Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Piet Bemo

26 Oktober 2019   17:48 Diperbarui: 26 Oktober 2019   17:47 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi : anthocella on pixabay

Tapi ada sas-sus yang tidak mengenakkan saya dapat dari Pak Mirdan. Piet yang sekarang bukanlah Piet yang dulu. Dia memang tidak somong. Hanya saja ada yang sangat berbeda dari tingkahnya. Entah apa itu. Pak Mirdan mengatakan bahwa saya bisa membuktikannya sendiri.

Maka di Sabtu Sore, seorang pria gagah berani, muncul di halaman rumah saya. Anak-anak merubunginya seolah artis ibukota. Dia-kah si Piet? Ah, mustahil sekali! Tapi ketika dia merangkul saya, seketika kami menjadi akrab. Saya bawa oleh-olehnya yang  berat.

Sebelum dia datang, saya juga sudah mewanti-wanti istri menyaipkan makanan kesukaan Piet; daun ubi tumbuk, sambal tuk tuk, jengkol dan petai, plus sambal belut salai yang digoreng garing. Tapi tahukah kau ketika saya mengajaknya duduk di meja makan? Rasanya saya ingin tonjok wajahnya hingga berbentuk bemo. 

Dia protes melihat makanan di atas meja, lalu menyebutkan beragam makanan yang asing ditelinga saya, mulai dari; onigiri, tempura, sushi, sashimi, shabu-shabu, sukiyaki, udon (setahu saya udon itu tempat memasak nasi)  dan ramen.

"Kalau makan makanan ini, saya bisa sakit perut," protesnya. Darah saya mendidih. Tambah mendidih lagi ketika dia meminta air hangat untuk mandi karena dia tak terbiasa udara di kampung. Sebab bekerja di Jepang, jadi dia agak risih dengan hal-hal yang berbau kampung.

Saya berbisik kepada istri saat si Piet sedang mandi. "Usir saja blasteran Jepang itu dari rumah kita, Dek."

"Hus!" Istri mendelik.

Selesai mandi, tanpa diminta, Piet menawarkan diri menginap di rumah saya. "Ya, dan kalian mesti berterima kasih karena bintang film Jepang sudah sudi menginap di rumah kalian." 

Oh ya, sebelum saya lupa, pekerjaan Piet di Jepang sana adalah seorang bintang film. Tapi lakunya di rumah kami ibarat binatang film. Hingga mau tidur saja permintaannya macam-macam. Cukup sudah!

Saking kesalnya, saya menjotos mulutnya. Ajaib, mulutnya berobah bemo kayak dulu. Saya kucek-kucek mata. Ternyata saya hanya bermimpi. Sialan!

Tapi ya, Tuhan. Kenapa pria Piet tadi menjadi berwajah bemo? Saya amat kebingungan. Bertambah kebingungan lagi ketika orang yang berbaring di sebelah saya mengatakan bahwa dialah Piet Bemo asli. Kau pasti bingung juga kenapa bisa begitu, kan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun