Di sisi lain, budaya tabu di masyarakat kita membuat isu seksualitas sulit untuk dibicarakan secara terbuka. Anak-anak tidak diajarkan mengenai tubuh mereka, batasan pribadi, dan hak-hak atas perlindungan diri. Ketika mengalami pelecehan atau kekerasan, mereka cenderung bingung, takut, dan merasa malu untuk mengungkapkan kejadian yang dialami.
Lebih parah lagi, tidak jarang orang tua atau guru justru menyalahkan korban. Sikap menyalahkan korban (victim blaming) ini menyebabkan trauma korban semakin dalam, dan potensi keberulangan kasus menjadi tinggi karena pelaku merasa tidak ada konsekuensi berarti.
Mengapa Kita Tidak Bisa Diam?
Dampak kekerasan seksual terhadap anak tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga sangat mendalam secara psikologis. Banyak penyintas mengalami trauma berkepanjangan, kehilangan rasa percaya diri, gangguan kecemasan, bahkan keinginan untuk mengakhiri hidup. Ketika kekerasan terjadi di usia anak, masa depan mereka bisa hancur sebelum sempat terbentuk.
Kita tidak bisa terus membiarkan sekolah menjadi tempat yang mengancam anak-anak. Kita harus berhenti menormalisasi kekerasan, menolak budaya tutup mulut, dan mulai membangun sistem perlindungan anak yang nyata dan fungsional.
Untuk mengatasi masalah ini, perlu ada reformasi sistemik. Pemerintah perlu mewajibkan semua sekolah memiliki kebijakan perlindungan anak yang tegas dan sistem pelaporan yang jelas. Pendidikan seksualitas berbasis hak asasi dan usia perlu dimasukkan dalam kurikulum untuk membekali anak mengenali tanda bahaya dan melindungi diri. Selain itu, kerja sama antara sekolah, orang tua, lembaga perlindungan anak, dan aparat hukum harus diperkuat agar tidak ada lagi anak yang menjadi korban di tempat yang seharusnya aman.
Lima Langkah Reformasi Sistemik yang Mendesak
Jika kita ingin mengubah keadaan, kita memerlukan reformasi menyeluruh dalam sistem pendidikan dan perlindungan anak. Berikut ini lima langkah penting yang harus segera diwujudkan:
1. Kebijakan Perlindungan Anak di Setiap Sekolah
Setiap sekolah wajib memiliki kebijakan tertulis mengenai perlindungan anak, termasuk mekanisme pelaporan kekerasan, perlindungan korban, serta sanksi bagi pelaku. Kebijakan ini harus disosialisasikan secara luas kepada siswa, guru, dan orang tua.
2. Pelatihan Guru dan Tenaga Kependidikan