Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Humor

Simfoni dalam Persepsi (Bukan Pengalaman Pribadi)

29 Oktober 2012   13:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:15 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

Mendengar lagu dangdut yang sedang dinyanyikan itu, ditambah dengan musiknya yang kencang dan cukup menggedor telinga, saya serasa mendapatkan durian runtuh. Wah, ada kesempatan buat kentut nih. Kenapa saya tidak manfaatkan saja kencangnya lagu dan musik itu untuk kentut sedikit demi sedikit. Nah, ini ada cengkokan sedikit: “Dut…dut….”

Saya tengok sekeliling. Yang sedang duduk di sekitar tetap tidak bergeming, asyik dengan urusan masing-masing.

“Wah, untung nih. Tidak ada yang ngedengerin kentutku. Tidak ada satupun yang sadar nih, kalo saya sedang kentut”.

Memang sih, ada satu dua yang menoleh, namun sepertinya dia tidak peduli. Itu berarti kentut ku tidak terdengar. Jangankan didengar orang lain, telinga sendiri saja tidak bisa denger saking kencangnya musik dangdut.

Saya lalu sedikit menarik nafas hanya sekedar memastikan bahwa kentutku tidak berbau.Untung sekali, asap rokok tiga batang yang tadi dihisap masih jelas tercium baunya. Wah, tenang nih. Calon-calon kentut ternyata bisa dikeluarkan meskipun dengan cara dicicil.

Bang Haji sekarang sedang menyanyikan lagu yang lain.

“Oke lah, kita iringi cengkoknya dengan kentutku. Anggaplah paduan suara yang lain dari yang lain”.
'Begadang jangan begadang' begitu suara Bang Haji terdengar, yang disahut kentutku 'dut...dut...'
'Walau tiada artinya... dut...duuut'
'Begadang boleh saja ... duuuut...'
Begitu terus sampai tamat. Saya sampai tidak habis pikir, kok persediaan kentutku ternyata begitu banyak hingga habis tepat pada saati lagu Begadangna Bang Haji beres.

Lagu Bang Haji selesai, perut terasa lega sekali. Mataku yang dari tadi merem – untuk menghayati dan merasakan nikmat serta indahnya komposisi kentut dan lagu dangdut, lalu terbuka. Beriringan dengan meleknya mataku, sekonyong-konyong terdengar suara ibu-ibu pangajian menyanyikan lagu qasidahan.

“Wah, masa sih kedai kopi keran ini mengumandangkan lagu Qasidahan. Kalo dangdut sih Okelah. Tapi Qasidahan?”. Dahiku berkerut keras.

Syair-syair lagu itu lalu terdengar cukup jelas, dan rasanya akrab ditelingar.

'Perdamaian, perdamaian...'
'Ada yang cinta damai, tapi perang makin ramai...'

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun