Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

#KaburAjaDulu, Pengalaman dan Pembelajaran Langsung 6 Persiapan Matang Sebelum Kabur ke Jerman

19 Februari 2025   23:32 Diperbarui: 2 Maret 2025   14:31 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-liburan dan studi-ke-luar-negeri --tribunews.com

Ini pengalaman langsung adik yang kebetulan memutuskan untuk mencari pengalaman bekerja di Jerman setelah mendapat rekomendasi dari seorang sahabat berkebangsaan Jerman yang pernah main ke Indonesia. Persiapannya juga harus rapi jali, tidak sekedar nekat, sekalipun ada teman yang bisa diandalkan di negeri orang. Intinya kita juga harus paham seluk beluk, dan kesiapan mental juga agar tidak merepotkan diri sendiri dan orang lain.

Isu tentang #KaburAjaDulu atau lebih dikenal sebagai 'brain drain'--fenomena ini juga dikenal sebagai human capital flight, memang telah menjadi perhatian pemerintah Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. 

Menahan agar bersedia tak memilih kabur atau mengajak yang kabur kembali ketanah air, agaknya memang sulit sekalipun dengan banyak daya, apalagi ditambahi respon yang tidak bersahabat--alasannya jelas daya tarik "rumput tetangga yang lebih hijau".

fenomena kaburajadulu--ayoindonesia
fenomena kaburajadulu--ayoindonesia

Pada akhirnya, #KaburAjaDulu bukan hanya sekadar ekspresi kekecewaan atau keinginan untuk melarikan diri, tetapi lebih merupakan sebuah panggilan untuk perubahan yang mendesak.

Indonesia harus bertanya pada diri sendiri, apakah kita ingin menjadi negara yang hanya melihat para warganya pergi satu per satu, ataukah kita siap untuk menciptakan sistem yang mampu memberi mereka alasan untuk tetap berkontribusi di tanah air? 

Sebab, para pelaku brain drain ini bukan hanya aset negara, tetapi juga potensi yang dapat membantu Indonesia mewujudkan cita-cita besar menjadi negara yang lebih maju dan berdaya saing di dunia internasional.

Dalam beberapa dekade terakhir, Indonesia memang menghadapi tantangan terkait "brain drain" atau migrasi tenaga terampil dan profesional ke luar negeri. Banyak orang Indonesia yang terampil, baik dalam bidang akademik, teknologi, maupun bisnis, memilih untuk tinggal di negara-negara maju dengan harapan mendapatkan peluang lebih baik. Hal ini menyebabkan hilangnya potensi sumber daya manusia yang sangat bernilai bagi pembangunan dalam negeri.

Pemandangan seperti ini tentu tidak bisa dipandang sebelah mata, terutama ketika menyangkut visi besar bangsa seperti Indonesia Emas 2045. Generasi muda yang menjadi harapan bangsa malah memilih untuk pergi mencari kehidupan yang lebih baik.

Jika fenomena ini terus berlanjut, siapa yang akan membangun Indonesia? Jika mereka yang memiliki potensi terbaik lebih memilih berkembang di luar negeri, apakah visi Indonesia Emas 2045 hanya akan menjadi angan-angan belaka?

Sebagai tanggapan terhadap fenomena tersebut, pemerintah Indonesia beberapa kali merencanakan untuk menarik kembali para human capital flight, ini dan memanfaatkan keterampilan serta pengalamannya untuk pembangunan negara. Namun, rencana ini sering kali dihadapkan pada dilema besar.

Ilustrasi-liburan-ke-luar-negeri --liputan 6 com
Ilustrasi-liburan-ke-luar-negeri --liputan 6 com

Bagaimanapun tidak banyak yang tertarik untuk kembali ke Indonesia, terutama jika mereka sudah menetap di negara dengan kualitas hidup yang lebih tinggi, stabilitas ekonomi yang lebih baik, dan peluang karier yang lebih menguntungkan.

Apalagi mereka bisa melihat kondisi di tanah air dan membandingkannya dari tingkat penerimaan dan kesejahteraan yang mereka telah nikmati selama ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun