Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Sang Guru Cilik, Tak Ada Rapai, Plok pun Jadi!

16 Juli 2023   21:28 Diperbarui: 26 Juli 2023   02:26 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 guru munir bermain rapai dan debus dengan kaleng cat plastik sumber gambar festival film dokumenter

Sebagai penikmat film dokumenter Aceh, bisa dikatakan saya terlambat. Film berjudul 'Bocah Rapai Plok' ini, ternyata telah diproduksi sejak tahun 2017, namun saya baru berkesempatan menontonnya di Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) dalam Program Layar Tancap PKA. Film karya sutradara Nursalliya Ansari B ini adalah film favorit juri Aceh Film Festival (AFF) 2017. Bahkan masuk dalam nominasi Film Dokumenter Pelajar di Festival Film Dokumenter 2017 di Jogjakarta.

Bersama keluarga saya memutuskan menonton film yang malam itu dijadwalkan tayang. Judulnya langsung membuat saya penasaran karena terbayang bermacam harapan, pastilah tentang kelucuan dan kegembiraan anak-anak. 

Rengekan anak untuk menonton menambah bulat tekad menikmati film tersebut, meskipun seharian ini sebagai guru, saya disibukkan dengan banyak kegiatan, termasuk MGMP mingguan yang dilaksanakan hari Jum'at dan selesai pukul 17.00 wib.

Kelelahan tak menyurutkan niat untuk menonton film yang menurut saya unik, apalagi film pendek ini hanya berdurasi kurang lebih 13 menit, dan melibatkan tokoh sentral anak dan bergenre komedi satir dan petualangan yang mengusung isu 'sosial budaya', isu yang tidak jauh dari ilmu yang saya geluti ' ilmu ekonomi'. 

Sejak penanyangan film ini dimulai, saya tak bisa mengedipkan mata dan tak kuasa menghilangkan senyum di wajah, karena kelucuan-keluacuan anak-anak. Bahkan sakit kepala yang berdenyut hilang tak terasa.

Kegigihan Munir

bocah penabuh rapai plok-kaleng cat plastik sumber gambar darul hasanah
bocah penabuh rapai plok-kaleng cat plastik sumber gambar darul hasanah


Kisah ini secara singkat menceritakan tentang seorang bocah bernama Munir yang kecintaan kepada rapai (sejenis alat kesenian tabuh tradisional dari Aceh) membuatnya terobsesi. Meskipun menemui halangan karena dianggap terlalu kecil memainkan rapai, ia tak patah arang. Ia berusaha mencari cara agar keinginannya tersebut terwujud. 

Bersama teman-temannya ia melakukan berbagai cara untuk menemukan 'rapai ala Munir". Hingga perjuangannya yang seru dan berliku mempertemukannya dengan "plok" (kaleng plastik bekas cat) yang dipilihnya. 

Lantas dengan caranya yang unik dan lucu, ia menjadi guru bagi teman-temannya yang menjadikannya "pemimpin' kelompok penabuh rapai plok ini.  Ia juga bertindak sebgai pemain debus, disela permainan rapainya.

Meskipun menjadi bahan tertawaan para orang tua di kampong tak menyurutkan niatnya untuk bermain rapai, maka kampong itu menjadi meriah dengan aksi anak-anak penabuh rapai plok itu.

Penggarapan film ini terbilang sederhana, namun alurnya menarik, meskipun efeknya hanya mengandalkan kondisi luar ruang yang ada tanpa bantuan pencahayaan yang serius, mungkin karena karya sinema ini dibuat oleh para sineas pemula, namun paketnya secara keseluruhan tetap dikuatkan karena dukungan para pemain utamanya.

Saya menyukai setting di perkampungan pesisir pantai yang sederhana, karena  menguatkan perjuangan anak-anak pesisir para pecinta rapai itu. Dan uniknya para tokoh anak dan figuran pendukungnya, termasuk para orang tua yang ada disekeliling mereka juga piawai bermain peran dengan luwes dan apa adanya. 

Menjadikan film ini seperti rekaman dokumenter yang wajar tanpa setingan. Adegannya sangat orisinal, padahal karya ini adalah sebuah film dokumenter yang disiapkan untuk sebuah kompetisi.

Muatan nilai-nilai pembelajarannya mengingatkan saya dengan anak didik di sekolah, dan mata saya berkaca-kaca menahan keharuan ketika anak-anak berjuang mencari 'pengganti rapai', karena mereka tidak diperbolehkan memakai rapai asli orang dewasa karena alasan terlalu kecil dan akan merusak rapai. Kepolosan-kepolosan kanak-kanak bercampur aduk, mengaduk emosi penonton.

Film mengajarkan kepada kita bagaimana mengelola emosi, dan menjadikannya sebagai motivasi.

Saya hanyut ketika menontonnya, sampai tak sadar jika film ini ternyata film pendek, karena saya mengikuti setiap urutan setting yang berlangsung cepat namun terukur sehingga tak bertele-tele disajikan sang sutradara. 

Ini adalah sebuah film dokumenter yang menginspirasi, terutama saya sebagai guru untuk membangun kepedulian atas sebuah karya cipta sederhana dan juga menginspirasi untuk menciptakan karya memudahkan pembelajaran bagi anak-anak di sekolah melalui medium visual. 

Saya yakin film ini bisa digarap dalam format film lebih panjang dan lebih menyentuh dengan menyuguhkan sisi humanismenya yang lebih kental dan kuat.

Saya menangkap kesan mendalam pada Munir, tokoh utama dalam cerita ini yang sangat menggunggah. Sebagai bocah kecil dari kampong pesisir di pinggiran, ia punya talenta dan kepedulian yang patut diapresiasi  karena kesukaannya pada rapai'. Kecintaan yang ia tularkan kepada teman-temannya dengan cara yang unik yang menjadi salah satu kekuatan film ini. 

Ia menjadi guru otodidak bagi teman-temannya, "guru cilik" yang menggerakan atau lebih dari itu mewariskan semangat untuk menjaga tradisi bermain rapai kepada teman-teman dengan cara yang lucu dan bersahaja. 

Cara anak-anak yang selalu mengingatkan kita dengan pengalaman masa kecil kita. sayB baru menyadarinya kemudian, jika semasa kanak-kanak, begitulah cara-cara mereka "melawan" keterbatasan, bFraaptasi dengan lingkungan yang dipenuhi orang dewasa. Dan bagaimana mereka tetap bisa gembira dengan caranya sendiri.

Anak-anak adalah wakil kita dimasanya, karena kita pernah mengalaminya sehingga setiap kali menyuguhkan peran anak-anak dalam setting film, selalu memiliki daya tarik yang kuat.

Sisi Pembelajaran

Munir dan grup rapai ploknya sumber gambar facebook.com
Munir dan grup rapai ploknya sumber gambar facebook.com

Selain menyajikan potret kegembiraan anak-anak, namun di sisi lain memiliki sisi pembelajaran yang harus menjadi perhatian kita semua. Termasuk adegan ketika anak-anak mengendarai sepeda motor berboncengan empat. Gambaran sesungguhnya dari kehidupan di kampung, dengan kebiasaan yang tak umum ada diperkotaan.

Saya melihat film ini dengan segala isi cerita dan penokohan, alur dari sudut pandang saya sebagai guru. Saya percaya semangat untuk menjadi guru tak bisa diukur dengan usia, tak bisa diukur dengan keterbatasan. Karena selama ia memberi nilai-nilai pembelajaran pada banyak orang, teman atau diri sendiri maka ia juga seorang guru, termasuk Munir, guru cilik penabuh rapai itu.

Film ini adalah sebuah semangat baru bagi sineas muda Aceh untuk terus berkarya. Mendokumentasikan kehidupan yang bisa bermakna bagi orang lain. Buktinya, wujud kecintaan anak-anak dengan rapai sebagai pilihan yang begitu sederhana menjadi sangat menarik. Begitu juga dengan banyak kisah-kisah lain yang ada disekeliling kita.

Film karya sineas muda Aceh yang dipenuhi dengan nilai-nilai kesederhanaan namun menyentuh ini, bisa menjadi tontonan bagi semua kalangan, baik anak-anak, para pelajar, guru maupun para orang tuanya.

 Mereka semua bisa belajar, bahwa dalam aktifitas anak-anak juga terkandung unsur positif yang membangun. Bukan hanya soal kenakalan dan kebandelan semata-mata. 

Kisah ini memberi pengertian, bahwa kreatifitas anak-anak harus dihargai oleh lingkungan dengan cara lebih peduli dengan aktifitasnya. 

Karena bisa jadi dari kreatifitas sederhana muncul gagasan luar biasa, siapa sangka dari sebuah "plok", bisa mewakili sebuah citarasa kebudayaan kita, yaitu rapai. 

Melalui media plok, Munir dan teman-teman seperjuangannya kini semakin eksis, sebagai bocah rapai plok yang mengajarkan sebuah kesederhanaan memajukan seni di naggroe tercinta. Semoga sinema Aceh berdaulat dan bertambah jaya, selamat menonton.

Dari film ini kita belajar siapa diri kita, anak-anak kita, dan bagaimana mereka tumbuh dengan emosinya dalam lingkungan yang terus berubah, yang ikut membentuk karakter pribadinya kelak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun