Mohon tunggu...
RIKI PERDANA RAYA
RIKI PERDANA RAYA Mohon Tunggu... Hakim & Dosen -

Satukan hati, pikiran dan perbuatan maka dunia akan membuka jalan, tambahkan doa dan kerendahan hati maka dunia akan berikan pilihan.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Konsekuensi Hukum Parkir pada Ruang Milik Jalan

19 Juni 2018   07:01 Diperbarui: 19 Juni 2018   08:54 1214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dr. Riki Perdana Raya Waruwu, S.H., M.H.

Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara


Pengantar

Dalam pemberitaan disejumlah media massa, Pemda DKI Jakarta tengah gencar melakukan derek mobil yang parkir di dalam ruang milik jalan karena melanggar Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 5 Tahun 2012 tentang Perparkiran. Pihak yang mobilnya diderek lantang melakukan protes dengan berbagai alasan sehingga menarik perhatian publik dan menyebabkan konflik dengan petugas. Pengaturan awal mengenai parkir terdapat dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang disingkat UULLAJ.

Ketentuan Pasal 1 angka 15 UULLAJ mengatur "parkir adalah keadaan kendaraan berhenti atau tidak bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan pengemudinya" sedangkan berhenti adalah keadaan kendaraan tidak bergerak untuk sementara dan tidak ditinggalkan pengemudinya sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 1 angka 16 UULLAJ.

Berdasarkan pengertian tersebut diketahui perbedaan keduanya yakni terletak pada keberadaan pengemudi yang meninggalkan atau tidak meninggalkan kendaraannya. Lantas, bagaimana konsekuensi hukum terhadap pengemudi mobil yang parkir di ruang milik jalan ? berikut ini akan diuraikan mengenai pelanggaran, kejahatan dan kewenangan pejabat yang berkaitan dengan parkir.

Pelanggaran dan Kejahatan

UULLAJ telah mengatur 36 pasal yang merupakan jenis pelanggaran lalu lintas dan 6 pasal yang merupakan kejahatan sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 316 UULLAJ, namun demikian terdapat 4 pasal dari jenis pelanggaran yang muatannya termasuk kejahatan karena secara substansi diperiksa menurut hukum acara pemeriksaan biasa.

Adapun 4 pasal tesebut dibenarkan oleh Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 12 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu lintas bahwa ketentuan Pasal 274 ayat (1) dan (2), Pasal 275 ayat (1), Pasal 309, dan Pasal 313 UULLAJ tidak termasuk perkara pelanggaran yang diputus pengadilan melalui penyelesaian perkara pelanggaran lalu lintas di dalam PERMA.

Salah satu pasal dalam kualifikasi pelanggaran lalu lintas ialah ketentuan Pasal 287 ayat (3) UULLAJ yang mengatur "Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan gerakan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf d atau tata cara berhenti dan Parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf e dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah)".

Ketentuan ini menetapkan pidana kurungan atau denda terhadap pengemudi yang memarkir kendaraan tidak sesuai dengan tata cara parkir dan fasilitas parkir melalui mekanisme penindakan pelanggaran lalu lintas dengan bukti pelanggaran (tilang).

Adapun tata cara parkir kendaraan di jalan menurut UULLAJ dilakukan secara sejajar atau membentuk sudut menurut arah lalu lintas dan pada saat parkir dalam keadaan darurat di jalan maka wajib memasang segitiga pengaman, lampu isyarat peringatan bahaya, atau isyarat lain. Isyarat lain dapat berupa lampu darurat, senter serta benda yang mudah dilihat pengguna jalan lainnya, misalnya ranting pohon yang cukup besar, plastik berwarna cerah.

Fasilitas parkir di dalam ruang milik jalan hanya dapat diselenggarakan di tempat tertentu pada jalan kabupaten, jalan desa, atau jalan kota yang harus dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 43 ayat (3) UULLAJ. Adapun di dalam ketentuan yang lama dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan, Pasal 66 (1) diatur :

"Setiap jalan dapat dipergunakan sebagai tempat berhenti atau parkir apabila tidak dilarang oleh rambu-rambu atau marka atau tanda-tanda lain atau di tempat-tempat tertentu". Hal ini berarti di dalam peraturan yang lama setiap pengemudi dapat parkir di ruang milik jalan sepanjang tidak dilarang sedangkan di dalam UULLAJ setiap pengemudi dapat parkir sepanjang diperbolehkan melalui Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan. Pengaturan UULLAJ lebih berfokus pada perlindungan terhadap pengguna jalan lainnya dari gangguan kendaraan yang parkir di ruang milik jalan.

Selain itu, parkir di ruang milik jalan jalan juga dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan matinya orang dan termasuk pada kualifikasi kejahatan sebagaimana dimaksud Pasal 310 ayat (4) UULLAJ dengan ancaman pidana penjara 6 (enam) tahun sehingga diproses melalui mekanisme hukum acara pidana biasa. Adapun contoh kasusnya dapat diketahui melalui Putusan Pengadilan Negeri Tanjungpandan Nomor 209/Pid.B/2013/PN.Tdn.

Dalam putusan tersebut diketahui bahwa terdakwa memarkir mobil Truk di Jalan Raya dan ditempat terdakwa memarkir mobil Truk tidak ada rambu lalu lintas atau marka jalan yang menunjukkan bahwa ruang milik jalan sebagai tempat parkir kendaraan. Mobil Truk yang diparkir tidak dipasang segitiga pengaman, tidak dinyalakan lampu isyarat peringatan bahaya, atau isyarat lain pada saat berhenti untuk menunjukkan bahwa ada mobil yang sedang parkir.

Setelah beberapa lama diparkir, ternyata di belakang mobil Truk tersebut terlihat seorang tergeletak di jalan bersama dengan sepeda motornya. Para saksi tidak melihat proses terjadinya kecelakaan namun posisi korban dan motornya menunjukkan ia baru saja menabrak bagian belakang truk. Korban pada akhirnya dinyatakan meninggal dunia dan terdakwa dinyatakan lalai memarkir kendaraan yang menyebabkan seseorang meninggal dunia sehingga dihukum penjara selama 2 (dua) bulan.

Kejadian ini merupakan konsekuensi nyata parkir di ruang milik jalan dapat menyebabkan terganggunya pengguna jalan yang berpotensi menyebabkan kecelakaan lalu lintas dan bahkan menyebabkan kematian. Sanksi pidana dapat menimpa siapa saja yang memarkir kendaraan di ruang milik dijalan karena tidak memberikan tanda-tanda khusus sebagaimana dimaksud di atas.

Kewenangan Polisi dan Penyidik PPNS

Penyidikan tindak pidana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilakukan oleh  1). Penyidik kepolisian Negara Republik Indonesia dan 2). Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu yang diberi wewenang khusus yakni diantaranya melakukan pemeriksaan atas pelanggaran persyaratan teknis dan laik jalan Kendaraan Bermotor yang pembuktiannya memerlukan keahlian dan peralatan khusus, melakukan pemeriksaan atas pelanggaran perizinan angkutan orang dan/atau barang dengan Kendaraan Bermotor Umum, menunda pengoperasian kendaraan, izin penyelenggaraan angkutan.

Selain itu, dalam pelaksanaan pemeriksaan yang dilakukan oleh PPNS menurut ketentuan Pasal 11 ayat (2) PP 80/2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan "wajib didampingi petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia". Hal ini berarti peraturan perundang-undangan mengenai LLAJ telah membatasi kewenangan PPNS yakni terhadap wewenang khusus dan wajib di damping petugas kepolisian pada saat pemeriksaan.

Lantas, bagaimana kewenangan PPNS di dalam PERDA 5/2012 ? Ketentuan Pasal 64 ayat (1) PERDA 5/2012 mengatur bahwa kendaraan bermotor yang parkir di tempat yang dinyatakan dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan/atau yang dinyatakan dilarang parkir oleh penyelenggara parkir, dapat dipindahkan ke tempat lain yang tidak mengganggu pengguna jalan dan/atau pengguna jasa parkir atas prakarsa pengemudi kendaraan itu sendiri dengan atau tanpa bantuan pihak lain.

Rumusan norma ini menempatkan Pemerintah Daerah sebagai pihak yang memiliki tanggungjawab terhadap gangguan di wilayahnya, termasuk pada ruang milik jalan dan memprioritaskan pemindahan kendaraan oleh pengemudi. Namun selanjutnya pada ayat (2) diatur apabila setelah jangka waktu 15 (lima belas) menit sejak kendaraan parkir, pengemudi kendaraan tidak memindahkan kendaraannya, pemindahan kendaraan dapat dilakukan oleh petugas yang berwenang di ruang milik jalan atau petugas parkir.

Norma di atas memiliki  2 (dua) penjelasan yakni adanya jangka waktu 15 (lima) belas menit dan dilakukan oleh petugas. Petugas berkewajiban menunggu batas waktu 15 (lima) belas menit sebagai toleransi kepada pengemudi yang memarkir kendaraan pada ruang milik jalan namun untuk menjamin kepastian hukum maka perlu ada saksi lainnya yang mengetahui lamanya mobil diparkir. Dalam hal petugas melakukan derek mobil tidak dalam batas waktu yang ditentukan tersebut, petugas telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Secara umum, petugas yang berwenang di dalam UULLAJ adalah polisi sedangkan PPNS berwenang terhadap hal-hal tertentu sebagaimana dijelaskan di atas namun tidak termasuk berwenang melakukan tindakan terhadap kendaraan yang parkir. Perluasan kewenangan PPNS yang tidak sejalan dengan kewenangannya di dalam UULLAJ perlu dikaji lebih mendalam dalam kaitannya dengan asas lex superior derogat lex inferiori artinya ketentuan yang lebih tinggi mengesampingkan ketentuan yang lebih rendah.

Kajian tersebut perlu memperhatikan peranan undang-undang pemerintahan daerah dalam mengatur tata tertib di wilayah hukumnya termasuk sejauh mana kewenangannya pada ruang milik jalan. Hal ini karena UULLAJ bersifat umum sedangkan kewenangan pemerintahan daerah dalam menerbitkan peraturan bersifat regional sehingga bisa saja berhubungan dengan asas lex spesialis derogat legi generalis yang artinya ketentuan yang lebih khusus mengesampingkan ketentuan yang lebih umum.

Pengaturan mengenai derek mobil sebenarnya telah diatur melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1993 Tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan dan masih tetap berlaku sekalipun ketentuan UULLAJ dikeluarkan pada tahun 2009. Hal ini karena di dalam UULLAJ ketentuan penutup Pasal 324 diatur "Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini".

Lebih jauh di dalam Pasal 97 ayat (3) PP 43/1993 mengatur "Pemindahan kendaraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan ketempat lain yang tidak mengganggu keselamatan dan kelancaran lalu lintas atau ketempat yang ditentukan oleh petugas yang berwenang. Petugas yang berwenang bila merujuk pada Pasal 287 ayat (3) UULLAJ "dikenai sanksi berupa tilang oleh Polisi" maka tindakan lainnya yang merupakan satu kesatuan dengan sanksi tersebut berupa derek mobil juga termasuk kewenangan kepolisian kecuali ditafsirkan meluas. Namun untuk meningkatkan peran kepolisian dalam melakukan tindakan tersebut, negara wajib menyediakan fasilitas yang dibutuhkan untuk itu.

Simpulan

Konsekuensi pelanggaran parkir pada ruang milik jalan adalah penindakan dengan bukti pelanggaran yang dilakukan oleh penyidik kepolisian namun apabila pelanggaran tersebut mengakibatkan terjadinya kecelakaan lalu lintas maka pengemudi bertanggungjawab atas kejahatan yang disebabkan oleh kelalaiannya menurut hukum acara pemeriksaan acara biasa. PERDA 5/2012 perlu dikaji ulang mengenai kewenangannya mengatur hukum materiil penindakan melalui "Derek" dan  kewenangan PPNS selain yang dimaksud dalam UULLAJ.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun