Mohon tunggu...
Rinaldi Syahputra Rambe
Rinaldi Syahputra Rambe Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan Perpustakaan Bank Indonesia Sibolga

Anak desa, suka membaca, menulis dan berkebun. Penulis buku "Etnis Angkola Mandailing : Mengintegrasikan Nilai-nilai Kearifan Lokal dan Realitas Masa Kini". Penerima penghargaan Nugra Jasa Dharma Pustaloka 2023 dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas).

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Alasan Logis Kenapa Kita Harus Menolak Politik Uang

7 Juni 2023   11:20 Diperbarui: 9 Juni 2023   06:00 1099
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi(KOMPAS.com/LAKSONO HARI W via KOMPAS.com)

Politik uang masih menjadi persoalan yang muncul dalam setiap pemilihan umum. Persoalan ini tidak mengenal tingkatan, dari pemilihan tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, hingga nasional, semuanya terbelenggu oleh politik uang.

Secara umum, politik uang (money politik) mengacu pada pemberian sejumlah uang atau materi untuk mempengaruhi pilihan seseorang. Praktik politik uang dapat dilakukan secara langsung maupun melalui perantara.

Politik uang juga sering disebut sebagai "serangan fajar," karena seringkali uang diberikan pada pagi-pagi buta sebelum pemilihan dilakukan. Singkatnya, politik uang dan serangan fajar memiliki makna yang sama, yaitu memberikan materi dengan tujuan mempengaruhi pilihan seseorang.

Persoalan ini telah mencapai tingkat darurat dan membutuhkan perhatian dari kita semua, terutama mereka yang memiliki hak pilih. Kita tidak boleh terjebak dan menjadi bagian dari persoalan ini.

Praktik politik uang yang terjadi telah menjadi preseden bagi pembangunan bangsa. Politik uang dapat dianggap sebagai akar dari praktik korupsi yang menghantui bangsa ini.

Namun, persoalannya adalah adanya persepsi bahwa masalah kurang bermoral seperti korupsi hanya dilakukan oleh para pejabat yang rakus. Kita harus menyadari bahwa persoalan ini tidak berjalan sendiri. Pemberi uang dan penerima uang pada dasarnya adalah penjahat yang sama, mereka adalah pelaku korupsi.

Banyak orang yang merasa jengkel ketika melihat para pejabat tertangkap melakukan korupsi, tanpa menyadari bahwa pada waktu yang berbeda mereka sendiri dengan senang hati menerima "amplop" saat pemilihan berlangsung.

Saya pribadi telah beberapa kali berbincang dengan beberapa kader partai yang ingin maju dalam pemilihan umum. Dalam perbincangan kami, mereka mengungkapkan bahwa "tidak mungkin terpilih tanpa memberikan uang," artinya mereka harus memberikan suap agar terpilih.

Dari perbincangan ini, tidak salah bila kemudian muncul persepsi bahwa hampir semua pejabat terpilih, baik legislatif maupun eksekutif, didasarkan pada jumlah uang yang mereka keluarkan dalam bentuk politik uang. Tidak tangung-tanggung biaya yang harus dikeluarkan oleh para kandidat kisaran 500 juta sampai 150 miliar (kompas, 13/4/2023).

Di waktu yang berbeda, saya sering ikut serta dalam diskusi ringan dengan masyarakat, termasuk mahasiswa, pemuda, dan orang-orang di warung kopi yang sering kali menganggap diri mereka sebagai pengamat politik amatir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun