Mohon tunggu...
Rifky Bagas Nugrahanto
Rifky Bagas Nugrahanto Mohon Tunggu... Penulis - Pegawai Negeri Sipil

Mengawali penulisan artikel di situs pajak.go.id, serta merambah pada publikasi di media cetak. Beberapa artikel telah terbit di antaranya di Harian Ekonomi Neraca dan Investor Daily Indonesia. Perjalanan menulis ini pun mengantarkan saya dapat ikut tercatat dalam buku dokumentasi “Voyage Indonesia 2018 : Kala Dunia Memandang Indonesia” dalam momen Annual Meetings WBG-IMF tahun 2018, Bali. Menjadi salah satu dari 100 artikel opini dan feature yang menyuarakan tentang momen berharga itu dan manfaatnya untuk Indonesia. Beberapa dokumentasi tulisan saya dapat dilihat juga pada https://rifkyjournals.blogspot.com/.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan agar Krisis Tak Lagi Terulang

23 Juni 2019   20:33 Diperbarui: 23 Juni 2019   21:02 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Atas peristiwa ini, DIF jatuh ke titik terendah dalam sejarahnya, negatif $ 20,9 miliar pada dasar akuntansi, akhir tahun 2009. Selain itu, selama periode antara Maret 2008 dan akhir tahun 2009, jumlah bank bermasalah naik dari 90 menjadi lebih dari 700.

Mengulas kembali kondisi di Indonesia, benarkah upaya-upaya selama ini dilakukan oleh otoritas perbankan Indonesia sudah berhasil merespon dan memperbaiki sendi-sendi perekonomian dalam negeri? Sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama Bank Indonesia tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem keuangan (perbankan dan sistem pembayaran). Namun keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak artinya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Stabilitas moneter dan stabilitas keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Kebijakan moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas keuangan begitu pula sebaliknya. Stabilitas keuangan merupakan pilar yang mendasari efektivitas kebijakan moneter.

Selain itu, sistem keuangan merupakan salah satu alur transmisi kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem keuangan maka transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan dengan normal. Dan sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara fundamental akan memengaruhi stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem keuangan (www.bi.go.id).

Lebih lanjut, dalam buku berjudul "Mengupas Kebijakan Makroprudensial" tahun 2016, dijelaskan bahwa Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.16/11/PBI 2014 tanggal 1 Juli 2014 tentang Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial memberikan arahan bahwa stabilitas sistem keuangan merupakan suatu kondisi yang memungkinkan sistem keuangan nasional berfungsi secara efektif dan efisien. Selain itu, juga mampu bertahan terhadap kerentanan internal dan eksternal sehingga alokasi sumber pendanaan atau pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.

Fokus kebijakan makroprudensial tidak hanya mencakup institusi keuangan, namun juga elemen sistem keuangan lainnya, seperti pasar keuangan, korporasi, rumah tangga, dan infrastruktur keuangan. Adanya kebijakan makroprudensial sejatinya bertujuan akhir untuk meminimalkan terjadinya risiko sistemik. Risiko yang dapat mengakibatkan hilangnya kepercayaan publik serta ketidakpastian dalam sistem keuangan yang akan mengganggu jalannya perekonomian.

Fenomena permasalahan sektor keuangan di Amerika Serikat yang didahului dengan tren peningkatan harga properti sebenarnya pada saat yang sama ditunjang dengan kondisi tingkat bunga yang relatif rendah, sehingga dana pinjaman pun lebih mudah diperoleh. Demi memperoleh keuntungan, ekspansi kredit pada sektor properti pun dilakukan pihak perbankan. Namun jika tidak diimbangi dengan aturan prudensial maka akan diikuti dengan peningkatan angka Non Performing Loan (NPL), yakni memburuknya kualitas kredit.

Di samping adanya kebijakan mikroprudensial untuk meningkatkan kehati-hatian bank, kebijakan makroprudensial yang bersifat agregat salah satunya seperti kebijakan Loan-to-Value (LTV) dapat mengendalikan perilaku ambil risiko agen ekonomi yang berlebihan. Lebih lanjut kebijakan ini dapat mempersyaratkan uang muka yang lebih besar untuk kredit pembelian rumah kedua atau pun seterusnya.

Dalam hal ini Bank sentral (Bank Indonesia) sebagai otoritas moneter akan memitigasi dan meminimalkan perilaku pengambilan risiko yang berlebihan yang dapat menganggu kestabilan harga, yaitu dengan pengawasan secara makroprudensial yang berupa monitoring dan analisis risiko sistemik, pemberian sinyal risiko, serta pemeriksaan tematik.

Beberapa opsi kebijakan pencegahan dan penanganan krisis selalu diupayakan untuk merespon adanya kerentanan sistem keuangan. Terlebih adanya Protokol Manajemen Krisis (PMK) pun menjadi landasan hukum bagi Bank Indonesia dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan tindakan yang cepat, termasuk dalam rangka koordinasi dengan pemerintah, KSSK, serta institusi terkait demi menjaga agar krisis keuangan tidak kembali terulang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun