lebih besar.

Apalagi ketika kita kenalkan dengan model tabungan masa depan finansial digital yang aman dan stabil yang bernuansa investasi ala Pegadaian Tabungan Emas yang bisa dimulai dari nominal hanya Rp. 10.000,- saja. Makin mudah dan terjangkau oleh anak-anak kita. Sekarang pun sedang gencar-gencarnya dorongan kampanye atau program Bersama Pegadaian mengEMASkan Indonesia. Itu bisa jadi momentum kita mengajak anak menabung cerdas. Anak-anak langsung bisa merasakan gairah memiliki tabungan, sekaligus serasa berinvestasi ala orang dewasa seperti orang tuanya. Sehingga motivasi dan kesadaran tentang uang semakin meningkat pesat. Ajak langsung untuk membuka tabungan tanpa perlu menunda lagi. Selanjutnya baru kita arahkan anak-anak pada jenis tabungan yang lebih dahsyat lagi, Pegadaian Cicil Emas atau Pegadaian Syariah Cicil Emas.

Menabung tidak lagi dipahami sebagai "mengumpulkan uang sisa", tapi "menyisihkan", bukan menunggu sisa. Apalagi jika dikomporin motivasinya. "Kalau kamu bisa kumpulkan Rp100.000, ayah tambah Rp20.000." Tantangan kecil ini menumbuhkan semangat, sekaligus memperkenalkan konsep reward.

Pikiran mereka secara perlahan mulai berubah. Bisa untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, atau bahkan untuk kebutuhan masa depan. Kita sebagai orang tua bisa saja memancingnya dengan cerita menikah mandiri, sukses membangun rumah, berbagai kisah sukses kita itu bisa mensugesti anak-anak kita.

Ketiga; Membangun Usaha dari Ide dan Kreativitas; Ketika awal saya diajak membuat kue kesukaan ibu karena ada pesanan temannya, itu menjadi pengalaman yang membaut mata berbinar-binar. Ternyata uang bisa datang bukan hanya dari pekerjaan tetap, tetapi juga dari ide kreatif.

Dari pengalaman sederhana itu, saya belajar tiga hal penting: Usaha butuh kreativitas, Pelanggan harus dilayani dengan baik, dengan buatan kue bermutu terbaik, dan Keuntungan datang bersama kerja keras. Jadi selain gaji dari kantor, ibu bisa mendapat uang tambahan dari kue cantik buatannya.

Sekarang saya juga mempraktikannya dengan anak-anak. Di rumah, kita ngobrol ala "meeting bisnis keluarga". Semua anggota keluarga boleh mengajukan usul. Ide yang masuk akal bisa dicoba, meskipun kecil. Misalnya, berjualan makanan ringan, kerajinan tangan, atau konten kreatif. Di sinilah rumah benar-benar menjadi laboratorium kewirausahaan.

Keempat; Mendapatkan Penghasilan; Pasti akan beda rasanya jika mendapat uang dari usaha sendiri daripada pemberian orang tua. Ketika anak laki-laki pertama saya mendesain kaos dan mendapat orderan pertama, ia melompat-lompat gembira. Apalagi orderannya dari Jakarta, jauh dari rumahnya di Banda Aceh.

Saat pertama kali mendapatkan uang dari hasil usahanya, rasa bangga itu sulit dilupakannya. Momen ini penting, karena di situlah anak menyadari nilai mandiri. Ketika usahanya minim order, saya mengingatkan bahwa penghasilan tidak selalu stabil. Kadang laris, kadang sepi. Inilah pintu masuk untuk bicara soal mengelola keuangan, jangan semua dihabiskan, sisihkan untuk tabungan dan kebutuhan lain.

Kelima; Belajar Tentang Passive Income: Tak selamanya kita kuat bekerja. Jika sekarang kita bekerja untuk uang, maka nanti bagaimana nantinya berganti menjadi uang yang "bekerja" untuk kita. Bagaimana caranya?

diskusi bersma anak-ema cooper
diskusi bersma anak-ema cooper

Awalnya memang bisa terdengar rumit menjelaskan kepada anak-anak, tapi sebenarnya bisa dikenalkan dengan sederhana. Seperti menabung dalam bentuk Tabungan Emas di Pegadaian, menurut saya itu cara yang mudah untuk memberinya pemahaman. Ketika uang ditabung atau diinvestasikan, maka uang akan bertambah sendiri. Jadi bukan kita yang kerja, tapi uang yang bekerja. Apalagi emas nilainya likuid dan nilainya selalu meningkat dan salah satu yang aman dari gangguan inflasi.

Atau misalnya, kelak ketika ia membeli rumah lalu disewakan, hasilnya bisa berulang dan menjadi tabungan masa depan. Anak akan paham bahwa kerja keras di awal bisa menghasilkan manfaat jangka panjang. Inilah yang membedakan sekadar bekerja dengan membangun aset.

Keenam; Ajarkan juga tentang Asuransi: Mengapa ini penting? Saya sering bilang kepada anak-anak. "Coba kalau ada pilihan punya uang Rp. 10 juta lima tahun mendatang dari asuransi dan diproteksi kalau ada masalah, atau tidak punya uang dan proteksi sama sekali, baikan mana?" jawabannya pastilah punya uang dong. Nah, itu bisa dilakukan melalui skema ikut asuransi.

Selain sebagai tabungan juga sebagai proteksi seperti prinsip sedia payung sebelum hujan. Apalagi asuransi sekarang ada yang dilengkap dengan sistem top up sehingga mirip dengan tabungan. Pegadaian bahkan punya Cicil Emas dengan Asuransi (EmasKu). Untuk perseorangan untuk mendapatkan perlindungan asuransi kecelakaan diri, meninggal dunia dan cacat tetap dengan nilai pertanggungan hingga Rp 30 juta, berjangka waktu tetap 12 bulan dengan pilihan berat emas 1, 5, 10 dan 25 gr

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun