Mohon tunggu...
Rijo Tobing
Rijo Tobing Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis buku kumpulan cerpen "Randomness Inside My Head" (2016), novel "Bond" (2018), dan kumpulan cerpen "The Cringe Stories" (2020) dalam bahasa Inggris. rijotobing.wordpress.com. setengah dari @podcast.thechosisters on Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dear Mas Menteri, Surat Terbuka Ini tentang Guru

26 Mei 2020   11:38 Diperbarui: 26 Mei 2020   14:45 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya mengenal beberapa orang yang menjadi dosen karena mereka tidak diterima bekerja di mana pun. Mereka akhirnya memutuskan mengambil gelar master di almamater mereka supaya langsung mendapat pekerjaan di situ. Waktu saya mendengar hal ini, hati saya tidak terima. Mereka tidak hanya kekurangan panggilan untuk menjalani profesi pendidik; mereka pada akhirnya kekurangan pengabdian kepada anak didik mereka.

Apalah artinya bekerja tanpa panggilan dan pengabdian? Mungkin Mas sendiri sudah melihat contoh nyata di lingkungan pekerjaan Mas. Tanpa kedua hal ini bagaimana kita mempercayai orang-orang yang kita serahi tugas untuk mendidik generasi yang katanya akan mewarisi bangsa kita?

Akan tetapi, panggilan dan pengabdian tanpa set pengetahuan dan keterampilan yang tepat dan cukup sebagai guru hanya berujung pada omong kosong. Seseorang bisa merasa terpanggil menjadi guru, ia juga bisa serius dalam mengajar, tapi tanpa ilmu pedagogi dan penguasaan materi yang akan diajar, apa kira-kira yang bisa diserap oleh muridnya?

Panggilan dan pengabdian adalah hal abstrak yang sulit diukur, mungkin begitu tanggapan Mas. Saya sangat setuju. Oleh karena itu, mari kita membentuk profesi ini dari hal yang kita bisa ukur yaitu pendidikannya.

Saya meyakini pendidikan guru adalah bagian dari program jangka panjang kementerian yang Mas pimpin sampai tahun 2024. Jika sekarang pemerintah menyediakan program sertifikasi untuk guru-guru supaya mereka mencapai standar pengetahuan dan keterampilan yang seharusnya, maka ada baiknya proses ini mulai dibalik sekarang. Pastikan dulu pendidikan mereka memadai sebelum mereka dilepas menjadi guru.

Dunia Barat sudah memberikan banyak contoh bagaimana kita sebaiknya membentuk profesi guru, Mas. Sebagai bangsa yang merdeka "belakangan", tak ada salahnya kita meniru praktek yang telah terbukti baik. Toh tujuan kita hanya satu, memastikan orang-orang yang cerdas dan pintarlah yang akan mendidik anak-anak kita.

Ada beberapa hal yang saya ingin sarankan:

1. Syarat minimal pendidikan guru

Untuk pendidikan anak usia dini sampai Sekolah Menengah Atas setidaknya guru sudah menempuh pendidikan sampai jenjang S2 dan jenjang S3 untuk pendidikan di universitas/akademi. Mungkin ada yang berpendapat, "Ah lebay amat, masak harus sekolah selama itu untuk menjadi guru?"

Justru harus belajar lama supaya bisa kompeten mengajar sebagai guru.

Bayangkan jika lulusan S1 mengajar murid SMA pada masa sekarang dimana akses informasi di luar sekolah melimpah tak terbatas. Kesenjangan pengetahuan antara pengajar dan yang diajar akan tidak kentara dan hal ini akan mempengaruhi satu hal krusial dalam hubungan guru dan murid yaitu rasa hormat.

Manusia akan menghormati manusia lain yang memiliki hal lebih superior dibanding dirinya. Contohnya adalah keponakan saya yang bersekolah di sebuah SMP Negeri di Jakarta. Guru IPA-nya tidak mengikuti perkembangan dan perubahan ilmu yang diajarnya. Dia dengan gamblang menyuruh muridnya untuk mengikuti bimbel daring saja supaya bisa lebih mengerti materi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun