Mohon tunggu...
Rige Bandayanti
Rige Bandayanti Mohon Tunggu... Guru - Mencerdaskan anak bangsa

Olahraga yang saya suka adalah volly.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Potret Pendidikan dalam Konteks Pembelajaran di Sekolah Sebuah Refleksi

24 Februari 2024   09:10 Diperbarui: 24 Februari 2024   09:16 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

I believe the children are our future

Teach them well and let them live their way

Show them all the beauty they posses inside

Give them a sense of pride 

To make it easier

Let the children's laughter

Remind us how we used to be

(Aku percaya bahwa anak-anak adalah masa depan kita. Ajari mereka dan biarkan mereka hidup dengan cara mereka. Tunjukkan kepada mereka segala kelebihan yang ada dalam diri mereka. Berikan mereka rasa bangga. Untuk membuat segalanya menjadi lebih mudah. Biarkan tawa lepas anak-anak itu mengingatkan kita tentang bagaimana kita semasa kanak-kanak dahulu)

Sepenggal bait lagu "The Greatest Love of All" yang pernah dilantunkan oleh mendiang Whitney Houston ini, menyimpan pesan moral yang sangat patut untuk kita jadikan bahan perenungan. Semua pihak yang terjun di dunia pendidikan, secara teoritis tentu sepakat bahwa anak-anak adalah anak-anak dengan segala keunikan dan kecenderungan yang dimilikinya pada usia pertumbuhannya. Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, sehingga dalam proses pendidikannya, ia harus "dipaksa" memasuki alam pikiran orang dewasa.

 Proses pendidikan dalam konteks persekolahan berlangsung berdasarkan landasan falsafah, visi dan paradigma yang dibangun dan dianut oleh para praktisi yang terlibat di dalamnya, khususnya komunikasi guru. Sebagian guru memandang sebuah visi dan paradigma sebagai suatu hal yang sangat esensial sehingga ketika visi dan paradigma kependidikan telah inhern di dalam diri mereka, maka hal tersebut akan termanifestasikan dalam proses pembelajaran secara utuh dan integral. Tentu saja sebuah visi dan paradigma tidaklah tumbuh secara instant. Ia tumbuh dari proses perenungan yang dalam pemikiran yang serius dan fokus, sikap kepedulian yang tinggi dan tak kalah pentingnya, semangat totalitas dan dedikasi yang tinggi. Namun, bagi sebagian guru, hal-hal tersebut di atas tidak lagi terlalu signifikan karena tergilas oleh rutinitas mengajar, tuntutan administrasi dan tuntutan target materi yang harus selesai pada setiap semester.

 Sejenak marilah kita mencermati konsep belajar yang dikemukakan oleh Ernest R. Hilgard dalam bukunya "Theories of Learning": "Learning is the process by which an activity originates or is changed through training procedures (whether in the laboratory or in the natural environment) as distinguished from changes by factors not attributable to training." Dalam definisi tersebut, dikatakan bahwa belajar  adalah proses perubahan perilaku melalui serangkaian prosedur pelatihan/pembelajaran yang dilakukan baik di dalam ruangan atau di lingkungan alam bebas. Jadi, belajar bukanlah sekadar kewajiban untuk menerima sejumlah "paket" pengetahuan yang hanya mengisi ruang "kognisi" semata, melainkan sebuah pengalaman yang melibatkan potensi, emosi, bakat, minat dan aktualisasi diri yang seluruhnya harus bermuara pada perubahan perilaku ke arah yang positif baik terhadap dirinya, orang lain dan alam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun