Mohon tunggu...
Rijo Tobing
Rijo Tobing Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis buku kumpulan cerpen "Randomness Inside My Head" (2016), novel "Bond" (2018), dan kumpulan cerpen "The Cringe Stories" (2020) dalam bahasa Inggris. rijotobing.wordpress.com. setengah dari @podcast.thechosisters on Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dear Mas Menteri, Surat Terbuka Ini tentang Guru

26 Mei 2020   11:38 Diperbarui: 26 Mei 2020   14:45 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dear Mas Menteri,

Apa kabar? Pertama-tama saya mau bilang bahwa saya kecewa dengan kementerian yang Mas pimpin. Masak membuat lomba menulis kesan pembelajaran jarak jauh selama pandemi Covid-19 untuk guru dan murid saja? Bagaimana dengan orang tua, padahal proses pendidikan formal mencakup tiga pilar berikut: orang tua, anak (murid), dan guru (sekolah)?

Mungkin Mas sudah mendengar bisikan bahwa selama pandemi orang tua tiba-tiba harus menjadi murid dan guru sekaligus. Kami tiba-tiba harus menyegarkan ingatan akan materi pelajaran dari satu sampai tiga dekade lalu (menjadi murid). Tak hanya itu, kami yang tidak pernah belajar pedagogi tiba-tiba harus mengajarkan materi itu pada anak-anak kami (menjadi guru) karena keterbatasan kehadiran daring guru sekolah mereka.

Nah, mumpung kita masih berada pada bulan Mei dimana kita memperingati Hari Pendidikan dan Hari Kebangkitan Nasional, ijinkanlah saya memberikan pendapat mengenai salah satu pilar yang dinasihati habis-habisan oleh mendiang Bapak Ki Hajar Dewantara.

Guru. Pendidik, baik di sekolah sebagai institusi formal maupun di institusi informal lainnya.

Saya memiliki dua orang anak, Mas, yang satu sudah bersekolah selama delapan tahun dan adiknya selama lima tahun. Saya menyekolahkan mereka di sekolah swasta dengan sistem pembelajaran dalam dua bahasa.


Pandemi membuat saya menaruh perhatian lebih pada profesi ini karena pembelajaran jarak jauh membuat saya melihat langsung kualitas para guru. Kritik yang akan saya sampaikan tidak spesifik untuk mereka, Mas, tapi untuk guru di Indonesia.

Dear Mas Menteri,

Pertama-tama dan utama, jadikanlah profesi guru sebagai profesi yang "seksi". Mas mungkin pernah mendengar istilah ini karena ini istilah untuk profesi/posisi/jabatan yang diidamkan, dibicarakan, dan diincar oleh semua orang.

Profesi dokter adalah profesi yang "seksi". Banyak orang ingin menjadi dokter tapi sedikit sekali yang mampu masuk dan menyelesaikan jenjang pendidikannya yang kelewat banyak dan makan waktu bertahun-tahun. Orang-orang ini mengerti betul arti kerja keras, pengorbanan, dan ketekunan yang diperlukan untuk mendapatkan gelar dokter. Dari awal sampai akhir sekolah, bahkan saat menjalani profesinya, mereka sangat bersungguh-sungguh.

Tidakkah kita ingin profesi guru dilihat dan diupayakan seperti itu oleh anak-anak kita?

Saya mengenal beberapa orang yang menjadi dosen karena mereka tidak diterima bekerja di mana pun. Mereka akhirnya memutuskan mengambil gelar master di almamater mereka supaya langsung mendapat pekerjaan di situ. Waktu saya mendengar hal ini, hati saya tidak terima. Mereka tidak hanya kekurangan panggilan untuk menjalani profesi pendidik; mereka pada akhirnya kekurangan pengabdian kepada anak didik mereka.

Apalah artinya bekerja tanpa panggilan dan pengabdian? Mungkin Mas sendiri sudah melihat contoh nyata di lingkungan pekerjaan Mas. Tanpa kedua hal ini bagaimana kita mempercayai orang-orang yang kita serahi tugas untuk mendidik generasi yang katanya akan mewarisi bangsa kita?

Akan tetapi, panggilan dan pengabdian tanpa set pengetahuan dan keterampilan yang tepat dan cukup sebagai guru hanya berujung pada omong kosong. Seseorang bisa merasa terpanggil menjadi guru, ia juga bisa serius dalam mengajar, tapi tanpa ilmu pedagogi dan penguasaan materi yang akan diajar, apa kira-kira yang bisa diserap oleh muridnya?

Panggilan dan pengabdian adalah hal abstrak yang sulit diukur, mungkin begitu tanggapan Mas. Saya sangat setuju. Oleh karena itu, mari kita membentuk profesi ini dari hal yang kita bisa ukur yaitu pendidikannya.

Saya meyakini pendidikan guru adalah bagian dari program jangka panjang kementerian yang Mas pimpin sampai tahun 2024. Jika sekarang pemerintah menyediakan program sertifikasi untuk guru-guru supaya mereka mencapai standar pengetahuan dan keterampilan yang seharusnya, maka ada baiknya proses ini mulai dibalik sekarang. Pastikan dulu pendidikan mereka memadai sebelum mereka dilepas menjadi guru.

Dunia Barat sudah memberikan banyak contoh bagaimana kita sebaiknya membentuk profesi guru, Mas. Sebagai bangsa yang merdeka "belakangan", tak ada salahnya kita meniru praktek yang telah terbukti baik. Toh tujuan kita hanya satu, memastikan orang-orang yang cerdas dan pintarlah yang akan mendidik anak-anak kita.

Ada beberapa hal yang saya ingin sarankan:

1. Syarat minimal pendidikan guru

Untuk pendidikan anak usia dini sampai Sekolah Menengah Atas setidaknya guru sudah menempuh pendidikan sampai jenjang S2 dan jenjang S3 untuk pendidikan di universitas/akademi. Mungkin ada yang berpendapat, "Ah lebay amat, masak harus sekolah selama itu untuk menjadi guru?"

Justru harus belajar lama supaya bisa kompeten mengajar sebagai guru.

Bayangkan jika lulusan S1 mengajar murid SMA pada masa sekarang dimana akses informasi di luar sekolah melimpah tak terbatas. Kesenjangan pengetahuan antara pengajar dan yang diajar akan tidak kentara dan hal ini akan mempengaruhi satu hal krusial dalam hubungan guru dan murid yaitu rasa hormat.

Manusia akan menghormati manusia lain yang memiliki hal lebih superior dibanding dirinya. Contohnya adalah keponakan saya yang bersekolah di sebuah SMP Negeri di Jakarta. Guru IPA-nya tidak mengikuti perkembangan dan perubahan ilmu yang diajarnya. Dia dengan gamblang menyuruh muridnya untuk mengikuti bimbel daring saja supaya bisa lebih mengerti materi.

Jika guru tidak lebih tahu dan lebih bisa dari murid, saya yakin akan lebih banyak anak selain keponakan saya yang berpikir bahwa ke sekolah itu hanya buang-buang waktu karena mereka bisa belajar sendiri dari internet.

2. Pendidikan guru dibiayai negara

Mungkin Mas dan orang lain akan berargumen, "Wah APBN bisa jebol dong?"

Jebol atau tidaknya APBN tergantung pada pengelolaan, tapi membiayai pendidikan guru adalah investasi untuk jangka yang sangat panjang. APBN pada umumnya dipergunakan untuk kegiatan konsumsi tapi berinvestasi pada guru pada ujungnya adalah berinvestasi pada murid yang nantinya akan memimpin negara ini.

Imbalan dari investasi pada pendidikan guru mungkin tidak dapat terlihat dalam waktu dekat. Namun ini bagian dari ikhitiar kita supaya murid-murid mereka, anak-anak kita, nantinya akan memiliki daya saing dan mampu berkompetisi secara global, Mas.

Tentu saja guru yang dibiayai pendidikannya harus patuh pada banyak syarat dan ketentuan. Indeks Prestasi Kumulatif minimal di angka 3.3 adalah salah satunya. Jika calon guru tidak mencapai IPK yang disyaratkan, maka ia dipersilakan berhenti sekolah guru dan menekuni bidang keilmuan lain. Cara ini ampuh untuk menyaring calon guru yang memang serius terpanggil dan mengabdi.

3. Perkuat soft skill calon guru

Soft skill yang saya maksud mencakup di antaranya keterampilan untuk menghadapi orang, keterampilan untuk berkomunikasi, karakter dan sikap yang baik, dan kecerdasan emosi. Seorang calon guru semestinya mempelajari hal-hal ini karena mereka akan berhadapan dengan murid-murid yang beragam latar belakangnya.

Seorang guru tidak bisa diharapkan untuk menjadi orang yang sabar dari sananya; dia harus mempelajari cara tetap sabar apalagi ketika menghadapi murid-murid dengan beragam temperamen dan kebutuhan.

Seorang guru tidak bisa diharapkan untuk pintar berkomunikasi dari sananya; dia harus mempelajari cara mengungkapkan pikiran dan maksud dengan terstruktur supaya bisa dipahami murid-murid dengan beragam daya tangkap dan tingkat kecerdasan.

Dear Mas Menteri,

Saya berharap surat ini akan menjadi bahan pertimbangan Mas untuk memperbaiki kualitas guru kita. Guru seharusnya adalah orang yang menguasai materi dan tahu cara mengajar, tidak timpang salah satunya.

Omong-omong, surat ini sudah terlalu panjang padahal ada dua hal lagi yang saya ingin bahas. Saya lanjutkan besok dan lusa ya.

Salam Pendidikan (dari murid dan guru dadakan).

PS: Di Swis, tempat saya pernah bermukim, profesi guru sangat dihormati dan diincar. Soalnya, profesi mana lagi yang libur bersamaan dengan libur anak sekolah? Untuk orang yang berniat berkeluarga, ini adalah daya tarik dari profesi guru karena pasti ada keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Demikian sekilas info dari saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun