Mohon tunggu...
Rihatun Nupus
Rihatun Nupus Mohon Tunggu... Mahasiswa

"Janganlah sia-siakan waktumu, karna disetiap detiknya menentukan masa depanmu"

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dampak Tuntutan Akademik Orang Tua Terhadap Motivasi Belajar Anak

26 Mei 2025   16:16 Diperbarui: 26 Mei 2025   16:16 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tuntutan akademik dari orang tua menjadi salah satu faktor yang sangat memengaruhi motivasi belajar anak. Banyak orang tua merasa bertanggung jawab untuk mendorong anak meraih prestasi terbaik di sekolah dengan harapan masa depan yang cerah. Mereka memberikan target nilai tinggi, berharap anak bisa masuk sekolah favorit, atau menjadi juara kelas. Namun, meskipun niat ini baik, tuntutan yang berlebihan tanpa memperhatikan kondisi dan karakter anak justru dapat menimbulkan dampak negatif yang serius pada motivasi belajar.

Salah satu dampak utama dari tuntutan akademik yang terlalu tinggi adalah munculnya motivasi belajar yang bersifat eksternal. Anak-anak sering kali belajar bukan karena ingin menguasai materi atau merasa tertarik dengan pelajaran, melainkan karena takut gagal, takut dimarahi, atau takut mengecewakan orang tua. Ketika motivasi hanya berasal dari luar diri, seperti tekanan orang tua, hal itu akan membuat anak merasa terbebani dan belajar menjadi aktivitas yang melelahkan. Dalam jangka panjang, motivasi eksternal ini rentan hilang jika tekanan tersebut tidak ada, sehingga anak cenderung kehilangan minat belajar dan berpotensi mengalami penurunan prestasi.

Tekanan yang berlebihan dari tuntutan akademik juga berpengaruh pada kesehatan psikologis anak. Banyak anak yang mengalami stres, kecemasan, dan gangguan tidur akibat perasaan tidak mampu memenuhi harapan orang tua. Mereka bisa merasa rendah diri, merasa gagal, bahkan sampai mengalami rasa takut yang berlebihan terhadap kegagalan. Hal ini tentunya tidak hanya mengganggu proses belajar, tetapi juga perkembangan emosional dan sosial anak secara keseluruhan.

Di sisi lain, motivasi belajar yang sehat lebih banyak muncul dari dalam diri anak, yang dikenal sebagai motivasi intrinsik. Anak yang belajar karena ingin memahami, merasa tertarik, dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi akan cenderung bertahan lebih lama dalam proses pembelajaran dan mencapai hasil yang lebih memuaskan. Orang tua yang mampu mendampingi dengan cara mendukung, memberikan penghargaan atas usaha, serta memahami minat dan kesulitan anak, dapat membantu menumbuhkan motivasi intrinsik ini.

Penting bagi orang tua untuk mengubah pola asuh dari tuntutan yang memaksa menjadi pola pendampingan yang suportif. Misalnya, daripada hanya menuntut nilai tinggi, orang tua dapat mengajak anak berdiskusi tentang apa yang disukai dan sulit dalam belajar, serta mencari solusi bersama. Memberikan ruang bagi anak untuk menentukan target sendiri dan merayakan setiap pencapaian, sekecil apapun, akan membantu anak merasa dihargai dan termotivasi untuk terus belajar.

Selain itu, komunikasi yang terbuka antara orang tua dan anak sangat penting. Anak yang merasa didengar dan dipahami akan lebih terbuka menyampaikan kendala dan perasaannya, sehingga orang tua bisa memberikan dukungan yang tepat. Peran guru dan lingkungan sekolah juga tidak kalah penting dalam membentuk motivasi belajar yang sehat, namun fondasi awal dari keluarga tetap menjadi kunci utama.

Singkatnya, tuntutan akademik orang tua memang dapat menjadi pendorong prestasi anak, tetapi jika tidak diimbangi dengan pendekatan yang tepat, bisa berakibat sebaliknya: menurunkan motivasi, menimbulkan stres, dan bahkan menghambat perkembangan anak secara keseluruhan. Oleh karena itu, orang tua perlu menyesuaikan harapan dengan kemampuan dan kebutuhan anak, serta membangun suasana belajar yang menyenangkan dan suportif agar motivasi belajar anak tumbuh secara alami dan berkelanjutan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun