Sebagian besar dari kita pasti sepakat jika diajak menjadi bagian dari Green Lifestyle atau Gaya Hidup Hijau yang cinta lingkungan meski praktiknya ternyata tidak mudah. Termasuk sekedar mengurangi penggunaan plastik, lebih hemat listrik dan air. Apalagi jika harus mendaur ulang dan komposting sampah di dapur untuk mengurangi limbah yang masuk ke tempat pembuangan akhir.
Bagaimanapun memilah dan mengolah sampah masih belum menjadi kebiasaan baik kita. Sekalipun banyak cara dan metode, agaknya masih tetap belum memberi daya tarik yang praktis. Bisa jadi karena cara pengolahannya yang ribet dan banyak prosedur sehingga orang awam yang baru ingin memulai "mengompos" di rumah cenderung menjadi enggan.
Kompos dengan Komposter Ember Tumpuk
Cukup menarik, mencermati tutorial yang dibagikan dari akun instagram Mewalik yang mengadopsi sistem komposer yang prosesnya dikenal sebagai fermentasi pupuk cair organik menggunakan sistem ember tumpuk, yang berfungsi untuk mengoptimalkan proses dekomposisi bahan organik menjadi pupuk cair yang kaya akan nutrisi bagi tanaman.
Meskipun proses menjadi pupuk organiknya memakan waktu, namun tidak memerlukan perawatan atau pekerjaan khusus, seperti keharusan menambahkan bahan lain ke dalam pupuk, atau memeriksa proses pupuk itu secara rutin atau berkala.
Ketika bahan yang diperlukan tersedia, maka Pupuk Organik dengan sendirinya akan berproses. Bahkan bisa menghasilkan dua jenis Pupuk Organik Cair (POC) maupun Pupuk Organik Padat (POP), dan keduanya bisa digunakan secara aman bagi lingkungan.
Jika ingin mempraktekkan, bahan baku pembuatannya tidak terlalu sulit dicari bisa dari bahan bekas dan pengerjaannya bisa dilakukan secara manual. Bahan utama komposnya tentu saja sisa-sisa tanaman-sayuran dari dapur atau dalam pengembangan lebih luas bisa memanfaatkan limbah pertanian, pupuk kandang, atau sampah organik lainnya.
Proses pembuatannya dimulai dengan menyediakan dua ember plastik. Ember pertama di beri lubang di bagian bawah dan dipasang kran (untuk dispenser) untuk memudahkan pengambilan lindi setelah proses pembuatan pupuk selesai. Bagian atasnya di beri lubang untuk menampung cairan yang turun dari ember diatasnya.Â
Butuh kewaspadaan juga saat mengolah pupuknya, Sehingga pada ember kedua di beri lubang kecil pada bagian bawahnya untuk tetesan air dari limbah di ember atas. Dan pada bagian samping ember paling atas harus diberi tambahan lubang kecil di bagian samping ember untuk mengeluarkan gas---untuk mengantisipasi gas mengembung di dalam ember karena bisa menimbulkan letupan akibat fermentasi. Setelah semua ember disusun, tutup bagian atas ember agar proses fermentasi tetap terjaga dalam keadaan lembap.
Lapisi bagian dasar ember pertama dengan bahan organik, seperti sisa tanaman atau sampah organik. Pastikan ember yang di atas memiliki lubang di bagian bawahnya, agar cairan dari proses fermentasi dapat menetes ke ember bawah dan terkumpul.
Proses fermentasi biasanya memakan waktu sekitar 2 hingga 4 minggu, tergantung pada jenis bahan organik yang digunakan dan kondisi lingkungan.
Saatnya "Memanen" Pupuk
Setelah proses fermentasi selesai kurang lebih 1 bulan, pupuk cair organik yang kaya akan unsur hara akan terkumpul di ember paling bawah.
Pupuk cair tersebut siap digunakan untuk disiramkan ke tanaman atau dicampurkan dengan air untuk pemupukan. Dengan komposisi campuran 10 mililiter lindi dengan campuran 1 liter air. Cocok untuk menyuburkan tanaman jenis sayuran.
Sedangkan untuk pupuk padatnya bisa digunakan setelah proses komposter kurang lebih tiga bulan. Campurkan dengan tanah-komposisinya 1:1.
Dengan metode komposter ember tumpuk, kita bisa mendapatkan dua keuntungan jenis pupuk sekaligus, pupuk cair dan pupuk padat organik.
Tentu saja manfaat yang paling substansial adalah, bahwa praktek komposter dengan memanfaatkan limbah dapur merupakan bentuk praktik baik kita yang secara langsung berkaitan dengan bagaimana kita berkontribusi menjaga kelestarian lingkungan dengan cara yang sederhana. Dimulai dari rumah kita.
Manfaat lainnya, adalah dengan menggunakan bahan organik yang ada di sekitar kita, kita mendapatkan keuntungan ganda-bahan limbah ramah lingkungan yang murah, bahkan gratis dan tentu saja membantu penghematan biaya.
Pupuk cair organik yang dihasilkan dari proses komposter ini mengandung banyak mikroorganisme yang baik bagi tanah. Membantu meningkatkan kesuburan tanah.
Menurut saya konsep ember tumpuk ini sangat sederhana namun efektif, dan memungkinkan pemanfaatan limbah organik menjadi pupuk cair yang bermanfaat. Bisa dilakukan disetiap rumah dan prosesnya tidak terlalu "merepotkan". Tinggal membiarkan berproses sampai bisa kita gunakan sebagai kompos, dengan dua macam hasil pupuk yang sangat bermanfaat. Apalagi bagi yang suka berkebun.
Praktik Baik yang Bisa Ditularkan di Sekolah
Menurut saya POC komposter ember tumpuk ini bisa juga dijadikan bahan praktik langsung yang bisa dimulai di sekolah. Agar para guru dan siswa juga memahami bagaimana prosesnya. Agar bisa menjadi pembelajaran nyata bagi masing-masing kita di rumah.
Apalagi di sekolah sekarang sudah semakin familiar dengan kegiatan yang berkonsep sekolah hijau. Sekolah yang sadar akan pentingnya keberlanjutan lingkungan.
Sekolah Hijau bukan hanya sekedar menanam pohon atau mendaur ulang sampah, tetapi mencakup perubahan sistemik yang melibatkan seluruh civitas sekolah, bagaimana menjaga dan merawat lingkungan sekitar.Â
Komposter ember tumpuk ini bisa menjadi salah satu inovasi yang bisa diterapkan di Sekolah Hijau untuk menghasilkan pupuk cair-padat organik yang dibuat dari ember tumpuk, yang tidak hanya bermanfaat bagi lingkungan tetapi juga menjadi sarana pembelajaran yang menarik bagi siswa.
Selama ini kita tahu Sekolah Hijau menjadi cara kita mengintegrasikan pendidikan lingkungan hidup ke dalam kurikulum, serta menciptakan lingkungan sekolah yang ramah terhadap alam. Banyak sekolah melalui program wiayata sekolah telah memiliki kebun sekolah yang tidak hanya indah, tetapi juga memberikan manfaat edukatif bagi siswa. Ruang itu menjadi tempat belajar siswa tentang berbagai jenis tanaman, sistem ekosistem, serta pentingnya pola pertanian yang ramah lingkungan.
Melalui konsep Sekolah Hijau itu juga, siswa didorong untuk terlibat langsung bagaimana cara menjaga alam sekitar, mulai dari mendaur ulang sampah hingga memanfaatkan limbah organik untuk keperluan sehari-hari. Salah satu cara yang efektif adalah dengan mengajarkan mereka cara membuat pupuk organik cair-padat dari bahan yang tersedia di sekitar mereka, seperti sisa-sisa makanan dan limbah organik lainnya.
Seperti penjelasan dari akun Mewalik, pembautan Pupuk Cair-Padat Organik dari Ember Tumpuk, adalah inovasi yang mudah dan efektif, tidak ribet terutama jika kita terapkan di sekolah. Apalagi hasilnya saat bermanfaat sebagai salah satu solusi terbaik untuk menjaga kesuburan tanah tanpa merusak ekosistem. Pupuk organik cair dan padat yang berasal dari limbah organik memiliki banyak manfaat, seperti meningkatkan kualitas tanah, merangsang pertumbuhan tanaman, dan mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia yang dapat merusak lingkungan.
Metode inovatif ini mudah, karena prosesnya memanfaatkan limbah, menggunakan bahan baku bahan bekas, hanya memanfaatkan pencampuran limbah bahan organik seperti sisa sayuran, kulit buah, daun kering, dan sisa makanan ke dalam ember. Bahan ini akan mengalami proses fermentasi dan pembusukan yang menghasilkan pupuk organik padat dan cair selama beberapa minggu.
Ini akan menjadi bentuk pembelajaran praktis yang menarik karena dengan terlibat langsung dalam pembuatan pupuk organik, siswa tidak hanya mendapatkan pengetahuan teoritis, tetapi juga keterampilan praktis dalam mengelola limbah organik. Selain membantu mengurangi sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA), dengan memulai kebiasaan mengelola limbah dan membuat pupuk organik, siswa bisa membawa kebiasaan tersebut ke rumah mereka, mengedukasi keluarga tentang pentingnya keberlanjutan dan pengelolaan sumber daya alam yang bijaksana.
Semakin banyak yang mengetahui cara pembuatannya, akan semakin banyak orang yang bisa berkontribusi baik bagi lingkungan.
Harapan sederhananya tentu saja agar dengan pengetahuan baik yang sederhana ini bisa ditularkan kepada semakin banyak orang. Siapa tahu di masa mendatang model praktik baik ini bisa menjadi sebuah gerakan besar di mulai dari masing-masing rumah kita.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI