Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rejeki Itu Pada Tempatnya

6 September 2019   17:47 Diperbarui: 6 September 2019   17:48 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : fixpictu

Tersebutlah kisah dari negeri antah-berantah, seorang lelaki bernama Syahmardan. Dia merasa hidupnya tak ada arti sama sekali. Berjuang telah dia lakukan sekuat tenaga. Beberapa pekerjaan sudah dia coba, kelihatan sukses, tapi tak sukses menghidupi anak bini. Mendapat info dari mulut ke mulut tentang seorang suci yang bisa memecahkan berbagai persoalan kehidupan, apatah lagi persoalan agama, dia adalah orang yang biasa dipanggil Pakde. Nama sebenarnya Jasolehun.

Syahmardan mencari Jasolehun ke arah matahari terbit. Dia berharap, seperti matahari terbitlah hidup yang dijalaninya kelak. Bertemu Jasolehun, menuruti petuah-petuahnya, dan mengalami perubahan hidup menjadi lebih baik, terutama urusan duniawi.

Setelah hampir seminggu mencari Jasolehun, maka di suatu senja yang mendung, Syahmardan melihat seorang lelaki yang tegak menatap hamparan sawah menghijau. Dia bertanya pasal Pakde. Lelaki itu menggeleng, artinya dia tak mengenal lelaki yang bernama Pakde. "Bagaimana kalau Jasolehun?" tanya Syahmardan. Berubah cerah wajah lelaki di depannya.

"Kalau Jasolehun aku kenal. Nanti kutunjukkan dimana bisa menemui lelaki itu." Mendengar jawaban itu, Syahmardan girang bukan kepalang. Dia bersedia berjalan mencari lelaki itu biarpun harus melalui berbagai rintangan, biar pun menghabiskan waktu sebulan-dua. Dia berharap sangat bisa bertemu Jasolehun. "Jasolehun tak berapa jauh dari sini. Aku bisa menunjukkan tempatnya," ucap lelaki itu.

"Dimana dia, Pak?" tanya Syahmardan tak sabar.

"Di depanmu!"

Langsung Syahmardan memeluk lelaki itu. "Aku ingin mengikuti Pakde kemanapun pergi."

"Apa yang kau harapkan dari lelaki yang tak punya apa-apa, dan bukan siapa-siapa ini? Aku takut kau tak mampu mengikuti jalanku," kata Jasolehun.

"Aku sanggup. Aku sudah bosan dengan hidup serba susah." Mereka berjalan ke arah timur. Saat itu azan Maghrib berkumandang, maka keduanya menuju Masjid. Tapi, hanya Jasolehun yang melaksanakan shalat, sedangkan Syahmardan duduk bersantai di teras.

"Kenapa kau tak ikut shalat, Syahmardan?" tanya Jasolehun seusai shalat. Dengan terbata-bata, Syahmardan mengatakan malu kepada Allah SWT, karena bajunya tak layak dipakai ke Masjid. "Berarti di rumah juga kau tak shalat?"

"Shalat juga, Pakde. Tapi, di Masjid, rasanya tak sanggup, kecuali dipaksa-paksakan pada shalat Jum'at atau Shalat idul fitri dan idul adha. Aku malu karena bajuku compang-camping tak karuan." Syahmardan tertunduk. Jasolehun mengelus dada kecewa melihat lelaki itu.

"Allah SWT dan Rasulullah SAW, tidak pernah menyuruh umat kalau mau sholat harus memiliki baju bagus. Yang penting bajunya bersih dari najis. Itu saja. Bagaimana hidupmu akan lebih baik? Laksanakanlah shalat wajib di Masjid, dan shalat sunat di rumahmu. Puasalah pada bulan Ramadhan. Berzakatlah. Sekarang pulanglah. Bila saranku ini berhasil membuatmu sukses luar-dalam, tak usah lagi kau temui aku. Bila kau merasa tak ada perubahan, kau boleh menemui aku."

Begitulah, kemudian waktu berjalan begitu cepat. Setelah tiga bulan berlalu, Syahmardan kembali menemui Jasolehun dengan wajah kuyu. "Kenapa kau kuyu? Mungkin saranku agar rajin beribadah, tak kau jalankan, ya?"

"Sudah aku lakukan, Pakde. Shalat wajib dan shalat sunat tahiyatul Masjid tak perah bolong. Shalat sunat di rumah, dari sunat rawatib hingga shalat tahajud, tak pernah lewat seharipun. Tapi, apa hasilnya?" Dia kelihatan kecewa.

"Allah SWT tak mau memberikan rejeki kesuksesan kepadamu karena sayang kamu."

Syahmardan terkejut, "Aku sudah beribadah terus menerus, tapi tetap miskin!"

Jasolehun menghela napas. "Allah sayang kepadamu. Kita umpamakan kami masih sekolah dasar. Tapi kemudian kau meminta dibelikan motor oleh ayahmu, apakah akan dia berikan?" Syahmardan menggeleng. "Nah, begitu pulalah sayang Allah SWT kepadamu. Dia takut kau celaka apabila diberikan kesuksesan berupa harta. Sekarang aku ingin bertanya, kalau kau mempunyai uang berlebih, akan kemana kau gunakan?"

"Membeli berslof-slof rokok, berjudi sama kawan dan ke tempat hiburan malam," jawab Syahmardan.

"Lalu, bagaimana kalau kau diberi limpahan harta, bisa jadi kau semakin sibuk dengan duniamu, dan samasekali Allah SWT kau lupakan. Berarti dia sangat sayang kepadamu. Pergilah, gunakan uangmu yang berlebih di jalan yang diridhoi-Nya."

Syahmardan menganggap mudah menjalankan saran Jasolehun. Maka ketika dia dapat uang berlebih di kemudian hari, dia hanya habiskan untuk kebutuhan rumah tangga. Alhamdulillah cukup. Begitu pula pada kemudian hari, dia dapat uang berlebih dan lebih banyak dari hari sebelumya, dia habiskan untuk kebutuhan rumah tangga. Ternyata uangnya masih berlebih, pikiran untuk membelikannya ke hal-hal yang menyenangkan hati, kembali mencuat. Tapi tetap dia tahankan. Uang berlebih tersebut dia simpan dan tak melihatnya lagi.

Begitupun, harta semakin deras mengalir ke koceknya. Keinginan untuk senang-senang semakin membelit hati Syahmardan. Dia hampir-hampir menyerah menghadapi rejeki yang bertubi-tubi itu. Tiba-tiba saja Jasolehun menemuinya.

"Bagaimana, Syahmardan? Hartamu sekarang berlimpah, kan?" tanya Jasolehun.

"Benar, Pakde. Sampai-sampai aku berharap agar harta berlebih itu berhenti menimbunku. Ternyata mencari harta itu mudah. Begitu harta datang bertubi-tubi, mempergunakannya di jalan yang diridhoi Allah SWT, sangatlah sulit. Aku berpikir, hidupku yang dulu lebih enak ketimbang hidupku yang sekarang."

"Benar, Syahmardan. Harta yang banyak bisa membuatmu lupa kepadaNya, contoh, Qorun. Tahta yang tinggi juga membuatmu kalap, contoh,Fir'aun. Bahkan ibadah yang banyak juga bisa membuatmu sombong, contoh, Iblis. Maka pandai-pandailah menjalani hidup ini. Syukurilah apa yang ada. Camkan itu!" Jasolehun pun menghilang seperti ditiup angin.

---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun