Demokrasi adalah alat yang digunakan untuk menyelenggarakan sirkulasi kekuasaan. Sebab demokrasi adalah alat maka demokrasi tidak mempunyai nilai apapun di dalamnya. Demokrasi tidak mempunyai sistem nilai yang bisa membatasi siapapun dan apapun yang ingin menggunakannya.Â
Inilah yang membuat demokrasi sering disebut sebagai penanda kosong ( empty signifer) yang bisa diisi oleh apapun dan siapapun ( Mouffe,1985,seperti dikutip oleh Robet,2021). Melalui hal ini bisa dikatakan bahwa sinisme kita yang mengatakan bahwa demokrasi telah dibajak oleh oligarki dan elite politik tertentu harus kita tinjau kembali.Hal itu karena letak persoalannya bukan pada demokrasi melainkan pada esensi dari demokrasi yaitu politik.Â
"Politik" dan PolitikÂ
Betapa tragis nasib warga Indonesia sudah mengalami proses depolitisasi lalu masuk ke era reformasi dan menikmati demokrasi tetapi tetap mengalami proses depolitisasi. Warga tidak pernah berkenalan dengan politik yang sejati. Warga hanya berkenalan dengan residu dari ketidakmampuan para politisi untuk memperkenalkan politik yang sejati. Negeri ini pernah menampilkan politik yang sejati pada  masa awal perjuangan melawan penjajah.Tetapi sialnya, itu hanya terjadi di masa itu.Â
Suka atau tidak pemahaman warga terhadap politik itu sempit. Sedangkan, pemaknaan warga terhadap politik telah hancur. Saat ini warga memaknai politik sebagai sesuatu hal yang menjijikkan karena dipenuhi dengan intrik, kepalsuan bahkan kekerasan. Selain itu politik juga dimaknai hanya sebagai cara untuk mendapatkan kekuasaan semata - mata. Sedangkan, pemahaman sebagian besar warga terhadap politik itu hanya berkutat pada jabatan - jabatan di institusi negara atau partai - partai.Â
Uraian di atas memberi semacam penanda bahwa warga memaknai dan memahami politik sebagai siapa mendapat apa, bagaimana dia mendapatkannya dan kapan dia mendapatkannya. Singkatnya, politik merupakan sesuatu yang bebas nilai dan etika. Benarkah demikian? Pada mulanya politik merupakan upaya setiap warga untuk menghasilkan keadilan guna mencapai kebahagiaan bersama.Â
Secara lebih terperinci Aristoteles (350- 322 SM) menggunakan konsep "zoon politikon" untuk menjelaskan bahwa manusia secara alamiah sudah merupakan makhluk politik. Secara etimologis "zoon" berarti binatang dan "politikon" yang berarti politik. Konsep ini sejatinya ingin menjelaskan bahwa pada dasarnya "genus" manusia dan binatang itu sama. Tetapi, perbedaan binatang yang hanya menggunakan instingnya dengan manusia adalah politik.
Maksudnya, manusia adalah makhluk yang secara alami bisa hidup berkomunitas dan memiliki kemampuan untuk berbicara, berpikir dan membuat keputusan. Singkatnya, manusia berpolitik untuk mengoptimalkan kapasitasnya di dalam kehidupan berkomunitas melalui tindakan - tindakannya untuk menghasilkan keadilan guna mencapai kebahagiaan bersama.Â
Uraian sebelumnya jelas menggambarkan bahwa politik bukan sesuatu yang dapat dipisahkan dari manusia dan hanya alat untuk mendapatkan kekuasaan semata. Politik adalah ilmu yang digunakan untuk menghasilkan keadilan. Melalui uraian ini kita ingin menegaskan bahwa politik adalah sesuatu yang sudah ada di dalam diri manusia dan digunakan untuk menghasilkan keadilan. Â
Pionir Pemurnian Politik