Mohon tunggu...
rini dwi andita
rini dwi andita Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lulusan S1 ilmu komunikasi di Umy

Seorang ibu rumah tangga yang hobby menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Anak Emas Orangtuaku

22 Oktober 2019   13:40 Diperbarui: 22 Oktober 2019   16:33 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: Seur4moe.blogspot.com

"Yogaaaaa......!!" Kudengar kembali teriakan bapakku dari dalam kamarnya. Sore ini baru saja aku ingin menyeruput kopi buatan istriku, tapi bapakku sudah memanggil manggil lagi.

"Nggih pak", jawabku.

"Apa pak?"

"Ini punggung bapak kok gatel banget tolong garukin, ada semutnya mungkin kasurnya!" Seru bapakku sambil sedikit emosi dan menggerutu.

Mungkin ini sudah ketiga kalinya bapak memanggil semenjak aku pulang kerja tadi. Ada saja yang dikeluhkannya, kaki kesemutan, badannya pegal pegal, ataupun seperti sekarang ini anggota tubuhnya gatal. Namun aku dan istriku selalu sabar merawatnya, yah walaupun sering kudengar gerutuan ayahku, yang kurang inilah kurang itulah, seolah menguji kesabaran kami berdua. 

Semenjak ibuku meninggal 3 tahun lalu, dan kemudian ayahku mengalami stroke setahun terakhir ini dan hanya bisa terbaring di tempat tidur, akhirnya aku dan istriku memutuskan merawat beliau di rumah kami. Jarak rumahku dan orang tuaku tidak begitu jauh, namun kami berfikir jika beliau tinggal bersama kami, kami bisa merawatnya lebih maksimal. 

Aku dan istriku bekerja di salah satu pabrik pabrik garmen di daerahku, namun semenjak ayahku stroke aku meminta istriku keluar kerja agar lebih fokus merawat ayahku, sembari membuka warung kecil kecilan, lumayan bisa buat tambah tambahan pemasukan. Untungnya istriku type wanita yang sholeha dan penurut, dia dengan ikhlas dan tanpa mengeluh merawat ayahku dengan baik.

"Bapak pengen makan opor ayam Ga!" Kata bapak lagi.

"Ayam bakar aja ya pak, bapak kan ga boleh makan santan santan, ga baik buat darah tinggi bapak", kataku lagi.

"Kamu tuh apa apa ga boleh, coba kalo masmu Yogi pasti langsung dibeliin!" Kata bapak menggerutu.

Lagi lagi bapak membanding bandingkan aku sama mas Yogi, padahal niatku baik, demi menjaga kesehatan beliau, tapi yang aku lakukan selalu salah di mata beliau. 

"Hhhhhhh....." kutarik nafasku panjang, mencoba bersabar menghadapi bapak.

Sebentar kemudian kulihat istriku membawa sepiring nasi lengkap dengan lauknya, dialah yang sering menyuapi bapak makan setiap harinya.

Sesaat kemudian kemudian dia sudah keluar dengan piring nasinya yang kosong.

"Habis mi makanannya?"

"Alhamdulillah bi, nih!" Sambil menunjukkan piringnya yang kosong sembari tersenyum.

Aku bersyukur sekali memiliki istri sholehah seperti dia, kasihan dia, walaupun sering kudengar ayah menggerutu masalah masakan istriku yang katanya tidak enaklah, yang keasinanlah, yang kurang bumbulah, tapi setiap selesai istriku menyuapi beliau, selalu kulihat piring nasinya selalu habis. Dia selalu tersenyum menghadapi ayah, tidak pernah sekalipun dia marah ataupun ngambek saat ayahku memprotes makanannya.

Ayahku memang tidak pernah suka dengan istriku, yah maklum dia gadis lugu yang hanya lulusan pondok pesantren di daerahku, dengan penampilan sederhana dan jilbab besar yang selalu menutupi separuh tubuhnya.  Beliau selalu membanding bandingkan dengan istri masku Mbak Yeni yang seorang pegawai bank swasta besar di kotaku, perempuan modis lulusan kampus ternama di kota Yogyakarta. 

Yah aku dan kakakku memang berbeda, kakakku yang selalu dibangga banggakan oleh kedua orang tuaku, yang memilik wajah lebih tampan dibanding aku. Lebih pandai dalam segala hal dibanding aku, membuat perhatian kedua orang tuaku lebih dominan kepada kakakku dibandingkan aku. 

Kakakku yang selalu menjadi bintang di kelasnya, berbeda denganku yang jangankan menjadi bintang kelas, masuk ke urutan 10 besar saja, bisa dihitung dengan jari. Setelah lulus SMUpun aku tidak mau kuliah, tapi justru aku lebih memilih merantau bekerja di luar kota, yah walaupun ujung ujungnya aku tetap kembali lagi kesini karena memikirkan nantinya harus ada salah satu anak yang dekat dengan orang tuaku.

Sedangkan kakakku, setamatnya dia dari kuliah, langsung diterima di salah satu instansi pemerintah di pusat kota. Harus menempuh perjalanan 6 hingga 7 jam ke kota jika dihitung jaraknya dari rumah orang tuaku.

Yah akhirnya aku mengalah, aku harus pulang. Siapa nantinya yang akan menjaga orang tuaku jika aku dan kakakku jauh dari mereka. Aku membeli sepetak tanah dari hasil tabunganku selama merantau, dan kubuat sebuah rumah sederhana. Aku kemudian bekerja di perusahaan garmen, dan disitulah aku dan istriku bertemu. Awalnya orang tuaku tidak setuju, namun karena aku begitu yakin dia jodoh terbaikku, akhirnya orang tuaku menyerah kamipun menikah.

Kebetulan hari ini aku masuk shift malam, jadi aku temani bapakku ngobrol sembari menyuapinya teh hangat.

"Ga coba telfon kakakmu, bapak kangen pengen denger suaranya, udah seminggu kayaknya dia ga telfon bapak, mungkin dia sibuk ya, dia kan orang kantoran ya?" Kata bapakku dengan bangganya. Kulirik jam pukul 8.30 pagi, " Waduh....", pikirku biasanya kalau pagi kakakku sedang sibuk sibuknya dia, pasti dia ga suka kalo pagi pagi gini udah telfon 

Ada sedikit perasaan ragu, namun aku ga tega melihat bapak yang ingin mendengar suara Mas Yogi.

"Assalamualaikum", kataku setelah telfon diangkat.

" Wa'alaikumsalam".

"Ada apa ga? Pagi pagi kok telfon". Kata kakakku nadanya sedikit tidak enak.

"Egh anu mas ini bapak pengen denger suara mas.

"Nanti aja ya, ini aku lagi sibuk banget meriksa berkas berkas ini".

"Sebentar aja mas, kasian bapak pengen denger suara mas", kataku lagi.

"Udah nanti aja, aku lagi sibuk banget ini, nanti aku telfon balik". Katanya sembari menutup telfonnya.

"Gimana ga, sini telfonnya biar bapak ngomong!"

"Telfonnya udah mati pak, mas Yogi lagi sibuk banget nanti dia telfon balik katanya".

"Ohhhhhh gitu ya, yowes ga papa namanya juga pegawe ya, maklum kalau sibuk", yah selalu begitu apapun yang dilakukan kakakku selalu dimaklumi dan dimaafkan.

Hari ini kakakku dan kedua anaknya datang berkunjung ke rumahku, mereka menginap selama 2 hari. Bapak kelihatan ceria sekali, terlebih saat kakakku memberinya uang, bapak dengan bangganya menunjukkan ke aku. Yah kakakku memang sering memberinya uang dibanding aku. 

Maklum keadaan ekonomiku yang berbeda dengan kakakku, bahkan terkadang aku dan istriku mengalah makan seadanya, demi untuk menuruti kemauan ayahku membelikan makanan kesukaannya, ditambah aku harus mengirim uang bulanan buat 2 anakku di pondok pesantren, jadilah aku  hidup sederhana dengan istriku.Kakakku memang jarang sekali kemari karena kesibukannya, jadi mungkin dia hanya sekedar telfon dan transfer untuk membantu perawatan bapak.

"Bi bapak tadi bilang pengen ke rumah mas Yogi, katanya jenuh disini terus", kata istriku sepulang aku kerja.

"Bener gitu kata bapak?" Tanyaku.

"Iya bi", jawab istriku.

Aku sedikit gelisah, yah aku tau kondisi kakakku dan istrinya yang sibuk, kalau bapak disana mungkin bapak tidak akan ada yang menemaninya seperti saat di rumah kami. Aku masuk ke kamar bapak sembari memijat kakinya.

"Pak, bener bapak mau ke tempat mas Yogi?" Tanyaku.

"Iya Ga, bapak jenuh di sini terus, bapak pengen ke tempat Yogi", kata bapak lagi.

"Tapi pak, mas Yogi kan sibuk, nanti bapak apa betah disana ga ada yang nemenin?", tanyaku.

"Ya betahlah, kan ada anak anaknya yang bisa nemenin bapak", begitu antusiasnya bapak berusaha meyakinkanku.

"Tapi pak !" 

"Pokoknya bapak pengen tinggal tempat masmu titik!!" Seru bapak seraya merajuk seperti anak kecil yang meminta permen pada orang tuanya. Yah ayahku memang sudah berubah seperti anak kecil lagi, sering marah marah tanpa sebab, ngomel ngomel sendiri, terkadang juga manja, mungkin karena faktor usianya dan ditambah kondisinya seperti sekarang ini. Aku masih berpikir untuk membawa bapak ke rumah kakakku, namun ternyata bapak malah ngambek dan mogok makan selama dua hari. Aku khawatir dengan kondisi kesehatannya, 

Akhirnya kutelfon kakakku. Kuceritakan kondisi bapak, walaupun sepertinya terasa agak berat hati, kakakku mengijinkan aku membawa bapak ke rumahnya. Dengan menyewa mobil, kami mengantar bapak sampai ke kota, Mas Yogi tidak bisa menjemput karena kesibukannya, dia bilang bahwa nanti dialah yang akan membayar ongkos perjalanan kami. Yah dia pasti tau kondisi ekonomi kami.

Bapak sepertinya senang sekali saat tau kami ajak ke rumah Mas Yogi. Sepanjang perjalanan beliau berbicara terus mengenai harapan harapan dia saat di rumah Mas Yogi nanti. Aku dan istriku hanya tersenyum mendengarkan ceritanya saja. Dalam hati aku berdoa" Semoga harapan bapak benar benar terwujud saat tinggal disana amiinn".

Mobil tidak berapa lama masuk ke halaman rumah kakakku, rumah dengan bangunan modern itu cukup menarik, dilengkapi garasi mobil di sampingnya, sangat kontras dengan rumahku yang begitu sederhana. 

Kulihat jam di hpku, pukul 5 sore "Pasti kakak sudah di rumah" pikirku. Segera kutekan bel rumahnya, kakak iparku yang membukakannya. Aku langsung menggendong bapak masuk ke dalam, dan menidurkannya ke dalam kamar yang sudah disiapkan oleh kakakku. Kamar yang begitu rapi, dengan kasur busa yang empuk dan dilengkapi ac, bapak begitu girang saat kutidurkan di kasur itu.

"Weh adem kamarnya, enak banget ini Ga kamarnya, bapak seneng kalo kayak gini!" Ujarnya kegirangan. Aku begitu senang melihat bapak ceria, yah bagiku kebahagiaan bapak adalah yang utama.

"Ga nanti kamu tidur di kamar tamu sebelah sana ya", kata kakakku. 

"Saya tidur di kamar bapak aja mas, biasanya bapak kalo malem suka manggil manggil", kataku. Malamnya aku dan istriku tidur sekamar dengan bapak, kami tidur di bawah beralaskan kasur lantai. Dan malam ini aku dan istriku seperti biasanya bergantian melayani panggilan bapak. Besoknya kami pamitan pulang, karena aku besok sudah harus bekerja. 

Sudah satu minggu lebih bapak di rumah kakakku, ada perasaan sepi di rumah ini semenjak bapak di sana, yah biasanya bapak sering teriak teriak memanggil kami. Tiba tiba hpku berbunyi, kulihat ada nama Mas Yogi memanggil.

"Assalamualaikum".

"Wa'alaikum Salam", jawabku.

"Mas gimana khabarnya? Bapak sehat kan?" Tanyaku.

"Alhmdulillah Ga sehat, bapak juga baik baik aja". Katanya lagi.

"Ga, bapak aku bawa ke rumahmu lagi ya?", kata kakakku tiba tiba.

"Lho kenapa mas? Bapak ga betah di situ?" Tanyaku sedikit kaget.

"Bukan begitu Ga, tapi aku sama mbakmu tiap hari selalu terganggu sama teriakan bapak yang minta inilah itulah, akhirnya kami sering ngantuk di kantor Ga", kata kakakku lagi.

"Bukannya kami ga mau merawat bapak tapi..."

"Iya mas bawa kesini lagi aja", aku memotong pembicaraannya.

"Biar aku aja yang ngerawat bapak". 

"Ya Alloh mas", pikirku sungguh keterlaluan dia, kehadiran bapak dianggap mengganggu tidurnya. Padahal dulu waktu dia bayi, orang tuanya tidak pernah mengeluh mendengar tangisannya setiap malam. 

"Hhhhhhhh", aku menarik nafas panjang. Mas Yoga kemudian menutup telfonnya.

Hari Sabtu sore kakakku mengantar bapak pulang ke rumahku bersama istrinya. Besoknya beliau pamitan pulang.

"Pak, bapak tinggal disini dulu ya, saya sama Yeni mau keluar kota dulu ya ada urusan ", katanya lagi.

"Nanti kalau kami sudah pulang kami jemput bapak lagi ya", katanya berbohong.

Bapak mengangguk angguk setuju. Kemudian kakakku segera pergi meninggalkan rumahnya dengan mobilnya.

Sepeninggal kakak mulailah bapak seperti biasanya, berteriak memanggil manggil kami meminta menggaruk badannya, memijit kakinya, dan berbagai macam keluhannya. Saat makan mulailah bapak menggerutu mengeluhkan berbagai macam masakan buatan istriku.

"Kalau di tempat Yoga, bapak mau makan apa aja diturutin, opor ayam, sate, rendang mau apa aja boleh ga kayak di sini, apa apa dilarang !!", gerutunya. Aku kaget, makanan makanan itu kan dilarang dokter, bahaya buat kondisi bapak bathinku, tapi kenapa Mas Yogi malah membiarkannya.

Esok paginya tiba tiba kondisi bapak ngedrop beliau pingsan. Aku dan istriku begitu panik, aku segera membawa bapakku ke dokter. Setelah dicek darah ternyata tekanan darah bapak begitu tinggi, "Pasti karena makan makanan sembarangan di rumah Mas Yogi", pikirku. Setelah diberi obat bapak diperbolehkan pulang. Segera kutelfon mas Yogi.

"Hallo Ga, ada apa?" Tanya Mas Yogi ditelfon.

"Mas Bapak cerita kok katanya di rumah Mas Yogi dikasih makanan enak terus ya, apapun yang pengen bapak makan mas kasih ya?"

"Iya Ga, aku udah ngelarang, tapi setiap dilarang bapak marah marah kayak anak kecil, aku pusing Ga, yaudah tak suruh kasih aja daripada nanti ngambek terus, katanya lagi".

"Oh pantesan mas tadi bapak ngedrop tekanan darahnya naik mas, tadi baru aku bawa ke dokter", kataku lagi.

"Merawat bapak itu memang harus ekstra sabar mas, sabar dengerin omelan omelannya, sabar dengerin teriakan teriakannya ", kataku lagi sedikit kesal. Sesaat kemudian akupun menutup telfonku. 

Kembali aku beraktifitas seperti biasanya berangkat kerja pagi pulang sore, dan terkadang masuk sore pulang pagi harinya. Sudah satu minggu bapak di rumah. Malam hari tiba tiba bapak tanya kapan kakakku pulang, beliau sudah ingin ke rumah kakakku lagi.

"Ga masmu udah pulang belum?kok lama banget perginya? Bapak pengen ke rumahnya lagi". Terpaksa aku berbohong pada bapak. Namun esoknya bapakpun kembali bertanya kapan kakakku datang, dan akupun kembali berbohong. Hampir tiap hari bapak menanyakan kapan kakakku pulang, " Kasihan bapak", bathinku mungkin beliau ingin sekali tinggal di sana lagi. Kutelfon kakakku bahwa setiap hari bapak menanyakannya, ternyata jawaban kakak tetap sama ga bisa merawat bapak, istrinya sering mengeluh ngantuk dan terganggu semenjak ada bapak. Memang keterlaluan masku, aku yang kondisi ekonominya di bawah dia saja rela mengorbankan pekerjaan istriku demi untuk menjaga bapak, tapi masku justru membela istrinya dan menomorduakan bapak. "Hhhhhhhhh", kutarik panjang nafasku.

Semenjak itu kondisi ayahku semakin drop, susah jika disuruh makan, tiap hari selalu menanyakan kapan kakakku menjemputnya. Aku dan istriku sangat bingung mengatasinya. 

Pagi ini saat selesai sarapan tiba tiba istriku berteriak teriak.

"Bi bapak bi....!" Aku langsung berlari ke kamar bapak.

Kulihat bapak diam tidak bergerak, wajahnya pucat. Kuperiksa denyut nadinya, sangat lemah. Segera kubawa bapak ke rumah sakit, dan bapak langsung masuk di ruang icu. Dokter menjelaskan kondisi bapak sangat serius dan harus dirawat. Aku sangat sedih mendengar pernyataan dokter. Sesaat kemudian aku masuk ke ruangan bapak. Kulihat bapak masih belum sadar tak berapa lama perlahan beliau membuka matanya.

"Ga mana masmu?" Dengan kondisi seperti inipun yang diingat bapakku cuma mas Yogi.

"Iya pan nanti saya telfonin Mas Yogi pak, bapak istirahat aja", kataku.

Kemudian aku segera keluar dan menelfon Mas Yogi.

"Assalamualaiku mas", salamku saat kakakku mengangkat telfonnya.

"Wa'alaikum Salam, ada apa Ga?"

"Bapak masuk rumah sakit mas". Kataku tanpa basa basi.

"Masuk rumah sakit?terus gimana kondisinya?" Tanyanya lagi. Kemudian aku menceritakannya.

"Oh udah sadar, ya udah kamu tungguin bapak aja dulu Ga, mungkin lusa aku baru bisa pulang".

"Ga bisa besok mas? Soalnya bapak nanyain mas terus", kataku.

"Ga bisa Ga, besok aku masih harus rapat, terus mbakmu juga harus ijin dulu di tempat kerjanya".

Akhirnya aku menutup telfonku dengan perasaan sedikit kecewa. Lagi lagi Mas Yogi lebih mementingkan pekerjaannya dibanding bapak. Aku segera masuk ke kamar bapak

"Ga gimana kapan masmu dateng?" Tanya beliau.

"Lusa pak Mas Yogi kesininya".

"Bapak udah ga sabar pengen kerumahnya lagi".

"Ya Alloh seandainya Mas Yogi itu aku, pasti akan kukorbankan segalanya buat bapak", bathinku.

Tiba tiba saja nafas bapak tersengal sengal dan tetap memanggil manggil Mas Yogi, aku begitu panik.

"Dokter......!!" Teriakku seraya membantu ayahku istigfar. Aku pegang kedua tangannya, dan kubisikan kalimat maaf di telinganya, kulihat ada setitik air mata di sudut pipinya. Yah ayahku menangis. Tiba tiba saja badan bapak lemas. Beliau meninggal.

"Ya Alloh bapakkkk", teriakku dalam hati. Aku tidak pernah iri dengan kondisi ekonomi masku, aku tidak pernah iri atas kasih sayang orang tuaku. Yang aku irikan hanya begitu mudahnya dia membuat bahagia orang tuaku. Sedang aku, sebesar apapun pengorbananku selalu dipandang sebelah mata oleh orang tuaku. Yah aku hanya ingin membahagiakan mereka, aku hanya mengharapkan ridhonya atas aku dan keluargaku itu saja cukup. Bahkan disaat terakhir ayahkupun yang disebut hanya nama Mas Yogi. Namun aku percaya Alloh tidak pernah tidur, Dia tau apapun yang kulakukan buat bapak, walaupun itu tetap tidak mampu menyenangkan bapak, bahkan sering ditolak bapak. Aku juga yakin bapak disana pasti melihat betapa aku selalu berusaha berbakti kepadanya, walaupun sekarang hanya melalui doa doa yang kukirimkan untuknya. 

Yah.....dalam hati aku berjanji aku tidak akan menjadi orang tua yang pilih pilih dalam kasih sayang, karena setiap anak yang dilahirkan itu berbeda, mereka membawa fitrahnya masing masing.

Kita bahkan tidak akan tau anak mana yang nantinya berbakti kepada kita saat kita tua nanti. Bisa saja anak yang ternyata dulunya dibangga banggakan menjadi anak yang tidak perduli kepada kita, sebaliknya anak yang dulunya kita anggap tidak berguna justru dialah nantinya yang bisa menjaga kita hingga akhir hayat kita nanti. 

Semoga saja Amiinn YRA.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun