Marcel Broersma dalam (Peters & Broersma, 2013) berpendapat bahwa berita bohong atau hoax bisa saja sengaja disebarluaskan oleh media massa. Ada beberapa alasan di balik pembuatan berita bohong ini. Pertama, faktor individu jurnalis menjadi salah satu penyebab utama. Beberapa jurnalis mungkin terdorong oleh ambisi pribadi, seperti keinginan untuk mendapatkan penghargaan atau promosi jabatan, sehingga menyebarkan informasi yang tidak benar. Kedua, tekanan dari industri media juga berperan penting. Demi meraih keuntungan yang lebih besar, media massa terkadang sengaja membuat berita bohong untuk menarik lebih banyak pembaca atau penonton. Ketiga, kerja sama antara jurnalis dan sumber berita yang tidak bertanggung jawab juga bisa menjadi faktor penyebab. Keduanya bisa saling menguntungkan dengan menyebarkan berita bohong.
Kehadiran jurnalisme warga memperkaya sumber informasi bagi masyarakat. Jurnalisme warga menawarkan kecepatan dalam penyebaran informasi. Berita-berita terkini dapat dengan cepat diakses oleh publik. Namun, di sisi lain, kurangnya pengawasan dan standar kualitas yang jelas membuat berita-berita yang dihasilkan seringkali tidak akurat. Hal ini dapat menimbulkan kebingungan dan ketidakpercayaan di masyarakat. Berita bohong yang menyebar luas dapat memicu konflik dan memecah belah masyarakat. Kecepatan ini sering kali mengorbankan akurasi. Banyak berita yang beredar dari sumber ini tidak melalui proses verifikasi yang ketat, sehingga berpotensi mengandung kesalahan atau bahkan merupakan berita bohong. Â Kurangnya pengetahuan tentang jurnalisme dan standar penulisan berita yang baik juga menjadi faktor penyebab.
Lahirnya jurnalisme warga tidak hanya didasari oleh perkembangan teknologi, namun juga dipengaruhi karena produk media massa yang tidak mewakili kepentingan masyarakat. Media massa berfungsi sebagai sarana mendapatkan dan berbagi informasi bagi masyarakat, namun juga dibangun sebagai sebuah usaha atau bisnis yang bertujuan untuk mencapai keuntungan secara bisnis dan finansial. Kondisi ini membuat indikator media massa dalam menyampaikan berita dan informasi diperuntukan mendapatkan target pasar demi keuntungan. Dalam menjalin kerja sama dengan pihak ketiga atau mitra baik pemerintah maupun swasta sebagai pemasang iklan, media dituntut harus memprioritaskan kepentingan mitra. Kondisi ini menjadi dilema yang akhirnya dapat mempengaruhi media dalam menjalanakan fungsi kontrol sosial sehingga membatasi sikap kritisnya (Gazali et al., 2003)
Menurut teori media kritis, media massa tidak hanya berfungsi sebagai penyebar informasi, tetapi juga sebagai alat untuk mengubah tatanan sosial yang tidak adil seperti penindasan secara ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum dan lainnya. Media, terutama melalui jurnalisme investigasi, dapat membongkar praktik-praktik penindasan dan ketidakadilan yang dialami oleh kelompok marjinal dalam berbagai aspek kehidupan dengan membongkar data dan fakta-fakta yang ada di lapangan. Dengan melibatkan masyarakat dalam proses pemberitaan, media dapat mendorong terjadinya perubahan sosial yang lebih inklusif dan berkeadilan. Teori ini menekankan pentingnya peran kritis media dalam menantang status quo dan memperjuangkan hak-hak masyarakat yang terpinggirkan. Media massa yang telah mendapatkan perhatian dari khalayak, menjadi salah satu saluran untuk menerapkan teori media kritis tersebut (Romli, 2016). Dalam elemen Bill Kovach juga disebutkan bahwa media harus mewakili kepentingan publik.
Jurnalisme warga muncul karena kritik atas jurnalisme profesional yang berpihak pada rezim dan terlalu menjalanakan bisnisnya dengan memprioritaskan pada pasar. Media massa cenderung menghindari pemberitaan yang bersifat kritis terhadap kebijakan pemerintah dan tidak lagi menjadi suara bagi kepentingan publik. Namun ditemukan dalam Menurut (Yuniar, 2019) bahawa jurnalisme warga dan jurnalisme profesional memilki hubungan mutualisme. Kolaborasi antara jurnalisme warga dan jurnalisme profesional dapat ditunjukkan dalam media arus utama. Ditemukan hubungan yang saling menguntungkan antara jurnalis profesional yang memanfaatkan kebergaman dan kecepafan informasi yang diunggah oleh jurnalis warga. Jurnalsi profesional dalam media memilki tuntutan untuk mengakomdir seluruh informasi yang ada dengan sumber daya yang terbatas. Hal ini membuat mereka melewatkan beberapa informasi penting sehingga berita yang dipublikasikan cenderung seragam dengan media yang lain. Temuan ini menjukkan bahwa momentum kolaborasi dapat menjadi penerang, jurnalis warga dan profesional tidak dilihat sebagai perselisihan justru menguatkan bahwa keduanya dapat bekerja sama demi terciptanya demokrasi. Dalam hal ini pula, memang sudah sepatutnya media profesional dapat merangkul jurnalis warga agar dapat menumbuhkan literasi media dan partisipasi mereka itu sendiri  (Alwaton, 2023). Praktik jurnalisme warga ternyata membuka banyak diskusi seperti literasi media dan konvergensi media. Sehingga perlu pandangan yang terbuka untuk menerima pergeseran produk media massa menjadi jurnalisme warga agar membuka banyak kebaharuan.
Disamping itu, bentuk kolaborasi antara jurnalis warga dan profesional juga ditegaskan oleh (Mutsvairo & Salgado, 2022). Karena masih adanya kesulitan bagi jurnalis profesional untuk meliput peristiwa di lokasi kejadian, jurnalis warga kemudian dilibatkan agar masyarakat yang menjadi saksi mata di area tersebut dapat memudahkan pelaporan peristiwa, khususnya ketika suatu peristiwa penting terjadi. Fenomena ini memilki makna bagi warga, bahwa suara khalayak dalam melaporkan agenda publik mendapatkan kesempatan untuk disorot oleh masyarakat. Dengan demikian, baik jurnalis warga dan profesional saling mendapatkan manfaat satu sama lain. Secara tidak langsung anggapan bahwa praktik jurnalisme warga menggeser profesi jurnalis tidak benar adanya. Justu sebaliknya, keduanya memiliki hubungan yang saling melengkapi dan menguatkan satu sama lain dalam menyajikan kebenaran.
Lahirnnya jurnalisme warga tidak kemudian dimaknai akan menggeser atau bahkan menghilangkan peranan jurnalisme profesional, melainkan telah terjadinya pergeseran tradisi baru yaitu konvergensi media. Era ini terjadi dimana media tradisional dan jurnalisme warga dapat berjalan bersama dengan cara maupun bentuk penyampaian informasi yang berbeda pula. Penelitian diatas menguaktan argumen bahwa jurnalisme warga dilihat dalam cara pandang yang berbeda pada masing-masing pihak. Karena jurnalis warga hanya bisa menjadi pelengkap bagi jurnalis profesional, mereka tidak akan pernah bisa menggantikan mereka sepenuhnya, maka jurnalis profesional tidak perlu mengkhawatirkan posisinya tergantikan. Selain itu, disebutkan bahwa jurnalisme warga dalam menjalankan perannya, mendukung dalam pengumpulan informasi sehingga jurnalis warga bertasipasi dalam melaksanakan haknya yaitu terlibat dalam agenda publik (Noor, 2016). Sehingga dapat disimpulkan, anggapan bahwa jurnalis warga akan menggeser peranan profesi jurnalis profesional tidak benar.
Jurnalisme warga merupakan proses di mana masyarakat umum, tanpa latar belakang jurnalistik formal, ikut serta dalam mengumpulkan, menganalisis, dan menyebarkan berita untuk terlibat dalam dunia informasi atau berpartisipasi dalam dunia jurnalisme melalui . Dapat diteliti bahwa jurnalisme warga telah berakar di era sebelum jurnalisme konvensional berkembang. Dalam perkembangannya, jurnalisme warga hadir sebagai kritis atas media yang tidak melirik kepentingan publik dan hanya beorientasi pada pasar. Hingga menimbulkan anggapan bahwa jurnalisme warga akan menggeser profe jurnalisme profesional. Bahkan dalam teori konstruksi sosial, warga dilihat dapat mengimbangi media dalam proses menyebarluaskan informasi walaupun dengan gaya khas tersendiri.
Citizen Jounalisme sering menyajikan berita-berita yang tidak tersentuh atau dimuat oleh media arus utama, hal ini menjadi sisi kelebihan dari citizen journalism. Tentunya dalam proses pengelolan suatu peristiwa atau fakta untuk menjadi berita tentunya berbeda, dalam jurnalisme profesional dikenal dengan kode etik dalam menyajikan berita sedangkan jurnalis warga hanya berpaku pada keyakinan individu akan kebenaran. Namun seiring dengan proses interaksi dan kerja sama dengan jurnalisme professional, jurnalisme warga semakin lama menunjukkan suatu prinsip kerja yang professional, meskpin dalam secara hukum tidak diatur dalam praktik kerjanya.
Disebutkan dalam teori media kritis bahwa media tidak hanya menyajikan berita saja namun juga harus menjaga sikap kritisnya terhadap sekitar. Hal ini menjadi faktor tumbuhnya jurnalisme warga yang dalam praktiknya mengakomodir kepentingan publik. Namun dalam perjalanannya, jurnalisme warga telah difasilitasi oleh media mainstream. Melihat tren jurnalisme warga telah marak, banyak media yang tumbuh dari jurnalisme warga dan menciptakan tradisi baru. Produk medida massa kini dipenuhi oleh konten warga yang mengdokumentasikan peristawa dan dilaporkan kepada publik melalui media sosial.
DAFTAR PUSTAKA