Mohon tunggu...
Rimayanti Z
Rimayanti Z Mohon Tunggu... widyaiswara - Praktisi Pendidikan

Pengajar walau bukan guru

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Andai Gibran Bukan Putra Presiden

22 Juli 2020   23:06 Diperbarui: 23 Juli 2020   22:00 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gibran Rakabuming. Sumber Law Justice.co

Dalam sistem demokrasi modren sekalipun silsilah dan keturunan juga masih sering terjadi dalam per-politikan. Kita mengenal George W Bush dan George W Bush Junior sebagai dua orang yang merupakan ayah dan anak sebagai presiden Amerika. Di Asia Ada Benigno Aquino serta puterinya Corazon Aquino yang pernah menjadi presiden dalam periode yang berbeda di Pilipina. Kemudian terdapat nama Gandhi beranak cucu yang secara bergantian menjadi pemimpin di India. Dinasti Butho di Pakistan juga mengalami hal yang sama.

Indonesia sendiri memiliki beberapa pemimpin politik maupun kepala daerah yang berasal dari keluarga yang sama. Yang paling terkenal adalah Ibu Mega wati sebagai puteri Bung Karno. Agus Harimurti Bambang Yudhoyono yang merupakan anak Mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono yang ikut berkecimpung di dunia politik mengikuti jejang orang tua mereka. Dari sisi pemerintah daerah ada nama mantan Gubernur Jambi  Zumi Zola anak Zulkifli Nurdin yang pernah menduduki jabatan sebagai  Gubernur Jambi sebelum ini. Ada beberapa nama lain selain ini. 

Semuanya maju dalam ajang pemilu secara modren. Rakyat secara demokratis memilih mereka. Namun tidak bisa dinafikan bahwa nama besar dari keluarga pendahulu mereka menjadi penentu mengapa akhirnya mereka dapat tempat untuk mencalonkan diri. Faktanya sebagian besar dari pemimpin-pemimpin penerus dinasti tersebut mempunyai kapasitas yang cukup baik. Beberapa bahkan lebih baik dari pendahulunya. Walaupun tidak sedikit juga yang memiliki kemampuan biasa saja sebagai pemimpin.

Sekarang Gibran memiliki hal tersebut. Nama besar orang tua dan dukungan dari partai PDIP yang juga mengusung ayahnya Joko Widodo dalam pemilihan presiden  yang lalu. Bahkan Gibran juga telah didukung oleh partai lain selain PDIP sebagai calon Wali Kota Solo.

Namun hal ini saja tentunya tidak cukup. Rakyat perlu pembuktian bahwa seorang Gibran Rakabuming Raka memang mempunyai kapasitas untuk memajukan Kota Solo pada masa mendatang. Kalau tidak, bisa saja dukungan dari rakyat akan kembali di cabut. Sebagaimana halnya ketidakpuasan yang terjadi terhadap Raja Majapahit Jayanegara. 

Ketidakpuasan akan mekanisme suksesi dari Raden Wijaya kepada Jaya Negara, asal usul dari Jaya Negara yang mempunyai Ibu bukan dari garis keturunan Singosari, serta  buruknya kemampua sang raja dalam menjalankan roda pemerintahan berakhir dengan melayangnya nyawa sang raja ditangan Ratanca.  Sang  tabib istana yang seharusnya bertugas memulihkan kesehatan raja.

Tentunya tidak bermaksud menganalogikan Gibran  dengan fakta sejarah Kerajaan Majapahit ini secara gamblang. Namun setidaknya memberikan gambaran jika pada akhirnya memang kapasitas dan kapabilitas dari seorang pemimpinlah yang akan menentukan. Bagaimanapun trah dan dinasti melekat padanya, kemampuan sebagai seorang pemimpinlah pada akhirnya yang akan tercatat dalam sejarah.

Namun demikian, seandainya kebetulan mendapati posisi sebagai seorang yang memiliki garis keturunan seorang pemimpin, tidak ada salahnya juga menduplikasi sikap Karna puteri Kunti dalam cerita Barata Yudha. 

Karna menolak dengan tegas tahta Indera Prasta yang diberikan oleh Yudhistira kepadanya dengan syarat mau bergabung dengan Pandawa. Komitmen pada persahabatannya dengan Duryudhana dari pihak Kurawa sekaligus lawan dari Pandawa membuat dia tidak mau menerima tawaran pihak Pandawa. Walaupun pada kenyataannya Pandawa adalah saudara se-ibunya.

Amat sulit mencari orang yang tidak tergiur tahta dan kuat pada komitmen seperti ini. Baik pada zaman dahulu maupun pada zaman sekarang ini. Mengantongi keberuntungan karena terlahir menjadi anak dari seorang pemimpin, seharusnya tidak serta merta membuat mereka bisa dikarbit menjadi seorang pemimpin baru. Justeru hal ini akan menjadi beban. Beban pembuktian kalau mereka memang punya kapasitas sebagai seorang pemimpin. Bukan hanya mendompleng nama besar ayah atau ibunya saja.

Hal yang sama tentunya berlaku pada Gibran. Akan jauh lebih baik kalau pengkaderan dilakukan terhadap Gibran secara bertahap. Jika Gibran memulai karir politiknya dengan berkecimpung terlebih dahulu beberapa saat dalam partai sebelum maju dalam kontestasi politik yang lebih besar tentunya akan membuat Gibran menjadi lebih matang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun